Sean menatap Evelyn dengan lekat, menunggunya menceritakan perbincangan di balik telepon yang membuat wajah sang istri berubah seketika."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Sean sambil menggenggam tangan Evelyn."Daren sepertinya ingin membicarakan sesuatu," jawab Evelyn yang dari wajahnya terlihat tidak baik-baik saja.Sean mendadak ikut cemas. Entah kenapa ia merasa Daren memiliki informasi yang tidak menyenangkan. Meski begitu Sean tak ingin menunjukan kecemasannya dan berusaha untuk terlihat tenang."Kalau begitu kita ke sana sekarang," ajak Sean."Key, juga ikut," ucap Kelvin seraya mengacungkan tangannya.Melihat tingkah sang anak, rasa panik Evelyn menjadi sedikit berkurang. Setidaknya kehadiran Kelvin bisa membuat suasana tidak terlalu tegang."Tentu saja, Kita akan selalu bersama," jawab Evelyn."Yeay, jalan-jalan," teriak Kelvin sambil melompat, tanpa tahu jika kedua orang tuanya sedang merasa gelisah.Tanpa menunggu lama, mereka segera menaiki mobil yang kemudian mel
Sudah setengah jam Sean menunggu, tapi baik Dokter maupun perawat masih saja belum ada yang keluar dari ruang tindakan. Hal itu malah menambah kecemasan yang sejak tadi tak kunjung hilang.Hingga beberapa menit kemudian Dokter keluar dengan wajah yang terlihat kecewa."Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Sean yang merasa tidak enak hati saat melihat ekspresi wajah sang Dokter."Maaf, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi takdir berkata lain. Anak Bapak … sudah tidak bisa diselamatkan," jelas Dokter yang bahkan tak berani menatap mata Sean.Sean yang dunianya terasa hancur itu pun tanpa sadar berlutut di lantai sambil memegangi kepala saking shocknya. Siapa sangka, jika ia malah harus kehilangan sang anak di tengah di saat baru saja merasa bahagia dengan kehadirannya."Kenapa? Kenapa malah jadi begini?" Sean memukul-mukul lantai, melampiaskan amarah dan kecewanya.Dokter yang masih berada di sana pun merasa kasihan, dan berusaha untuk membantu Sean berdiri."Pak, saya h
Bukan tanpa alasan, Sean sudah merencanakan semuanya secara matang, bahkan sampai melibatkan beberapa teman dekatnya untuk membantu."Jangan bersedih lagi karena sebentar lagi kamu akan menyaksikan kehancuran orang-orang itu," ucap Sean dengan sorot mata penuh ambisi.Di sisi lain, Helen dan David kini sedang berada di sebuah restoran mewah untuk merayakan keberhasilan mereka menghancurkan Evelyn. Siapa sangka jika perusahaan yang sudah berada di ujung kebangkrutan pada akhirnya akan bangkit dan menjadi milik mereka."Aku tidak menyangka jika Evelyn begitu bodoh. Dia malah memberi bantuan melalui Blue Company," celetuk Helen seraya memotong daging yang menjadi menu andalan restoran mahal tersebut."Tidak, dia tidak bodoh. Aku yakin Evelyn awalnya berencana untuk merebut Win Company dengan mengambil alih sedikit demi sedikit. Hanya saja sepertinya dia selalu memiliki nasib buruk," ujar David.Helen seketika tertawa mendengar ucapan adiknya itu."Ya, dia memang seorang pembawa sial. Hidu
Helen segera menuju kamar Daren, berharap jika anaknya itu masih menyimpan surat keterangan ahli waris yang sengaja ia sembunyikan di brankas dalam lemari."Sial, dasar anak kurang ajar. Aku menyesal telah melahirkan dan membesarkannya," gumam Helen sambil terus menggerutu sepanjang perjalan menuju kamar Daren.Saat sampai di depan kamar Daren, ternyata pintunya terkunci. Helen yang saat itu sudah emosi sekaligus ketakutan langsung memanggil seorang tukang untuk membongkar kunci kamar sang anak.Selama proses pembongkaran, jantung Helen terus berdebar tak karuan. Ia takut jika rencana yang sudah hampir sempurna itu berakhir gagal hanya karena ulah sang anak yang lebih berpihak pada lawannya.Tak berselang lama, kunci pintu pun berhasil dibongkar. Helen segera mengobrak-abrik lemari, laci bahkan kasur Daren seakan sang anak adalah seorang pencuri."Di mana dia menaruhnya?" Dada Helen terasa bergemuruh hebat, ia begitu membenci situasi tersebut."Benar-benar pembawa sial, pasti anak it
Sean menyadari kebimbangan Evelyn, sambil mengusap lembut istrinya itu, ia berkata, "kalau kamu ingin tahu, temui saja. Dia hanya seorang diri, tidak mungkin berani menyakitimu."Evelyn yang semula kebingungan pun kini menjadi mantap untuk menemui Jennifer. Terlebih ucapan Sean memang ada benarnya, tidak mungkin saudara tirinya itu berani berbuat macam-macam di rumah Sean yang sudah jelas banyak pengawal dan security."Kalau begitu biarkan dia datang kemari saja," pinta Evelyn sambil membetulkan posisi duduk menjadi lebih tegak meski masih bersandar di kepala tempat tidur.Sean tersenyum, lalu segera meraih ponselnya untuk menelpon security."Bawa saja perempuan itu ke kamarku, panggil beberapa pengawal untuk berjaga-jaga," titah Sean yang kemudian menutup telepon.Tak perlu menunggu waktu lama, Jennifer pun datang dengan ditemani beberapa pengawal Sean."Lepas! Ini sangat menyakitkan! Aku tidak memiliki niat buruk pada Evelyn," teriak Jennifer sambil berusaha melepaskan tangannya dar
Acara para pengusaha yang bergengsi itu tampak begitu meriah, Sean yang duduk di kursi VIP karena statusnya itu tak hentinya tersenyum dengan perasaan berdebar tidak sabar menanti pembalasan yang sebentar lagi akan datang.Setelah beberapa bagian acara selesai, yang ditunggu-tunggu pun tiba, kini sudah waktunya untuk sesi perkenalan para anggota baru yang mana David termasuk salah satunya. Bagi adik Helen itu, bisa bergabung dengan asosiasi pengusaha merupakan surat kebanggan yang bahkan tidak pernah ia impikan sama sekali.Dengan bangga David berjalan seorang diri menuju ke atas panggung karena secara kebetulan saat itu hanya dialah satu-satunya anggota baru."Terima kasih untuk sambutannya, saya merasa sangat terhormat bisa berdiri di sini, di antara para pengusaha hebat seperti rekan-rekan sekalian," jelas David yang masih melanjutkan omong kosongnya.Hingga mendadak dari kursi VIP, seorang rekan Sean mendadak bertanya pada David."Jadi, bagaimana Anda bisa mengambil alih Win Compa
Evelyn melangkahkan kakinya menuju teras rumah kedua orang tuanya itu. Matanya nanar menatap sebuah bangunan yang memiliki begitu banyak kenangan itu.Sean langsung berlari menuju ke dalam rumah, hendak mencari keberadaan sang mertua."Evelyn, tetap berdiri di sana! Jangan ke mana-mana!" teriak Sean sambil berlari ke dalam rumah.Tatapan Evelyn kosong, ia terjatuh bersimpuh melihat pemandangan yang begitu menyedihkan. Sebuah rumah yang dipenuhi kenangan masa kecilnya itu sudah hancur tak karuan. Jendela pecah, pintu lepas dari tempatnya, bahkan dinding-dinding pun tak luput dari pengrusakan. Seseorang tampak dengan sengaja ingin menghancurkan tempat itu.Sedangkan Sean yang kini sudah berada di dalam terus mengecek setiap kamar satu persatu. Ia khawatir jika terjadi sesuatu pada sang mertua."Siapa yang melakukan ini?" gumam Sean sambil terus mengedarkan pandangan, mencari keberadaan sang mertua.Berulang Kali Sean mencari, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu. Sehingga
Saat itu, Helen tampak seperti orang tak waras, tatapan matanya terlihat seperti bukan dia yang biasanya."Cepat pergi dari sini!" Evelyn berusaha mengusir ibu tirinya itu lagi.Bukannya pergi, Helen malah melangkah semakin jauh. Tatapan matanya tampak kosong meski tak berkedip memandang Evelyn.Perempuan tua itu mendadak tersenyum dan secara tiba-tiba berlari ke arah Evelyn, lalu menyambar leher istrinya Sean itu."Lepas! Apa kamu gila?" Sean berusaha melepaskan tangan Helen yang entah kenapa begitu kuat mencengkram leher Evelyn.Helen yang terlihat seperti orang gila itu malah tertawa dengan begitu kencang saat melihat Evelyn kesulitan bernapas. Pasien lain yang berada di ruangan tersebut lantas menjadi ketakutan dan beberapa perawat yang melihat kejadian tersebut langsung memanggil security.Merasa sudah tidak ada jalan keluar, Sean pun segera mendorong tubuh wanita tua itu sehingga membuat Evelyn ikut terjatuh ke lantai juga."Apa kamu baik-baik saja?" Sean berusaha membantu Evely
Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
Sean tampak kebingungan, tak tahu sang istri hendak mengajaknya ke mana. Sampai saat mereka berdiri di depan sebuah rumah barulah mengerti alasan Evelyn membawanya ke sana.“Kuharap ibu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah korupsi dan perdagangan manusia.” Evelyn tampak terus menghela napas berat, terlebih di setiap kali teringat ibunya.Sean tak mau berspekulasi lebih dan hanya berniat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi nantinya.“Ibu ….” teriak Evelyn sambil berjalan cepat ke arah pintu.Namun, ketika masuk ke rumah, Evelyn sama sekali tak mendapati keberadaan sang ibu. Ia mencari ke kamar, dapur bahkan ke gudang, tetapi Rose sama sekali tak ada.“Sepertinya ibumu telah pergi, Evelyn.” Sean merangkul sang istri yang tampak sedang kecewa.“Aku tidak menyangka ibu jadi seperti ini.” Mata Evelyn berkaca-kaca.“Sudahlah, mau bagaimana kalau itu semua sudah menjadi pilihan ibu. Lebih baik kita pulang sekarang, Kelvin sudah menunggumu.”Evelyn mengangguk, rasanya ingin menangis t
Namun, pria yang menariknya itu malah seakan tak memperdulikan Evelyn dan terus menarik entah hendak membawanya ke mana.“Lepaskan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!” ancam Evelyn sambil terus berusaha melepas tangan pria itu.Mendadak pria itu menghentikan langkahnya, menatap Evelyn dengan tatapan datar.“Bu Evelyn, saya tidak bermaksud jahat. Maaf karena saya telah lancang membawa Anda dengan kasar, tapi kalau tidak begini saya khawatir Anda akan kabur dan melewatkan apa yang sedang Pak Sean lakukan,” jelas pria itu.“Pak Sean? Siapa kamu? Bukankah kamu warga asli desa ini?” Perasaan Evelyn menjadi tak karuan saat mendengar ucapan pria itu.“Saya anak buah Pak Sean yang bertugas untuk mengawasi Anda karena secara kebetulan juga merupakan warga desa,” terang anak buah Sean itu.Evelyn belum percaya sepenuhnya, tatapan penuh kecurigaan terus ia perlihatkan. Wajar jika perempuan itu tidak langsung percaya karena bagaimanapun dirinya sedang berada di posisi yang me
Noah terus memperhatikan sekeliling, mengawasi Joseph dan Viona, berharap jika kedua orang itu tidak sedang memperhatikannya. Dan benar saja, mereka sedang asyik dengan orang-orang yang sedang berusaha menjilat.“Aku harap ini akan berhasil,” gumam Noah yang segera beranjak, lalu menyelinap keluar dari pesta.Beruntung saat itu tidak ada yang memperhatikannya, sehingga Noah bisa leluasa berjalan ke sana kemari tanpa ada yang mengetahui.Namun, saat ia sampai di rumah, dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang menjaga area sekitar rumah Joseph tersebut, karenanya Noah berusaha untuk terlihat tenang dan menyembunyikan niat buruknya.“Tuan muda, kenapa Anda sudah kembali? Bukankah pesta masih sedang berlangsung?” tanya salah seorang pria yang sedang menjaga rumah Joseph tersebut.“Ayah menyuruhku untuk membawa perempuan itu ke pesta,” ucap Noah yang terlihat begitu gugup.Awalnya para penjaga sedikit tidak yakin dengan ucapan Noah tersebut. Namun, mereka berpikir kembali, untuk apa
Kelvin tidak mengerti dengan maksud ayahnya, tetapi ia tetap mengizinkan selama bisa membawa sang Ibu kembali.“Hati-hati di jalan, Ayah! Jangan lama-lama,” pinta Kelvin sambil melambai.Mata Kelvin berkaca-kaca. Namun, ia berusaha untuk tetap tegar karena itu semua demi kebaikan sang ibu. Beruntung ada Nicki dan Diana yang selalu menemani, setidaknya bocah itu tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.“Paman Nick apakah ayah akan pergi lama?” tanya Kelvin yang wajahnya jelas terlihat sedang menahan tangis.“Paman tidak bisa memastikannya, tapi ayah pasti tidak mau berlama-lama jauh dari Key.”Kelvin tersenyum, berusaha untuk kuat. Bocah itu seakan didewasakan oleh keadaan, yang mana di usianya dia sudah mengalami banyak masalah.Di tengah kegelisahan Kelvin, Sean saat itu malah sedang merasa bahagia karena pada akhirnya semua bukti dan saksi sudah terkumpul, hanya tinggal menjalankan rencana yang sudah matang itu.Sean melaju, menuju salah satu gudang terbengkalai yang berada ujung kot
Evelyn begitu mengenali wanita yang kini berada di hadapannya. Bagaimana tidak? ingatan akan kenangan pahit masih terus terngiang, tidak mungkin terlupakan.“Siapa sangka ternyata kita bisa bertemu lagi,” ucap wanita itu.Evelyn benar-benar benci menatap wajah wanita yang terlihat menjijikan itu, melihatnya membuat teringat pada Sean.“Aku kan tidak menyangka akan bertemu dengan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Evelyn dengan tatapan sinis.Ucapan Evelyn berhasil memancing emosi wanita itu. Senyum yang semula tampak penuh penghinaan berubah dengan rasa sakit hati yang jelas terlihat.“Jaga ucapanmu itu jika tidak mau ku buat hidupmu lebih menderita!”Melihat wanita itu kesal, Evelyn merasa sedikit puas, setidaknya perempuan itu merasa sakit hati walaupun hanya sedikit.Namun, rasa senang Evelyn hanya bersifat sementara karena saat itu ia malah ditarik secara paksa menuju ke tempat Joseph berada.“Hentikan! Aku tidak ingin pergi dengan manusia jahat seperti kalian!” timpal Evelyn samb
“Apa maksudnya dengan semua ini? Kami datang bersama-sama tapi kenapa malah melarangku untuk keluar dari Desa ini?” Evelyn menatap tajam kedua penjaga gerbang Desa tersebut.“Maaf, ini semua atas perintah Tuan Joseph. Kami tidak mungkin membantahnya,” jawab salah seorang penjaga.“Kenapa dia terus mengusik hidupku?” Evelyn berusaha mengatur nafas yang sesak akibat emosi yang sudah terlalu bergejolak di dada.Evelyn tidak tahu harus berbuat apa, sampai sekilas terbesit sebuah ide yang sepertinya cukup menarik untuk dilakukan. Ia mendekat perlahan ke arah Diana, lalu berbisik, “kalian pergilah duluan! Aku akan menyusul setelahnya.”Diana tidak setuju dengan ide Evelyn tersebut, tetapi berulang kali menolak pun percuma karena atasannya itu terus memaksa dan mengatakan semua akan baik-baik saja “Percayalah padaku!” ungkap Evelyn dengan senyum yang ia tunjukkan demi berusaha menutupi kegelisahannya.“Tapi, Kak …..” Diana masih ragu untuk meninggalkan Evelyn seorang diri.“Sudahlah, yang t
Di saat Sean rengah mengumpulkan banyak bukti untuk menghancurkan Joseph, di sisi lain Evelyn sedang dalam keadaan hancur, terlebih karena Kelvin terus menanyakan tentang keberadaan ayahnya.“Ibu, kapan ayah pulang? Katanya cuma sebentar!” Kelvin terus mengatakan hal tersebut berulang-ulang.“Ibu tidak tahu, mungkin akan lebih lama karena ini masalah pekerjaan,” ucap Evelyn yang matanya berkaca-kaca.“Ayah jahat! Tega sekali meninggalkan Key,” rengek Kelvin yang bertingkah seperti bocah tantrum.Evelyn tak tahu lagi harus mengatakan apa pada Kelvin. Sang anak seakan tak terima dengan kepergian ayahnya, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana kedepannya, mengingat dirinya sendiri tidak tahu kapan bisa bertemu lagi dengan Sean setelah setelah kejadian sebelumnya.Beruntung Diana dan Nicki seringkali bertindak cepat. Mereka langsung mengajak Kelvin bermain, berusaha mengalihkan perhatian bocah itu.“Apa kamu tahu apa yang sedang terjadi dengan Pak Sean?” tanya Diana sambil berbisik, ta
Sean seketika bingung, merasa tidak kenal dengan perempuan itu.“Siapa kamu?” tanya Sean sambil mengerutkan alis.“Menyebalkan, ternyata kamu sudah melupakanku!” protes wanita itu.Meski berusaha mengingat, tetap saja Sean lupa jika pernah bertemu dengan wanita itu.“Cepat katakan saja siapa kamu!” seru Sean yang tidak suka bertele-tele.Perempuan itu malah tertawa dengan begitu kencangnya. Wajahnya menunjukkan jika ia memiliki maksud yang tidak baik.“Apa kamu ingat kopi tumpah dan penguntit?” Perempuan itu tersenyum licik.Hanya dengan beberapa kata Sean langsung teringat kejadian di mana seorang wanita pernah menumpahkan kopi pada pakaiannya dan mengaku jika dirinya sedang diikuti oleh seorang penguntit.“Apa maumu?” Sean menatap wanita itu dengan wajah datar.Perempuan itu malah tertawa lagi, lalu tatapannya seakan menatap Sean penuh kebencian.“Salahmu sudah mengabaikanku waktu itu, padahal awalnya aku tidak berniat menuruti permintaan Ayah untuk menjebakmu. Tapi sikapmu yang som