Sean tersenyum lebar, kebahagiaan terpancar dari wajahnya. Melihat hal tersebut Evelyn menjadi sedikit curiga jika sang suami sedang merencanakan sesuatu."Mendekatlah! Aku malas berteriak," ungkap Sean sambil tak hentinya tersenyum.Evelyn segera menghampiri suaminya itu sambil bertanya-tanya di dalam hati karena merasa ada yang aneh dengan Sean.Saat telah sampai di dekat Sean, segera Evelyn menatap suaminya itu, berharap mendapat kabar penting karena ia sampai rela izin pulang cepat hanya demi bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi."Jadi, ada apa?" Evelyn menatap Sean lekat."Karena Kelvin sedang sekolah, bagaimana kalau kita melakukannya sekarang," usul Sean yang juga menatap Evelyn dengan lekat.Evelyn tertegun, ia menatap Sean cukup lama tanpa berkata-kata. Rasanya ucapan yang keluar dari mulut sang suami seakan menghipnotis Evelyn membuatnya terdiam untuk beberapa menit."Bagaimana? Kita hanya melakukannya sekali saat itu," keluh Sean."Apa kamu gila? Aku sampai izin pulang cep
"Tentu saja aku sangat waras, aku sampai menyiapkan banyak pengawal untuk menjaga Kelvin saat berkemah nanti jawab Sean yang merasa jika idenya sangatlah cemerlang "Tapi ini tidak masuk akal! Bagaimana mungkin anak yang baru saja masuk sekolah, secara tiba-tiba mengadakan kemah, bahkan hampir dua Minggu lamanya." Evelyn menganga sambil menatap Sean yang sejak tadi terus tersenyum penuh kemenangan."Memangnya kenapa? Aku sudah memesan paket bulan madu selama dua minggu. Jadi kemah itu pun harus kubuat selama dua minggu," ungkap Sean.Lagi-lagi Evelyn hanya bisa dibuat menggelengkan kepala, tidak menyangka jika ternyata sang suami sampai berbuat sejauh itu hanya demi bisa berbulan madu. Ternyata Sean yang sudah tidak bisa menahan gejolak di dadanya itu sampai membayar pihak sekolah agar mengadakan acara kemah, meski hal tersebut sedikit tidak masuk akal untuk anak-anak kecil.Kelvin sejak tadi hanya memperhatikan kedua orang tuanya. Bocah itu benar-benar tidak mengerti dengan apa yang
"Tentu saja, memang kenapa?" Sean mengerutkan alis."Tidak ada, hanya saja. Aku tidak terbiasa melakukan perjalanan di laut," ungkap Evelyn sambil tersenyum canggung."Aku tahu, makanya sengaja membawamu kemari agar terbiasa menaiki kapal pesiar." Sean menggenggam tangan Evelyn erat.Evelyn yang semula sempat ragu dan gelisah saat melihat kapal pesiar mendadak menjadi memiliki keberanian saat Sean menggenggam tangannya dengan erat.Keduanya segera menuju kapal pesiar yang hanya bisa dinaiki oleh para miliarder kelas dunia. Semua fasilitas terbaik ada di sana, wajar saja jika hanya untuk sekali trip Sean sampai harus mengeluarkan uang $20.000 per orangnya.Evelyn yang sama sekali tidak pernah menaiki kapal pesiar dibuat takjub melihat bagian dalamnya. Benar-benar seperti tidak sedang berada di dalam kapal.Saat keduanya melintas di bagian restoran, seorang pria dari kejauhan memanggil Sean dengan begitu lantangnya."Pak Sean! Kemarilah!" ucap pria itu seraya melambai ke arah Sean.Sean
Hallo, jadi bab sebelumnya tuh sempet ada yang eror, tapi sudah diperbaiki ya. Nah, karena itu author mau kasih spesial buat bab ini gratis … so stay terus di novel ini ya. ***Sean terus menguping dan berusaha memastikan siapa orang di luar kamar dengan berjalan sambil berjinjit menuju ke pintu untuk melihat seseorang diluar dari lubang intip."Siapa?" tanya Evelyn dengan suara sangat pelan.Namun, saat sedang mengintip ke luar, Sean sama sekali tak melihat siapa pun di depan pintu."Tidak ada siapa-siapa," sahut Sean sambil mengangkat bahunya sekilas. "Mungkin kita salah dengar."Evelyn menghela napas dalam, mendadak merasa tidak nyaman dengan situasi yang membuat mereka harus terus menghindar dari kejaran atasan Daren."Sayang, aku tidak nyaman dengan situasi ini," ungkap Evelyn yang dari wajahnya terlihat jika ia sedang merasa tidak senang."Apa katamu barusan?" tanya Sean seraya mendekatkan telinganya pada Evelyn."Aku tidak nyaman dengan situasi ini." Evelyn mengulanginya lagi.
"Sebutkan lokasimu sekarang!" titah Sean yang sudah begitu kesal.Daren pun mematikan panggilan telepon tersebut dan tak berselang lama masuk sebuah pesan singkat yang berisi titik lokasi ia berada. Segera Sean bersiap menuju ke tempat tersebut."Kamu di kamar saja, di sana berbahaya untukmu," pinta Sean sambil memegang bahu Evelyn dan menatapnya lekat.Biasanya Sean paling malas ikut campur dengan urusan orang-orang tidak jelas seperti atasan Daren. Namun, karena saat ini ia sudah benar-benar muak, terlebih pria itu malah membawa-bawa namanya, mau tak mau harus segera membereskan orang tersebut."Sepertinya terjadi pertengkaran, kuharap kamu tidak ikut campur masalah itu," pinta Evelyn dengan penuh harapan.Evelyn tak ingin jika sampai terjadi sesuatu pada sang suami, apalagi di bulan madu yang seharusnya manis tersebut."Tenang saja, aku tidak akan mengotori tanganku dengan hal seperti itu." Sean mengecup kening Evelyn, lalu keluar dari kamar begitu saja.Saat sudah berada di luar k
Dengan perasaan gelisah bercampur cemas Evelyn segera menghampiri kerumunan tersebut. Ia sampai harus berdesakan dengan orang-orang tersebut hanya demi bisa maju ke bagian depan, memastikan apa yang sebenarnya terjadi.Saat Evelyn sedang berdesakkan, mendadak orang-orang itu perlahan menyingkir seakan memberi jalan untuknya."Apa yang terjadi?" Evelyn menatap ke depan, mendapati Sean yang sudah berada di atas panggung kecil sambil memegangi sebuah buket mawar merah."Happy honeymoon, istriku," ucap Sean dengan begitu lantangnya.Evelyn yang wajahnya merah akibat menahan rasa malu itu berjalan perlahan menuju panggung kecil. Saat ia hendak meraih buket bunga dari tangan Sean, ketika itu pula dari atas bertaburan kelopak mawar merah segar yang menambah momen manis tersebut."Apa yang kamu lakukan? Aku malu saat mereka terus menatapku," bisik Evelyn.Sean tersenyum lebar, ia memiliki alasan melakukan hal tersebut di depan para miliarder penumpang kapal pesiar. "Aku ingin mengumumkan sia
Sean menunggu di luar kamar mandi dengan harap-harap cemas, pikirannya membayangkan jauh ke depan. Akan sangat menggemaskan jika anak kedua seorang perempuan yang kelak akan dijaga oleh Kelvin dan itu benar-benar sesuatu yang bisa membuat Sean senyum-senyum sendiri.Evelyn keluar dari kamar mandi dengan wajah datar, membuat Sean tak bisa menebak hasilnya hanya dari melihat ekspresi sang istri."Jadi, bagaimana hasilnya?" tanya Sean yang tampak begitu berharap.Evelyn langsung menunjukan alat tes kehamilan yang hanya menampilkan satu garis saja."Apa maksudnya ini?" Sean tampak keheranan."Ini tandanya aku tidak hamil," jelas Evelyn dengan santainya.Sean yang semula begitu bersemangat secara mendadak menjadi murung dan terlihat lemas."Kalau begitu Kelvin gagal memiliki adik," ujar Sean dengan mata berkaca-kaca."Tenang saja, kenapa kamu begitu ketakutan? Aku masih bisa hamil di bulan depan atau depannya lagi. Lagi pula umurku juga masih muda, masih bisa memberimu anak," jelas Evelyn
"Apa kamu tidak tahu sopan santun? Di mana Evelyn? Katakan pada istrimu jika atasannya ingin berbicara," hardik pria itu.Sean tak menyangka jika dirinya yang merupakan seorang Presdir dari perusahaan ternama malah dihardik oleh karyawan rendahan yang bahkan bertemu seorang Presdir saja mungkin belum pernah."Kamu pikir dirimu itu siapa? Berani sekali membentakku!""Aku atasan istrimu! Apa kamu ingin istrimu kupecat hanya gara-gara memiliki suami kurang ajar sepertimu?" timpal atasan Evelyn tersebut.Sean benar-benar sudah tidak tahan lagi dengan sikap kurang ajar pria di balik telepon itu."Oh, lihat saja sampai–" Mulut Sean di bungkam oleh Evelyn yang khawatir jika sang suami membocorkan identitasnya."Jangan diteruskan! Kamu bisa membongkar identitasku," bisik Evelyn yang langsung merebut ponselnya kemudian mematikan panggilan telepon tersebut.Sean masih terlihat kesal, meski begitu ia lebih memilih diam daripada harus bertengkar dengan Evelyn."Kenapa kamu harus berpura-pura sepe
Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
Sean tampak kebingungan, tak tahu sang istri hendak mengajaknya ke mana. Sampai saat mereka berdiri di depan sebuah rumah barulah mengerti alasan Evelyn membawanya ke sana.“Kuharap ibu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah korupsi dan perdagangan manusia.” Evelyn tampak terus menghela napas berat, terlebih di setiap kali teringat ibunya.Sean tak mau berspekulasi lebih dan hanya berniat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi nantinya.“Ibu ….” teriak Evelyn sambil berjalan cepat ke arah pintu.Namun, ketika masuk ke rumah, Evelyn sama sekali tak mendapati keberadaan sang ibu. Ia mencari ke kamar, dapur bahkan ke gudang, tetapi Rose sama sekali tak ada.“Sepertinya ibumu telah pergi, Evelyn.” Sean merangkul sang istri yang tampak sedang kecewa.“Aku tidak menyangka ibu jadi seperti ini.” Mata Evelyn berkaca-kaca.“Sudahlah, mau bagaimana kalau itu semua sudah menjadi pilihan ibu. Lebih baik kita pulang sekarang, Kelvin sudah menunggumu.”Evelyn mengangguk, rasanya ingin menangis t
Namun, pria yang menariknya itu malah seakan tak memperdulikan Evelyn dan terus menarik entah hendak membawanya ke mana.“Lepaskan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!” ancam Evelyn sambil terus berusaha melepas tangan pria itu.Mendadak pria itu menghentikan langkahnya, menatap Evelyn dengan tatapan datar.“Bu Evelyn, saya tidak bermaksud jahat. Maaf karena saya telah lancang membawa Anda dengan kasar, tapi kalau tidak begini saya khawatir Anda akan kabur dan melewatkan apa yang sedang Pak Sean lakukan,” jelas pria itu.“Pak Sean? Siapa kamu? Bukankah kamu warga asli desa ini?” Perasaan Evelyn menjadi tak karuan saat mendengar ucapan pria itu.“Saya anak buah Pak Sean yang bertugas untuk mengawasi Anda karena secara kebetulan juga merupakan warga desa,” terang anak buah Sean itu.Evelyn belum percaya sepenuhnya, tatapan penuh kecurigaan terus ia perlihatkan. Wajar jika perempuan itu tidak langsung percaya karena bagaimanapun dirinya sedang berada di posisi yang me
Noah terus memperhatikan sekeliling, mengawasi Joseph dan Viona, berharap jika kedua orang itu tidak sedang memperhatikannya. Dan benar saja, mereka sedang asyik dengan orang-orang yang sedang berusaha menjilat.“Aku harap ini akan berhasil,” gumam Noah yang segera beranjak, lalu menyelinap keluar dari pesta.Beruntung saat itu tidak ada yang memperhatikannya, sehingga Noah bisa leluasa berjalan ke sana kemari tanpa ada yang mengetahui.Namun, saat ia sampai di rumah, dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang menjaga area sekitar rumah Joseph tersebut, karenanya Noah berusaha untuk terlihat tenang dan menyembunyikan niat buruknya.“Tuan muda, kenapa Anda sudah kembali? Bukankah pesta masih sedang berlangsung?” tanya salah seorang pria yang sedang menjaga rumah Joseph tersebut.“Ayah menyuruhku untuk membawa perempuan itu ke pesta,” ucap Noah yang terlihat begitu gugup.Awalnya para penjaga sedikit tidak yakin dengan ucapan Noah tersebut. Namun, mereka berpikir kembali, untuk apa
Kelvin tidak mengerti dengan maksud ayahnya, tetapi ia tetap mengizinkan selama bisa membawa sang Ibu kembali.“Hati-hati di jalan, Ayah! Jangan lama-lama,” pinta Kelvin sambil melambai.Mata Kelvin berkaca-kaca. Namun, ia berusaha untuk tetap tegar karena itu semua demi kebaikan sang ibu. Beruntung ada Nicki dan Diana yang selalu menemani, setidaknya bocah itu tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.“Paman Nick apakah ayah akan pergi lama?” tanya Kelvin yang wajahnya jelas terlihat sedang menahan tangis.“Paman tidak bisa memastikannya, tapi ayah pasti tidak mau berlama-lama jauh dari Key.”Kelvin tersenyum, berusaha untuk kuat. Bocah itu seakan didewasakan oleh keadaan, yang mana di usianya dia sudah mengalami banyak masalah.Di tengah kegelisahan Kelvin, Sean saat itu malah sedang merasa bahagia karena pada akhirnya semua bukti dan saksi sudah terkumpul, hanya tinggal menjalankan rencana yang sudah matang itu.Sean melaju, menuju salah satu gudang terbengkalai yang berada ujung kot
Evelyn begitu mengenali wanita yang kini berada di hadapannya. Bagaimana tidak? ingatan akan kenangan pahit masih terus terngiang, tidak mungkin terlupakan.“Siapa sangka ternyata kita bisa bertemu lagi,” ucap wanita itu.Evelyn benar-benar benci menatap wajah wanita yang terlihat menjijikan itu, melihatnya membuat teringat pada Sean.“Aku kan tidak menyangka akan bertemu dengan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Evelyn dengan tatapan sinis.Ucapan Evelyn berhasil memancing emosi wanita itu. Senyum yang semula tampak penuh penghinaan berubah dengan rasa sakit hati yang jelas terlihat.“Jaga ucapanmu itu jika tidak mau ku buat hidupmu lebih menderita!”Melihat wanita itu kesal, Evelyn merasa sedikit puas, setidaknya perempuan itu merasa sakit hati walaupun hanya sedikit.Namun, rasa senang Evelyn hanya bersifat sementara karena saat itu ia malah ditarik secara paksa menuju ke tempat Joseph berada.“Hentikan! Aku tidak ingin pergi dengan manusia jahat seperti kalian!” timpal Evelyn samb
“Apa maksudnya dengan semua ini? Kami datang bersama-sama tapi kenapa malah melarangku untuk keluar dari Desa ini?” Evelyn menatap tajam kedua penjaga gerbang Desa tersebut.“Maaf, ini semua atas perintah Tuan Joseph. Kami tidak mungkin membantahnya,” jawab salah seorang penjaga.“Kenapa dia terus mengusik hidupku?” Evelyn berusaha mengatur nafas yang sesak akibat emosi yang sudah terlalu bergejolak di dada.Evelyn tidak tahu harus berbuat apa, sampai sekilas terbesit sebuah ide yang sepertinya cukup menarik untuk dilakukan. Ia mendekat perlahan ke arah Diana, lalu berbisik, “kalian pergilah duluan! Aku akan menyusul setelahnya.”Diana tidak setuju dengan ide Evelyn tersebut, tetapi berulang kali menolak pun percuma karena atasannya itu terus memaksa dan mengatakan semua akan baik-baik saja “Percayalah padaku!” ungkap Evelyn dengan senyum yang ia tunjukkan demi berusaha menutupi kegelisahannya.“Tapi, Kak …..” Diana masih ragu untuk meninggalkan Evelyn seorang diri.“Sudahlah, yang t
Di saat Sean rengah mengumpulkan banyak bukti untuk menghancurkan Joseph, di sisi lain Evelyn sedang dalam keadaan hancur, terlebih karena Kelvin terus menanyakan tentang keberadaan ayahnya.“Ibu, kapan ayah pulang? Katanya cuma sebentar!” Kelvin terus mengatakan hal tersebut berulang-ulang.“Ibu tidak tahu, mungkin akan lebih lama karena ini masalah pekerjaan,” ucap Evelyn yang matanya berkaca-kaca.“Ayah jahat! Tega sekali meninggalkan Key,” rengek Kelvin yang bertingkah seperti bocah tantrum.Evelyn tak tahu lagi harus mengatakan apa pada Kelvin. Sang anak seakan tak terima dengan kepergian ayahnya, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana kedepannya, mengingat dirinya sendiri tidak tahu kapan bisa bertemu lagi dengan Sean setelah setelah kejadian sebelumnya.Beruntung Diana dan Nicki seringkali bertindak cepat. Mereka langsung mengajak Kelvin bermain, berusaha mengalihkan perhatian bocah itu.“Apa kamu tahu apa yang sedang terjadi dengan Pak Sean?” tanya Diana sambil berbisik, ta
Sean seketika bingung, merasa tidak kenal dengan perempuan itu.“Siapa kamu?” tanya Sean sambil mengerutkan alis.“Menyebalkan, ternyata kamu sudah melupakanku!” protes wanita itu.Meski berusaha mengingat, tetap saja Sean lupa jika pernah bertemu dengan wanita itu.“Cepat katakan saja siapa kamu!” seru Sean yang tidak suka bertele-tele.Perempuan itu malah tertawa dengan begitu kencangnya. Wajahnya menunjukkan jika ia memiliki maksud yang tidak baik.“Apa kamu ingat kopi tumpah dan penguntit?” Perempuan itu tersenyum licik.Hanya dengan beberapa kata Sean langsung teringat kejadian di mana seorang wanita pernah menumpahkan kopi pada pakaiannya dan mengaku jika dirinya sedang diikuti oleh seorang penguntit.“Apa maumu?” Sean menatap wanita itu dengan wajah datar.Perempuan itu malah tertawa lagi, lalu tatapannya seakan menatap Sean penuh kebencian.“Salahmu sudah mengabaikanku waktu itu, padahal awalnya aku tidak berniat menuruti permintaan Ayah untuk menjebakmu. Tapi sikapmu yang som