Share

Chapter 101

Author: Sya Reefah
last update Huling Na-update: 2024-12-26 23:41:58

Hati Henry berdenyut, nada suara Eva itu seperti tidak mengharapkan kehadirannya. Dengan suara tertahan dia berkata, “Memangnya siapa yang kau harapkan? Samuel?”

Samuel?

Bagaimana keadaannya saat ini? Dia tidak terluka parah, ‘kan? Apa dia baik-baik saja?

Segudang pertanyaan bersarang di dalam pikiran Eva. Lagi-lagi, Samuel mendapatkan situasi sulit karenanya.

Memang seharusnya operasi itu tidak perlu dilakukan. Harusnya memang dari awal dia menolak saja walau Samuel dan Nyonya Rosie membujuknya. Pasti hal ini akan tidak terjadi.

Dia tidak membutuhkan kedua matanya pulih saat ini. Yang dia harapkan hanyalah keadaan Samuel yang baik-baik saja.

Dalam hatinya berdoa, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi pada pria yang selalu menolongnya.

Setelah terdiam sesaat, akhirnya Eva menjawab, “Siapa saja, asalkan bukan dirimu yang ada di sini.” Kata-katanya begitu memohok. Dia pun mengalihkan padangannya ke kiri, menolak menghadap Henry.

Meski dia tidak bisa melihat di mana posisi Henry, t
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 102 Perubahan Sikap Henry

    “Memangnya mau ke mana kau dengannya?” Henry menyilangkan dada, menatap Eva dengan tajam. “Memangnya kalian menuju ke mana sebelum kecelakaan itu? Apa sepenting itu?” Henry menghela napas panjang, seolah menahan emosi yang bergejolak. Sorot matanya tetap tajam ke arah Eva. Dia tahu jawabannya, dia tahu persis jika hari ini harusnya adalah jadwal operasi wanita di depannya itu. Dan kecelakaan yang terjadi itu membuatnya harus mundur. Operasi yang diam-diam dia atur untuk memastikan jika istrinya mendapatkan perawatan terbaik tanpa tahu semua perjuangan yang dia lakukan. Akan tetapi dia memilih diam, tidak mengatakan dan tidak membiarkan Eva tahu. Jika istrinya tahu, pasti dia akan menolaknya. Dia menunggu jawaban Eva, meskipun dalam hatinya dia tahu apa yang akan diucapkan Eva. Eva menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Dia tahu, semakin banyak ia bicara, semakin besar kemungkinan kebenaran akan terungkap. Namun, dia sedikit lega, karena pria yang sa

    Huling Na-update : 2024-12-28
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 103

    Eva menelan ludahnya, menahan rasa menggelitik di hatinya. “Apa dia manusia sejenis chameleon?” gumamnya dalam hati. Chameleon adalah makhluk yang ahli berbaur dengan lingkungannya, mengubah warna sesuai kebutuhannya. Atau biasa disebut dengan bunglon.Segala bentuk perhatian Henry terasa aneh bagi Eva. Karena seumur-umur dia tidak pernah merasakan perhatian itu. Pria yang berada di ruangannya seperti topeng yang berganti-ganti wajah. Terkadang terlihat seperti tidak membutuhkan orang lain, di lain waktu dia akan berubah selayaknya pria lainnya yang memiliki rasa cemburu. Dan di saat ini, dia terlihat peduli. Sama persis seperti chameleon yang disebutnya.Berbagai pertanyaan membanjiri pikirannya. Apa yang membuat suaminya berubah seperti itu? “Cepat buka mulutmu lagi,” pintahnya lagi. Eva bahkan tak menyadari betapa patuhnya dia saat itu. Tanpa banyak berpikir, dia membuka mulut untuk menerima suapan berikutnya, meskipun pikirannya sibuk memutar berbagai kemungkinan. Apa yang m

    Huling Na-update : 2024-12-31
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 104 Peduli tapi Gengsi

    Eva menghela napas panjang. “Terserah kau saja, ‘lah. Aku tidak ada tenaga untuk berdebat,” jawabnya, tak berminat memperpanjang pembicaraan. “Sekarang kau bisa keluar, ‘kan? Keluarlah,” sambungnya dengan nada mengusir. Henry masih mematung, seperti enggan untuk keluar. Eva yang ada di sana tidak mendengar pergerakan Henry. Keningnya sedikit berkerut, pria itu pasti masih berada di dalam kamar mandi. “Kau masih belum keluar?” Henry menggaruk leher bagian belakang. “Bagaimana kalau … kau kesulitan?”“Memangnya sejak kapan kau peduli?” sengalnya. “Cepatlah keluar!”Henry menyandarkan tubuhnya di pintu, tangannya bersilang di depan dada. “Tidak. Bagaimana jika nanti kau tergelincir atau pingsan di dalam sini? Siapa yang susah? Pasti aku.”Eva mendengus, mencoba menenangkan dirinya agar emosinya tidak meluap. “Aku tidak akan tergelincir ataupun pingsan! Sekarang, keluarlah!”“Aku tidak akan pergi,” jawab Henry santai. “Aku ingin berada di sini. Aku hanya tidak mau menanggung masalah

    Huling Na-update : 2025-01-02
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 105

    “Apa ada yang mengganggu Anda, Tuan?” tanya Dave, ketika menyadari atasannya itu tengah melamun. Samuel menoleh ke arahnya. “Antarkan aku ke ruangan Eva.” “Ta-tapi, Tuan … Anda masih perlu banyak istirahat. Dokter menyarankan agar Anda tidak banyak bergerak lebih dulu.” “Aku tidak apa-apa, Dave, ini hanya luka kecil. Jangan menganggapnya serius.” Dave tampak gelisah, berdiri di samping Samuel yang sudah bersiap untuk bangkit dari tempat duduknya. "Tuan, mohon pertimbangkan lagi. Kondisi Anda masih belum pulih," desaknya, nada suaranya penuh kekhawatiran.Samuel menatapnya tajam. "Dave, aku tidak akan terbaring di sini seperti pasien tak berdaya. Antarkan aku ke ruangan Eva sekarang.""Tapi, Tuan-"Samuel mengangkat tangan, memotong ucapan Dave. "Pikiranku sudah bulat. Kalau kau terus membantah, aku akan pergi sendiri. Dan aku yakin kau tahu itu bukan ide yang baik."Dave menghela napas panjang, menyerah pada keras kepala atasannya. Dia tahu betul bahwa tidak ada yang bisa mengubah

    Huling Na-update : 2025-01-03
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 106

    “Bukankah kau harus memulihkan tubuhmu? Untuk apa kau datang ke sini?” Henry tetap berdiri di tengah pintu, tidak memberikan celah sedikitpun untuk Samuel masuk. “Aku ingin lihat keadaan Eva. Apa itu salah?” Nada suaranya terdengar menantang. “Pasien tidak bisa diganggu, sebaiknya kau kembali.” Henry berniat menutup pintu kembali, tidak membiarkan Samuel masuk. Akan tetapi suara Eva membuatnya berhenti. “Siapa yang datang?” tanyanya penasaran. “Kenapa kau tidak membiarkannya masuk?” “Ini aku, Samuel,” jawabnya dengan ramah. Perlahan, ekspresi kesal Eva berangsur memudar, digantikan dengan senyum merekah saat mendengar suara Samuel dari ambang pintu. Hatinya begitu lega bisa mendengar suara bariton itu lagi. Sedari tadi dia mengkhawatirkan pria baik hati itu, berharap dia baik-baik saja. “Kenapa kau tidak membiarkannya masuk?” nada suaranya terdengar ketus. “Dia lagi sakit. Nanti kau tertular,” jawab Henry tak masuk akal. Yang mereka alami adalah kecelakaan, apa

    Huling Na-update : 2025-01-05
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 107

    Eva melipat tangannya di depan dada, ekspresinya datar tanpa sedikit pun emosi. “Cemburu?” ujarnya dengan nada skeptis. “Dia ‘kan tidak punya hati untuk merasa cemburu. Walaupun dia cemburu, itu pasti karena sesuatu yang konyol, seperti kehilangan kendali atau egonya yang terganggu. Lagipula, untuk apa juga dia cemburu?”Kalimat itu menusuk Henry lebih dalam daripada yang dia duga. Rahangnya mengencang, tangan kanannya mengepal di sisi tubuhnya. Dia ingin membantah, tetapi suara Eva yang dingin membuatnya kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin dia berkata seperti itu? pikir Henry, tatapannya membara dengan amarah yang ia coba sembunyikan.Eva menunjukkan sikapnya yang tidak peduli itu justru membuatnya semakin jengkel. Dia menatap Samuel dan Eva secara bergantian. Pandangannya semakin menajam ke arah Samuel. Sementara Samuel, di sisi lain, hanya tersenyum tipis sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi rodanya. Tatapan nakalnya penuh arti, menikmati setiap detik ketegangan di antara pa

    Huling Na-update : 2025-01-07
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 108 Saat Kata tak Lagi Terucap

    Big Sur, California.Villa itu berdiri megah di atas bukit, menghadap laut lepas Samudra Pasifik, jauh dari keramaian California. Suasana ini menandakan jika dunia hanya miliknya. Bagi Martin, villa itu adalah tempat sempurna untuk berdiam diri. Tak ada seorangpun yang tahu mengenai villa megah yang dia datangi, bahkan istrinya sendiri tidak mengetahui villa pribadi yang dia bangun di kawasan itu. Siang itu, dia duduk di ruang tamu villa yang megah dengan nuansa elegan, dengan pemandangan laut yang memukau. Udara segar dari laut yang beraroma asin dan aroma kopi yang menyeruak menjadi teman untuknya bersantai. Di hadapannya, duduk seorang pria dengan setelan jas rapi, dia adalah Logan, orang kepercayaannya. Martin meneguk kopi miliknya, lalu kembali meletakkan di atas meja. “Kau sudah mengumpulkan semua informasi yang aku minta, ‘kan?” tanyanya, meski dia sudah berumur, suaranya tetap penuh otoritas tinggi. Logan mengangguk, dan akhirnya menjawab, “Ya, Tuan. Saya membawa semua yan

    Huling Na-update : 2025-01-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 109 Pengakuan Julia

    Logan diam, memandang ke arah Martin. Wajah pria paruh baya itu tampak tenang, tetapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Meski Logan tak menunjukkan banyak emosi, tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang mengatakan bahwa dia bisa merasakan kesedihan yang dirasakan Martin. Suasana di sekitar mereka kembali hening, seolah waktu berhenti sejenak, membiarkan setiap orang tenggelam dalam perasaan masing-masing. Di sisi lain kota, Julia dan Elise duduk di meja kecil elegan, ditemani hiruk-pikuk percakapan dari meja-meja lain di Restoran mewah di tengah kota. Aroma truffle dan masakan mewah lainnya menguar di udara, menciptakan suasana yang menyatu dengan kota yang tidak pernah tidur itu. Julia menyentuh gelas campagne-nya, menatapnya sejenak kemudian meneguknya perlahan. Sementara Elise, yang duduk di seberang, memotong daging steak dengan gerakan elegan. Julia kembali meletakkan gelasnya, dengan suara tenang dia berkata, “Apa Aunty tahu kabar terbaru?” Elise menatapnya, wajahnya ta

    Huling Na-update : 2025-01-10

Pinakabagong kabanata

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 168 Ada Apa?

    “Hah ….?” Tanpa pikir panjang, Henry mengikis jarak di antara antara mereka dengan menarik lengan Eva. Dengan gerakan cepat bibir itu menempel di atas bibir Eva, tanpa membiarkan wanita itu mundur sedikitpun. Eva tidak bergerak. Henry semakin memperdalam ciumannya dengan kedua matanya terpejam. Tangannya turun ke pinggang, menarik Eva agar lebih dekat lagi. Dia tidak peduli dengan tatapan para pengunjung yang berada di atas kapal. Yang terpenting adalah momen mereka berdua. Kapal terus bergerak mengitari danau ke sisi lain, tapi Eva tetap di tempatnya. Dia tidak membalas ciuman Henry. Otaknya masih bekerja penuh mencerna semua yang terjadi secara tiba-tiba. Setiap detik terasa begitu lambat, hingga pada akhirnya, Henry mundur perlahan, melepaskan ciumannya. Napasnya masih sedikit memburu ketika matanya bertemu dengan bibir Eva. Dia menelan ludah, mencoba menahan gejolak dalam hatinya. Jari-jarinya masih berada di pipi Eva, tapi perlahan dia mulai melepaskan sentuhannya dan kemb

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 167 Membenarkan Mitos

    Tuan Lawson tergelak melihat ketidak sabaran istrinya. Wanita memang memiliki kesabaran seperti kapas yang terendam didalam air. “Ada legenda lokal yang mengatakan jika pasangan berciuman di atas kapal yang mengelilingi danau, mereka akan diberkati keberuntungan dan kelanggengan hubungan.” Tuan Lawson mulai menjelaskan, sedangkan Sophia mendengarkan dengan penasaran. “Dan aku rasa … Tuan Henry ingin memastikannya setelah mendengar percakapan pengunjung.” Perkataan itu diakhiri dengan kekehan renyah darinya.Selama di dermaga, mereka selalu berjalan beriringan mengawasi para istri yang berjalan lebih dulu. Percakapan itu juga bisa didengar olehnya. Dia tidak percaya jika seorang Henry, yang terkenal dengan keangkuhannya bisa begitu mudah percaya dengan mitos yang baru saja didengarnya. Henry yang selama ini selalu rasional pada hal-hal yang tidak masuk akal itu tiba-tiba saja tertarik. Dia mendengarkan dengan serius selama di dermaga, cerita itu seperti kebenaran yang tak terbantah

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 166 Mitos

    Para rombongan turis baru saja menuruni kapal yang mengangkut mereka mengelilingi danau. Suasana sedikit ramai, namun menyegarkan saat udara sejuk membawa aroma segar pegunungan. Di dermaga tampak sibuk, beberapa turis dan lainnya berjalan dengan arah berlawanan. Eva dengan wajah cerianya tengah berbincang dengan Sophia. Tak ada yang mengganggu percakapan mereka.Sementara Henry dan Tuan Lawson jarang beriringan di belakang mereka, membiarkan para wanita itu berbincang lebih banyak. Namun, di tengah keramaian itu, Henry mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya. Salah satu seorang turis tengah berbincang dengan rombongan mereka, berbisik di dermaga tentang sebuah mitos yang terkait dengan danau tersebut. “Aku mendengar mitos menganai danau ini, katanya, kalau pasangan yang berkeliling di danau dan berciuman di atas kapal, hubungan mereka akan mendapatkan keberuntungan dan bertahan selamanya,” ujar turis itu dengan penuh semangat. “Aku ingin sekali mencobanya.”“Kau mau mencoba

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 165

    Pagi itu, Henry dan rombongannya memulai perjalanan mereka mengelilingi pemandangan alam yang memukau. Di tengah hamparan pegunungan Alpen yang menjulang tinggi, terdapat danau yang tenang seperti hamparan cermin. Pemandangan itu begitu memukau membuat senyum Eva tak pernah pudar dari wajahnya. Biasanya, dia hanya bisa melihat semua itu dari gambar. Sekarang, kakinya benar-benar berpijak di sana. Henry yang berada di sampingnya, bisa melihat kebahagiaannya yang menyatu dengan pemandangan di sekitar mereka. Saat dia melihat Eva, rasanya dia ingin menghentikan waktu, bahkan dalam pikirannya, dia ingin membawa wanita itu ke sisi lain dunia di mana hanya ada mereka berdua. Dia hanya tidak ingin senyum di wajah istrinya dilihat orang lain. Di dunia itu dia ingin membuat kebahagiaan yang tak pernah terukur untuk Eva. Henry menggenggam tangan Eva semakin erat, tak ingin melepaskan momen ini sedetikpun. Hatinya dipenuhi dengan perasaan yang tak terungkap. Di matanya, senyum Eva adalah i

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 164 Flashback

    Setelah telepon berakhir, Henry kembali ke kamar. Matanya menatap ke arah Eva yang sudah tertidur. Dalam tidurnya itu wajahnya tampak tenang. Pikirannya kembali teringat beberapa menit berlalu, bagaimana wajah Eva yang menyimpan keraguan padanya. Henry menghela napas sambil mendongak ke atas. Bagaimana aku menebus semua dosa-dosaku?****4 tahun yang lalu.Apabila banyak orang berpikir, menikah dengan seorang Henry adalah surga dunia, tetapi tidak seperti yang mereka bayangkan. Pernikahan mereka begitu dingin, seperti tidak ada nyawa dalam kehidupan mereka. Dunia mereka seperti saling bertabrakan.Eva adalah sosok yang hangat dan perhatian, selalu mengutamakan orang lain. Sementara Henry adalah orang yang dingin, acuh tak acuk, dan selalu berkata tajam. Tak pernah memberikan kesempatan untuknya masuk ke dalam kehidupannya lebih dalam. Eva selalu merasa terasingkan. Bahkan dia selalu disembunyikan dari publik, tak seorang pun Henry biarkan mengetahui Eva. Dia begitu malu. Betap

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 163

    Eva membaringkan tubuhnya di tepian kasur dengan posisi membelakangi Henry, dan segera memejamkan kedua matanya.Kasur ini memiliki ukuran besar, tapi tetap saja rasanya terlalu kecil saat Henry ada di sini. Dia berusaha terpejam dan menghilangkan gejolak di hatinya. Baru saja matanya terpejam, suara Henry terdengar dari belakang.“Eh!”Suara Henry cukup membuat dirinya reflek terjingkat dan membuka matanya.“Sangat tidak sopan kalau membelakangi suamimu sendiri.” Henry melanjutkan. Detik itu juga, Eva mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Matanya menatap ke langit-langit kamar. Campuran perasaan tergambar jelas di wajahnya, dia sangat pasrah dan sedikit jengkel. Huh? Tidak sopan?Henry mengubah posisinya menyamping dengan satu tangannya dia gunakan untuk menyanggah kepalanya. “Kau tidur di tepi sana, apa memang kau berniat akan tidur di lantai?” Henry berkata lebih dramatis.“Kau tidur berniat memunggungiku, dan tidur di pinggiran kasur. Jujur saja … apa kau benar-benar i

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 162

    Tuk!Tuk! Suara pantofel miliknya memenuhi ruangan. Perlahan dia mendekati Eva. “Eva….” Suaranya pelan, nyaris berbisik. Dia berdiri tepat di hadapan istrinya. Pandangannya menunduk, mengarah pada istrinya di bawah sana. Eva tidak mundur ataupun menghindari tatapannya. Dia justru mendongak, memerhatikan wajah serius Henry. Saat ini, dia mengamati tatapan dalam Henry bagai lautan yang tak bisa dia jelajahi kedalamannya. Tatapan itu bisa menenggelamkannya dalam sesaat. Setelah beberapa detik berlalu, Henry melanjutkan ucapannya, “Kau dan aku adalah dua orang dewasa dan sudah menikah bertahun-tahun. Aku rasa … kau pasti bisa memahami apa yang aku katakan tadi.”Henry mengarahkan wajahnya lebih dekat dengan wajah Eva. “Apa aku perlu memberikan contoh secara langsung padamu?” Tiba-tiba saja suaranya terdengar serak, seperti menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya. Eva menelan ludahnya dan mengalihkan pandangannya ke samping kanan, menghindari tatapan Henry. Tampaknya, dia pa

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 161 Ambigu

    “Sudah kukatakan sebelumnya, pakai baju tebalmu. Kenapa kau tidak mendengarku?” Henry menatapnya dengan serius. Sikap lembutnya berubah menjadi keposesifan yang sulit disembunyikan. “Di sini bukan seperti di rumah. Kau harus memakai baju tebal setiap keluar!”Eva menyipitkan matanya, memerhatikan setiap perhatian Henry. Akhirnya, dia pun membuka suara, “Kenapa kau tiba-tiba sangat posesif?” Dia ingin mendengar jawaban pria itu.Namun, Henry tidak menjawab, dia hanya memastikan mantel itu terpasang dengan sempurna, lalu menggenggamnya dengan erat dan menariknya turun. Eva tidak menolak. Dia membiarkan Henry menuntunnya turun, meski dia sedikit kecewa karena Henry tidak menjawab pertanyaannya. Tak mau kalah, Tuan Lawson pun menunjukkan kepeduliannya pada istrinya. Dia memakaikan istrinya dengan pakaian tebal, memastikan istrinya tetap dalam kondisi hangat. Sophia yang awalnya menerima perhatian itu dengan senang, lama-lama merasa tidak nyaman. Pakaian tebal itu terlalu banyak, me

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 160 Wanita tak Sadar Diri

    “Apa aku harus membantumu untuk sembuh, Nona Julia?” Samuel mengakhiri ucapannya dengan raut wajah yang terkesan meremehkan Julia. Darah Julia semakin mendidih. Tangannya yang mengepal di bawah meja itu semakin menguat, tetapi dia berusaha keras menahannya agar tidak kehilangan kendali. Dengan suara gemetar, Julia berkata, “Kau tidak tahu apa yang aku alami, Samuel! Kau tidak berhak mengatakan itu semua!” Matanya dipenuhi dengan kilatan kemarahan, ia melanjutkan, “Jangan kira kau berbicara sembarangan, itu berarti kau benar! Kau sendiri juga korban yang dicampakkan oleh Eva!”Dada Julia naik turun saat mengatakannya.Namun kemarahannya itu hanya membuat Samuel tertawa karena lucu. Rasanya, dia ingin tertawa lebih keras. “Apa kau benar-benar tidak sadar posisimu, Nona Julia? Atau kau memang tidak bisa memahami bahasa manusia yang aku katakan?” Mata Julia semakin menggelap, karena emosi mulai menguasai dirinya. Samuel kembali membeberkan semua isi kepalanya dengan santai. “Yang h

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status