Share

Chapter 99

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-23 11:17:59

Kabar kecelakaan Eva dan Samuel itu telah sampai di telinga Martin. Dia datang ke rumah sakit, wajahnya tegang penuh emosi. Langkahnya cepat menyusuri lorong.

Begitu memasuki ruangan Eva, dia hanya melihat keberadaan Ryan di sana, tidak dengan Henry.

Melihat kedatangan Martin, Ryan segera bangkit, membungkukkan badannya memberikan hormat pada Tuan Besarnya. “Selamat sore, Tuan.”

“Di mana Anak itu?” Tanpa basa-basi dia menanyakan keberadaan Henry.

Ryan bisa melihat jelas wajah tidak bersahabat dari Martin. “Tuan Henry ada urusan di luar, Tuan Besar,” jawabnya.

“Suruh dia kembali dengan cepat!” Martin memberikan titah dengan tegas, membuat Ryan ketar-ketir.

“Ba-baik, Tuan.” Dengan cepat Ryan meraih ponselnya, mencari nomor ponsel Henry.

Baru saja dia meletakkan ponsel di telinganya, pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok Henry yang baru saja tia. Ryan bernapas lega, akhirnya dia terselamatkan.

Masih berada di ambang pintu, Henry sudah disambut tatapan tajam dari papanya, seol
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 100 Frustasi Julia

    Malam hari, di apartemen, Julia duduk di ruang tamu, tangannya terkepal erat di atas lutut, menahan amarah yang mulai memuncak. Matanya menatap kosong ke luar jendela, meski pikirannya jauh dari pemandangan itu. Kecelakaan yang melibatkan Eva itu menjadi kabar yang baru saja dia terima, dan berita yang datang tidak seperti yang dia harapkan. Eva hanya terluka kecil, sebuah cedera ringan yang tidak sebanding dengan harapannya. Itu bukan bagian dari rencananya.Selama ini, Julia telah merencanakan segalanya, menyusun langkah demi langkah untuk memastikan Eva menerima akibatnya. Julia merasa cemburu, merasa bahwa Eva telah mengambil Henry yang seharusnya menjadi miliknya. Segala kebahagiaan, perhatian, dan kasih sayang yang dia inginkan, semuanya diberikan pada Eva. Dan demi mendapatkan Henry kembali, dia bertekad untuk membuat Eva merasakan pahitnya hidup.Namun, ketika kabar datang bahwa Eva hanya mengalami luka ringan, kemarahan Julia meledak. Semua usaha yang telah dia lakukan, ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 101

    Hati Henry berdenyut, nada suara Eva itu seperti tidak mengharapkan kehadirannya. Dengan suara tertahan dia berkata, “Memangnya siapa yang kau harapkan? Samuel?” Samuel?Bagaimana keadaannya saat ini? Dia tidak terluka parah, ‘kan? Apa dia baik-baik saja?Segudang pertanyaan bersarang di dalam pikiran Eva. Lagi-lagi, Samuel mendapatkan situasi sulit karenanya. Memang seharusnya operasi itu tidak perlu dilakukan. Harusnya memang dari awal dia menolak saja walau Samuel dan Nyonya Rosie membujuknya. Pasti hal ini akan tidak terjadi. Dia tidak membutuhkan kedua matanya pulih saat ini. Yang dia harapkan hanyalah keadaan Samuel yang baik-baik saja.Dalam hatinya berdoa, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi pada pria yang selalu menolongnya.Setelah terdiam sesaat, akhirnya Eva menjawab, “Siapa saja, asalkan bukan dirimu yang ada di sini.” Kata-katanya begitu memohok. Dia pun mengalihkan padangannya ke kiri, menolak menghadap Henry. Meski dia tidak bisa melihat di mana posisi Henry, t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 102 Perubahan Sikap Henry

    “Memangnya mau ke mana kau dengannya?” Henry menyilangkan dada, menatap Eva dengan tajam. “Memangnya kalian menuju ke mana sebelum kecelakaan itu? Apa sepenting itu?” Henry menghela napas panjang, seolah menahan emosi yang bergejolak. Sorot matanya tetap tajam ke arah Eva. Dia tahu jawabannya, dia tahu persis jika hari ini harusnya adalah jadwal operasi wanita di depannya itu. Dan kecelakaan yang terjadi itu membuatnya harus mundur. Operasi yang diam-diam dia atur untuk memastikan jika istrinya mendapatkan perawatan terbaik tanpa tahu semua perjuangan yang dia lakukan. Akan tetapi dia memilih diam, tidak mengatakan dan tidak membiarkan Eva tahu. Jika istrinya tahu, pasti dia akan menolaknya. Dia menunggu jawaban Eva, meskipun dalam hatinya dia tahu apa yang akan diucapkan Eva. Eva menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Dia tahu, semakin banyak ia bicara, semakin besar kemungkinan kebenaran akan terungkap. Namun, dia sedikit lega, karena pria yang sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 103

    Eva menelan ludahnya, menahan rasa menggelitik di hatinya. “Apa dia manusia sejenis chameleon?” gumamnya dalam hati. Chameleon adalah makhluk yang ahli berbaur dengan lingkungannya, mengubah warna sesuai kebutuhannya. Atau biasa disebut dengan bunglon.Segala bentuk perhatian Henry terasa aneh bagi Eva. Karena seumur-umur dia tidak pernah merasakan perhatian itu. Pria yang berada di ruangannya seperti topeng yang berganti-ganti wajah. Terkadang terlihat seperti tidak membutuhkan orang lain, di lain waktu dia akan berubah selayaknya pria lainnya yang memiliki rasa cemburu. Dan di saat ini, dia terlihat peduli. Sama persis seperti chameleon yang disebutnya.Berbagai pertanyaan membanjiri pikirannya. Apa yang membuat suaminya berubah seperti itu? “Cepat buka mulutmu lagi,” pintahnya lagi. Eva bahkan tak menyadari betapa patuhnya dia saat itu. Tanpa banyak berpikir, dia membuka mulut untuk menerima suapan berikutnya, meskipun pikirannya sibuk memutar berbagai kemungkinan. Apa yang m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 104 Peduli tapi Gengsi

    Eva menghela napas panjang. “Terserah kau saja, ‘lah. Aku tidak ada tenaga untuk berdebat,” jawabnya, tak berminat memperpanjang pembicaraan. “Sekarang kau bisa keluar, ‘kan? Keluarlah,” sambungnya dengan nada mengusir. Henry masih mematung, seperti enggan untuk keluar. Eva yang ada di sana tidak mendengar pergerakan Henry. Keningnya sedikit berkerut, pria itu pasti masih berada di dalam kamar mandi. “Kau masih belum keluar?” Henry menggaruk leher bagian belakang. “Bagaimana kalau … kau kesulitan?”“Memangnya sejak kapan kau peduli?” sengalnya. “Cepatlah keluar!”Henry menyandarkan tubuhnya di pintu, tangannya bersilang di depan dada. “Tidak. Bagaimana jika nanti kau tergelincir atau pingsan di dalam sini? Siapa yang susah? Pasti aku.”Eva mendengus, mencoba menenangkan dirinya agar emosinya tidak meluap. “Aku tidak akan tergelincir ataupun pingsan! Sekarang, keluarlah!”“Aku tidak akan pergi,” jawab Henry santai. “Aku ingin berada di sini. Aku hanya tidak mau menanggung masalah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 105

    “Apa ada yang mengganggu Anda, Tuan?” tanya Dave, ketika menyadari atasannya itu tengah melamun. Samuel menoleh ke arahnya. “Antarkan aku ke ruangan Eva.” “Ta-tapi, Tuan … Anda masih perlu banyak istirahat. Dokter menyarankan agar Anda tidak banyak bergerak lebih dulu.” “Aku tidak apa-apa, Dave, ini hanya luka kecil. Jangan menganggapnya serius.” Dave tampak gelisah, berdiri di samping Samuel yang sudah bersiap untuk bangkit dari tempat duduknya. "Tuan, mohon pertimbangkan lagi. Kondisi Anda masih belum pulih," desaknya, nada suaranya penuh kekhawatiran.Samuel menatapnya tajam. "Dave, aku tidak akan terbaring di sini seperti pasien tak berdaya. Antarkan aku ke ruangan Eva sekarang.""Tapi, Tuan-"Samuel mengangkat tangan, memotong ucapan Dave. "Pikiranku sudah bulat. Kalau kau terus membantah, aku akan pergi sendiri. Dan aku yakin kau tahu itu bukan ide yang baik."Dave menghela napas panjang, menyerah pada keras kepala atasannya. Dia tahu betul bahwa tidak ada yang bisa mengubah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 106

    “Bukankah kau harus memulihkan tubuhmu? Untuk apa kau datang ke sini?” Henry tetap berdiri di tengah pintu, tidak memberikan celah sedikitpun untuk Samuel masuk. “Aku ingin lihat keadaan Eva. Apa itu salah?” Nada suaranya terdengar menantang. “Pasien tidak bisa diganggu, sebaiknya kau kembali.” Henry berniat menutup pintu kembali, tidak membiarkan Samuel masuk. Akan tetapi suara Eva membuatnya berhenti. “Siapa yang datang?” tanyanya penasaran. “Kenapa kau tidak membiarkannya masuk?” “Ini aku, Samuel,” jawabnya dengan ramah. Perlahan, ekspresi kesal Eva berangsur memudar, digantikan dengan senyum merekah saat mendengar suara Samuel dari ambang pintu. Hatinya begitu lega bisa mendengar suara bariton itu lagi. Sedari tadi dia mengkhawatirkan pria baik hati itu, berharap dia baik-baik saja. “Kenapa kau tidak membiarkannya masuk?” nada suaranya terdengar ketus. “Dia lagi sakit. Nanti kau tertular,” jawab Henry tak masuk akal. Yang mereka alami adalah kecelakaan, apa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 107

    Eva melipat tangannya di depan dada, ekspresinya datar tanpa sedikit pun emosi. “Cemburu?” ujarnya dengan nada skeptis. “Dia ‘kan tidak punya hati untuk merasa cemburu. Walaupun dia cemburu, itu pasti karena sesuatu yang konyol, seperti kehilangan kendali atau egonya yang terganggu. Lagipula, untuk apa juga dia cemburu?”Kalimat itu menusuk Henry lebih dalam daripada yang dia duga. Rahangnya mengencang, tangan kanannya mengepal di sisi tubuhnya. Dia ingin membantah, tetapi suara Eva yang dingin membuatnya kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin dia berkata seperti itu? pikir Henry, tatapannya membara dengan amarah yang ia coba sembunyikan.Eva menunjukkan sikapnya yang tidak peduli itu justru membuatnya semakin jengkel. Dia menatap Samuel dan Eva secara bergantian. Pandangannya semakin menajam ke arah Samuel. Sementara Samuel, di sisi lain, hanya tersenyum tipis sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi rodanya. Tatapan nakalnya penuh arti, menikmati setiap detik ketegangan di antara pa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 152 Kembali Ragu

    “Samuel?” gumamnya pelan, dengan perasaan campur aduk.Nyonya Rosie mengangguk. “Ya. Dia terlihat baik … tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit kujelaskan.”Jantung Eva berdetak lebih cepat. Sudah sekian lama dia tidak mendengar kabarnya, tapi cukup satu penyebutan namanya saja untuk membuat dadanya terasa sesak dan merasa bersalah. Selama ini, dia selalu berusaha menghubungi pria itu, tapi setiap usahanya hanya berakhir sia-sia. Tak ada balasan atau tanda-tanda bahwa pria itu menghubunginya. Setiap pesan yang dia kirim terasa terabaikan. Apa dia benar-benar menjauhiku?Kenapa dia lakukan itu?“Apa dia mengatakan sesuatu, Nyonya?” Eva bertanya dengan rasa penasaran. Nyonya Rosie memerhatikan wajah Eva yang dipenuhi kekhawatiran. Dia pun tersenyum lembut dan menjawab, “Dia memberitahuku jika operasimu berhasil. Dia juga terlihat senang saat mengatakan itu.”Nyonya Rosie memilih diam, tidak membocorkan pembicaraannya bersama Samuel pada hari itu. Sudah cukup tahu bagaimana k

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 151

    Henry tiba di penthouse pada waktu senja. Tangannya penuh dengan paper bag besar, dan terlihat jelas tulisan di paper bag itu adalah merk ternama, dan meletakkan semua paper bag di atas meja. Matanya menatap sekeliling, menyadari suasana hening memenuhi ruangan. Tak ada tanda-tanda keberadaan istrinya. Apa dia di dalam kamar? “Di mana Nyonya kalian?” Suara beratnya itu mampu menghentikan pelayan yang tampak sibuk. Pelayan itu berbalik dan segera menjawab, “Tadi Nyonya bilang keluar sebentar, Tuan.” Henry dengan cepat menanggapi, “Ke mana?” “Kami tidak tahu, Tuan,” jawabnya dengan rasa ragu. “Nyonya tidak memberitahu kami.” Suaranya semakin terdengar pelan. Seketika wajah Henry memerah karena marah. “Kenapa kalian membiarkannya, hah?! Kenapa kalian tidak memberitahuku kalau dia keluar?” Pelayan itu sedikit terjingkat karena terkejut dengan bentakan Henry. “Maaf, Tuan.” Henry mengusap wajahnya, lalu mengacak rambutnya dengan gerakan kasar. Pikirannya penuh deng

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 150 Istriku, Prioritasku

    Henry melanjutkan dengan suara datar dan tegas. “Kalau Mama terus berbicara seperti itu, Henry akan menjaga jarak seterusnya! Eva adalah Istriku, dan aku tidak akan membiarkan Mama mengatakan itu lagi padanya!”Gigi Elise gemertak, mulutnya terkatup rapat. “Jadi kamu lebih memilih dan membelanya?” Suaranya bergetar penuh dengan kemarahan. Dia pun kembali menatap Eva dengan perasaan semakin membara. “Pasti kau sudah mencuci otak Henry, ’kan?” Sementara Eva, wajahnya tampak tenang, tidak menunjukkan kemarahan atau tanda-tanda melawan. “Bisa dibilang seperti itu. Aku memiliki terlalu banyak waktu luang untuk melakukannya.”Dia melirik Henry sebentar, lalu kembali menatap Elise dengan tatapan datar. "Tapi Mama tenang saja, dia masih punya kemampuan untuk berpikir sendiri, walaupun aku tahu itu terlalu sulit dipahami oleh sebagian orang.”Elise terhenyak, wajahnya memerah karena tersinggung, dan kini kemarahannya semakin meluap. Henry pun terkejut mendengar jawaban Eva. Dia tak menyangk

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 149 Eva Adalah Kewajibanku

    Henry memerhatikan Eva yang terlihat memalingkan pandangannya, seolah tidak melihat kehadirannya. Biasanya dia paling tak peduli dengan reaksi Eva selama ini, dan sekarang, dadanya terasa sesak ketika istrinya tak melihat keberadaanya. “Ayo kita berangkat,” ajaknya dengan suara lembut. “Tidak perlu!” Eva berbalik. “Aku bisa berangkat sendiri.”Eva melangkah dengan mantap, bersiap pergi tanpa menoleh lagi. Namun, sebelum dia sempat menjauh, Henry dengan sigap meraih tangannya."Tidak ada penolakan!” tegasnya. Dia menggenggam tangan Eva erat, lalu menuntunnya menuju mobil.Eva ingin menolak, tetapi genggaman Henry terlalu kuat, membuatnya enggan berdebat lebih jauh. Akhirnya, dia membiarkan pria itu membawanya pergi.Selama perjalanan, keduanya terdiam. Hanya suara mesin mobil yang terdengar, sementara tatapan Eva terarah ke luar jendela. Henry, di sisi lain, sesekali meliriknya, ingin mengatakan sesuatu tetapi menahan diri.Akhirnya bersuara, suaranya rendah dan penuh perhatian. "B

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 148 Prioritas Utama

    Henry duduk di kursi kebesarannya, matanya menatap layar proyektor yang sedang menampilkan presentasi. Rapat penting tidak bisa ditunda. Namun di tengah-tengah fokusnya, ponselnya berdering memenuhi ruangan. Semua yang ada di ruangan itu mengikuti asal suara ponsel itu. Tak ada yang berani melayangkan protes padanya. Henry melirik ke layar ponselnya dengan sedikit malas. Hanya satu orang yang berani mengganggunya dalam jam-jam seperti ini, yaitu mamanya. Dia meraih ponsel, kemudian bangkit dan meminta para karyawannya itu melanjutkan pembahasannya. “Halo, Ma,” jawabnya dengan setengah malas. Di ujung telepon, terdengar suara lembut, tapi begitu tegas. “Di mana kamu? Cepat datang ke rumah sakit! Julia sedang membutuhkanmu di sini!”“Kenapa harus Henry?” jawabnya dengan datar. “Dia sudah berbuat baik pada kita, Henry! Dia baru saja mengalami kecelakaan, kita harus balas kebaikannya. Mama mau kamu datang dan merawatnya.” Elise berbicara tanpa jeda, seolah tak membiarkan Henry meno

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 147

    Tak Ada niatan untuk Henry mengalihkan pandangannya dari Eva. Dia bisa merasakan setiap kata yang keluar dari mulut Istrinya itu penuh makna. Nada suaranya terdengar lembut, seolah tulus memberi saran untuknya. Akan tetapi, Henry bisa merasakan nada sarkasme yang tersimpan di dalamnya. “Kau terlihat begitu peduli padanya,” katanya pelan, nada suaranya terdengar datar, tetapi matanya menelisik ekspresi Eva. Eva mengangkat bahu dengan bersikap santai. “Aku hanya mengatakan faktanya. Bukankah memang itu yang terjadi? Kau selalu menjadi penyelamatnya. Atau mungkin … itu hanya kebetulan yang selalu terulang?” Henry menghela napasnya, mencoba menahan kesabarannya. Setiap perkataan Eva itu seperti belati untuknya. Kata-kata yang keluar itu menunjukkan bahwa dia sangat tidak becus berada di sisi Eva selama ini. Henry mengeram pelan, matanya lurus menatap Eva yang tampak santai menikmati makanan miliknya. Ingin sekali dia menyangkalnya, ingin sekali mengatakan jika istrinya itu terlalu be

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 146

    Henry tersenyum penuh kemenangan, dia tak mau tahu, saat itu juga, kalung itu harus berada di tangannya. Setelah negosiasi panjang, akhirnya, kalung itu berada di tangan Henry. Tak mau menunggu, saat itu juga Henry memakaikan kalung itu pada Eva di depan semua orang. Semua tamu yang hadir dibuat terkejut, saat tahu dia memakaikan kalung itu pada seorang wanita. Apa itu Istrinya?Wajar dia bersikap seperti itu, Istrinya benar-benar cantik!Aku kira dia bersama Sekertarisnya tadi!Kenapa aku tidak menyadarinya dari tadi?Yang lebih mengejutkan mereka adalah kemunculan Eva di publik. Selama kedatangannya bersama Henry, banyak yang tidak menyadarinya. Mereka berpikir, dia adalah Julia. Akhirnya, mereka tahu bagaimana wajah Istri dari CEO perusahaan terkenal di kota mereka. "Henry…?" suara Eva sedikit ragu, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Namun, Henry tidak menjawab. Dia memandangi kalung yang terpasang di leher Eva, tidak peduli semua orang menatap ke arahnya. "Ini …

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 145

    “Tuan Henry, mungkin lain kali kita harus bertemu. Saya akan membawa Istriku juga.” Pria itu begitu semangat. Istrinya, yang banyak menghabiskan waktu di rumah pasti akan senang bertemu dengan Eva. Henry terkekeh pelan. Dia pun menyetujui ucapan pria itu. “Saya setuju.”Pria itu tersenyum lebar, wajahnya begitu antusias. “Saya yang akan mengaturnya. Saya yakin para Istri pasti langsung akrab, dan pertemuan kita akan menyenangkan.” “Saya akan menunggu kabar Anda selanjutnya, Tuan.”“Kalau begitu, mari duduk dan nikmati acaranya, Tuan,” ujar pria itu sambil memberi jalan bagi mereka.“Terima kasih banyak,” kata Henry dengan nada halus, menyunggingkan senyum yang sedikit lebih santai.Pria itu membalas dengan senyum tipis, memandang mereka sejenak sebelum beranjak pergi, menyisakan mereka berdua di kursi VIP, dikelilingi oleh kemewahan acara yang sedang berlangsung. Suasana terasa nyaman dan eksklusif, meskipun Henry dan Eva tidak bisa mengabaikan tatapan-tatapan yang mulai tertuju pa

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 144

    Eva duduk di sofa dengan terkulai, matanya terpaku pada ponsel yang ada di tangannya. Dia memandang pesan yang baru saja dia kirimkan pada Samuel. Pesan yang selalu dia kirim dengan penuh harapan, meski tak pernah mendapat balasan. Terakhir kali mereka berinteraksi melalui telepon Henry, sejak saat itu, tak ada tanda-tanda Samuel membalas pesannya. Orang yang dulu selalu ada untuknya, kini tiba-tiba berubah. Tak ada kata-kata, tak ada jawaban, hanya ruang hening yang menyelimuti keduanya. Eva hanya ingin melihat kondisi Samuel, dia merasa banyak hutang budi dengan pria itu di saat semua hidupnya terombang ambing dalam ketidakpastian. Eva tampak berpikir keras. Perasaannya bimbang, antara harus menghubungi Samuel, atau membiarkan pria itu dengan dunianya. Dia merasa bingung. Perubahan sikap Samuel begitu cepat dan tiba-tiba. Sekarang, terasa Samuel tengah menjauh. Wajahnya tampak lesu, dan perasaannya begitu berkecamuk. Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Atau, dia beg

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status