Hallo, jadi bab sebelumnya tuh sempet ada yang eror, tapi sudah diperbaiki ya. Nah, karena itu author mau kasih spesial buat bab ini gratis … so stay terus di novel ini ya.
***Sean terus menguping dan berusaha memastikan siapa orang di luar kamar dengan berjalan sambil berjinjit menuju ke pintu untuk melihat seseorang diluar dari lubang intip."Siapa?" tanya Evelyn dengan suara sangat pelan.Namun, saat sedang mengintip ke luar, Sean sama sekali tak melihat siapa pun di depan pintu."Tidak ada siapa-siapa," sahut Sean sambil mengangkat bahunya sekilas. "Mungkin kita salah dengar."Evelyn menghela napas dalam, mendadak merasa tidak nyaman dengan situasi yang membuat mereka harus terus menghindar dari kejaran atasan Daren."Sayang, aku tidak nyaman dengan situasi ini," ungkap Evelyn yang dari wajahnya terlihat jika ia sedang merasa tidak senang."Apa katamu barusan?" tanya Sean seraya mendekatkan telinganya pada Evelyn."Aku tidak nyaman dengan situasi ini." Evelyn mengulanginya lagi."Bukan yang itu, tapi yang sebelumnya."Evelyn menatap keatas seraya mengernyitkan kening. Ia berusaha mengingat ucapan yang Sean maksud."Aku benar-benar tidak ingat," balas Evelyn.Bukannya menjawab, Sean malah tersenyum. Ia menyambar tubuh Evelyn, lalu menggendongnya."Apa yang kamu lakukan? Cepat turunkan aku!" seru Evelyn sambil tertawa geli."Setidaknya katakan sesuatu yang bisa membuatku senang," timpal Sean seraya sesekali menggelitik istrinya itu.Evelyn berusaha memikirkan apa yang suaminya itu mau, sampai ia teringat pada satu kata yang bisa membantunya melepas genggaman tangan Sean."Sayang?" Evelyn menatap Sean lekat.Sean seketika tersenyum lebar, ia menghempaskan tubuh Evelyn ke kasur, lalu merangkak ke atasnya."Kenapa kamu begitu pelit? Mengatakan hal seperti saja sangat sulit!" protes Sean yang napasnya terus berhembus di wajah Evelyn."Itu, aku hanya belum terbiasa," jawab Evelyn yang wajahnya memerah. Jarak mereka terlalu dekat, bahkan posisi Sean membuat istrinya menjadi gagal fokus."Kalau begitu mulai besok panggil aku sayang! Jika tidak, akan kubuat kamu lemas setiap hari." Sean menatap Evelyn lekat.Evelyn yang jantungnya sudah berdebar kencang langsung menutup mata saat Sean semakin mendekat. Namun yang terjadi selanjutnya malah membuat perempuan itu kesal.Ya, Sean malah menghempaskan tubuhnya ke samping Evelyn yang tengah berbaring. Membuat perempuan itu merasa sedikit kecewa."Ah, hari ini benar-benar melelahkan," keluh Sean sambil melirik Evelyn.Evelyn yang semula merasa diberi harapan, mendadak kesal saat tahu Sean malah tak melakukan apa pun padanya. Ia segera menggeser posisi dan membelakangi Sean.Sean yang tidak mengerti dengan situasi tersebut sampai dibuat kebingungan. Segera ia memeluk sang istri dari belakang."Kenapa membelakangiku?" bisik Sean tepat di telinga Evelyn.Namun bukannya menjawab, Evelyn malah berusaha melepas pelukan Sean."Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Sean yang kini lebih memilih untuk duduk dan pindah ke hadapan Evelyn."Entahlah," jawab Evelyn, ketus."Jangan diam saja. Aku tidak tahu apa salahku jika kamu terus begini."Namun, Evelyn yang terlanjur hancur mood-nya, memilih untuk memejamkan mata agar bisa cepat tidur.Sean terus memeluk Evelyn, sesekali mengecup kening sang istri dengan penuh kasih sayang, tetapi hal itu tidak merubah perasaan kesal Evelyn padanya.Tidak kehilangan akal, Sean menggendong Evelyn lagi, tetapi kali ini menuju kamar mandi.Sean menghidupkan shower meski keduanya masih memakai pakaian. Pakaian tipis dan basah membuat lekuk tubuh keduanya tercetak dengan jelas. Momen tersebut semakin terasa manis saat secara perlahan Sean menunjukan keahliannya dalam menyenangkan Evelyn.Pada akhirnya, kedua insan yang sedang dimabuk cinta itu memutuskan untuk tidur karena kelelahan setelah menyelesaikan urusan mereka.***Terik sinar matahari pagi menyinari kulit dua orang yang hanya berbalut selimut tipis itu. Sean terbangun lebih dulu, meski begitu ia tak beranjak dan hanya terdiam sambil menatap Evelyn yang masih terlelap.Pria itu seakan terpana melihat kecantikan alami yang dimiliki sang istri."Kenapa kamu terus menatapku?" tanya Evelyn yang baru saja terbangun."Sedang menikmati keindahan yang tuhan ciptakan," balas Sean.Wajah Evelyn memerah, ia tidak tahu sejak kapan sang suami menjadi pandai merayu begitu.Saat Evelyn hendak beranjak, mendadak ponselnya berbunyi. Sebuah nomor tak dikenal terpampang di layar.Segera Evelyn mengangkat panggilan telepon tersebut dengan di loud speaker."Ya, dengan siapa?" tanya Evelyn, waspada."Ini aku, Daren. Katakan pada suamimu jika ada sesuatu yang harus ia selesaikan."Sean yang mendengar ucapan Daren itu hanya bisa mengerutkan alis, sampai mendadak terdengar keributan di balik telepon yang mana sesekali suara seseorang menyebut nama Sean.Evelyn dan Sean saling pandang sambil mengerutkan alis."Sial, padahal aku hanya ingin bulan madu ini berjalan lancar," gerutu Sean sambil beranjak, mengenakan pakaiannya."Sebutkan lokasimu sekarang!" titah Sean yang sudah begitu kesal.Daren pun mematikan panggilan telepon tersebut dan tak berselang lama masuk sebuah pesan singkat yang berisi titik lokasi ia berada. Segera Sean bersiap menuju ke tempat tersebut."Kamu di kamar saja, di sana berbahaya untukmu," pinta Sean sambil memegang bahu Evelyn dan menatapnya lekat.Biasanya Sean paling malas ikut campur dengan urusan orang-orang tidak jelas seperti atasan Daren. Namun, karena saat ini ia sudah benar-benar muak, terlebih pria itu malah membawa-bawa namanya, mau tak mau harus segera membereskan orang tersebut."Sepertinya terjadi pertengkaran, kuharap kamu tidak ikut campur masalah itu," pinta Evelyn dengan penuh harapan.Evelyn tak ingin jika sampai terjadi sesuatu pada sang suami, apalagi di bulan madu yang seharusnya manis tersebut."Tenang saja, aku tidak akan mengotori tanganku dengan hal seperti itu." Sean mengecup kening Evelyn, lalu keluar dari kamar begitu saja.Saat sudah berada di luar k
Dengan perasaan gelisah bercampur cemas Evelyn segera menghampiri kerumunan tersebut. Ia sampai harus berdesakan dengan orang-orang tersebut hanya demi bisa maju ke bagian depan, memastikan apa yang sebenarnya terjadi.Saat Evelyn sedang berdesakkan, mendadak orang-orang itu perlahan menyingkir seakan memberi jalan untuknya."Apa yang terjadi?" Evelyn menatap ke depan, mendapati Sean yang sudah berada di atas panggung kecil sambil memegangi sebuah buket mawar merah."Happy honeymoon, istriku," ucap Sean dengan begitu lantangnya.Evelyn yang wajahnya merah akibat menahan rasa malu itu berjalan perlahan menuju panggung kecil. Saat ia hendak meraih buket bunga dari tangan Sean, ketika itu pula dari atas bertaburan kelopak mawar merah segar yang menambah momen manis tersebut."Apa yang kamu lakukan? Aku malu saat mereka terus menatapku," bisik Evelyn.Sean tersenyum lebar, ia memiliki alasan melakukan hal tersebut di depan para miliarder penumpang kapal pesiar. "Aku ingin mengumumkan sia
Sean menunggu di luar kamar mandi dengan harap-harap cemas, pikirannya membayangkan jauh ke depan. Akan sangat menggemaskan jika anak kedua seorang perempuan yang kelak akan dijaga oleh Kelvin dan itu benar-benar sesuatu yang bisa membuat Sean senyum-senyum sendiri.Evelyn keluar dari kamar mandi dengan wajah datar, membuat Sean tak bisa menebak hasilnya hanya dari melihat ekspresi sang istri."Jadi, bagaimana hasilnya?" tanya Sean yang tampak begitu berharap.Evelyn langsung menunjukan alat tes kehamilan yang hanya menampilkan satu garis saja."Apa maksudnya ini?" Sean tampak keheranan."Ini tandanya aku tidak hamil," jelas Evelyn dengan santainya.Sean yang semula begitu bersemangat secara mendadak menjadi murung dan terlihat lemas."Kalau begitu Kelvin gagal memiliki adik," ujar Sean dengan mata berkaca-kaca."Tenang saja, kenapa kamu begitu ketakutan? Aku masih bisa hamil di bulan depan atau depannya lagi. Lagi pula umurku juga masih muda, masih bisa memberimu anak," jelas Evelyn
"Apa kamu tidak tahu sopan santun? Di mana Evelyn? Katakan pada istrimu jika atasannya ingin berbicara," hardik pria itu.Sean tak menyangka jika dirinya yang merupakan seorang Presdir dari perusahaan ternama malah dihardik oleh karyawan rendahan yang bahkan bertemu seorang Presdir saja mungkin belum pernah."Kamu pikir dirimu itu siapa? Berani sekali membentakku!""Aku atasan istrimu! Apa kamu ingin istrimu kupecat hanya gara-gara memiliki suami kurang ajar sepertimu?" timpal atasan Evelyn tersebut.Sean benar-benar sudah tidak tahan lagi dengan sikap kurang ajar pria di balik telepon itu."Oh, lihat saja sampai–" Mulut Sean di bungkam oleh Evelyn yang khawatir jika sang suami membocorkan identitasnya."Jangan diteruskan! Kamu bisa membongkar identitasku," bisik Evelyn yang langsung merebut ponselnya kemudian mematikan panggilan telepon tersebut.Sean masih terlihat kesal, meski begitu ia lebih memilih diam daripada harus bertengkar dengan Evelyn."Kenapa kamu harus berpura-pura sepe
Evelyn langsung menghirup udara sekitarnya dengan sangat bersemangat."Ah, oksigen Hawai," ucap Evelyn sambil memejamkan mata, ia tampak begitu menikmatinya.Sean tersenyum senang, setidaknya dengan sesuatu yang tidak seberapa itu bisa membuat Evelyn sedikit melupakan rasa mual yang membuat tubuhnya terasa lemas.Evelyn berlarian kecil di sekitar pantai, ia benar-benar merasa senang menginjakan kaki di Hawaii."Apa kamu menginginkan sesuatu saat ini?" tanya Sean yang ikut merasa bahagia melihat tawa Evelyn."Aku ingin berkeliling pulau dengan menaiki mobil atap terbuka," jelas Evelyn seraya menatap Sean lekat, berharap suaminya itu mau menuruti apa yang ia inginkan.Keinginan Evelyn bukanlah sesuatu yang sulit bagi Sean, tetapi mobil dengan atap terbuka akan membuat sang istri mudah kena flu akibat terus terkena angin."Kenapa tidak menaiki mobil biasa saja?" tanya Sean yang berharap sang istri akan berubah pikiran."Sudah lama aku ingin naik mobil atap terbuka di Hawaii, kenapa kamu b
Meski begitu, Sean lebih memilih diam daripada nantinya Evelyn malah berubah pikiran.Hingga kini keduanya sudah berada di dalam pesawat."Akhirnya," gumam Evelyn seraya mengelus dada.Sean masih menahan untuk bertanya sebelum pesawat lepas landas. Ia sangat cemas jika sang istri malah berubah pikiran dan meminta turun dari pesawat.Tak berselang lama, pesawat pun lepas landas."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Sean yang kini jauh lebih santai, tidak setegang tadi."Kelvin …" Evelyn menghela napas sebelum memalnjutkan ucapannya. "Dia sempat terperosok ke sungai. Tidak ada luka fatal, hanya saja Kelvin menjadi shock dan sangat membutuhkan kita sekarang."Mendengar hal tersebut Sean yang semula tenang mendadak bergejolak lagi. Tidak menyangka jika Kelvin akan mengalami hal menakutkan seperti itu."Apa yang Nicki lakukan sampai Kelvin bisa terperosok ke sungai seperti itu?!" protes Sean sambil mengepalkan tangan saking kencangnya."Tidak perlu emosi begitu, mereka mengawasi dari
Sean yang penasaran langsung meraih amplop coklat itu dan melihat isinya."Bisa-bisanya mereka mengantarkan diri sendiri seperti ini." Sean tampak begitu bahagia melihatnya."Benar, ternyata aku tidak perlu bersusah payah," sahut Evelyn yang merasa jika jalannya kali ini akan berjalan lebih lancar.Evelyn merasa mendapat kebahagiaan bertubi-tubi, setelah kehamilannya, kini ia malah mendapati fakta jika Win Company sedang berada dalam krisis keuangan yang mengharuskan perusahaan milik keluarga Winston itu sampai mengemis meminta Blue Company untuk menjadi investornya.Karena hari itu penuh kebahagiaan, Evelyn pun berniat untuk mengadakan pesta kecil-kecilan di rumah. Hanya sekedar orang-orang rumah dan beberapa kerabat saja."Kak Evelyn, selamat atas kehamilannya. Aku tidak menyangka jika semua akan berakhir bahagia ini, jika ingat masa lalu …." Diana menghela napas panjang, ia merasa terharu karena tahu seperti apa perjuangan Evelyn selama ini."Terima kasih Diana, ini semua juga berk
Evelyn tersenyum simpul, karena keadaan sudah seperti ini, maka mau tak mau ia harus segera mengungkapkannya.Lain dengan Evelyn yang tampak begitu santai, atasannya malah terlihat kebingungan benar-benar tak mengerti dengan respon kepala HRD."Kenapa Anda malah bertanya pada Evelyn, Pak?" tanya kepala divisi yang semakin terlihat kebingungan."Kalau begitu katakan saja yang sebenarnya," jawab Evelyn yang terlihat begitu santai."Kenapa kamu semakin kurang ajar, Evelyn?!" hardik kepala divisi sambil mencengkram tangan Evelyn dengan begitu erat.Melihat hal tersebut, kepala HRD seketika langsung beranjak dari tempat duduknya dengan wajah merah padam."Jaga sikapmu! Jangan lancang pada pemilik Blue Company," hardik kepala HRD.Kepala divisi yang semula tampak emosi itu seketika menjadi canggung dan semakin kebingungan."Apa maksudnya ini, Pak? Kenapa Anda tiba-tiba mengatakan tentang pemilik Blue Company?""Perempuan yang kau sakiti itu adalah pemilik baru dari Blue Company! Aku sudah t