Note : cerita ini memiliki alur lambat. Cerita berkembang secara bertahap dan perlahan! Maaf untuk di ch 27 jika terlihat aneh saat di baca, karena ada sedikit keeroran. Akan auhtor benahi. Terima kasih.
Eva menghela napas, menatap langit-langit kamar dengan frustasi. Dia menyadari proses perceraian yang lambat memperburuk situasinya, dan dia harus mencari solusi.“Nyonya bisa menghubungi Tuan Henry atau menemuinya langsung. Saya akan mengirimkan pemberitahuan resmi lagi agar Tuan Henry segera menandatangani.” Suara James menunjukkan rasa tanggung jawab dan upaya mencari solusi.Eva mengangguk meski tidak terlihat oleh James, berusaha untuk tetap tenang. “Baik, Tuan James. Terima kasih atas bantuannya.”Ketika percakapan berakhir, dia menutup teleponnya dan duduk diam sejenak.Dia menatap telepon dengan pikiran melayang, meskipun ada harapan, kekhawatiran akan hasil dan kelanjutan proses pereraiannya membebaninya.Di sisi lain, Harrison Realty Partners, dengan senyum cerah dan langkah penuh percaya diri Julia memasuki ruangan Henry.“Halo, Henry, aku sudah menyiapkan dokumen rapat minggu ini. Ini berisi agenda rapat, catatan rapat sebelumnya, dan beberapa catatan penting dari departem
Jonathan membalas jabatan tangan dan tersenyum lebar penuh rasa terima kasih. “Terima kasih banyak, Mr. Henry. Semoga pernikahan kalian selalu diberkati.”Eva terpaksan menahan senyum dan menampilkan wajah bahagia di depan Jonathan. Dia merasa seperti artis papan atas yang memainkan perannya dengan sempurna meskipun hatinya bergejolak.Dia merasakan beratnya perasaan yang harus disembunyikan di balik senyuman yang dipaksakan. Setiap doa tentang kebahagiaan mereka bagaikan cambuk yang mengingatkan ketidakpastian yang dia alami dalam rumah tangga.Tangan Henry terulur mendarat di pinggang Eva. Dia memberika kode dengan gerakan kepala kepada Eva untuk memberikan ucapan selamat pada Jonathan.Eva tersenyum lembut. “Selamat ulang tahun pernikahan, Tuan. Semoga kebagaiaan dan keberuntungan berlimpah selalu menyertai Anda dan sekeluarga.”Jonathan membalas senyuman Eva dengan penuh rasa syukur.Dia memandang Eva lalu mengalihkan matanya ke arah Henry. “Kau benar-benar memiliki Istri yang can
Eva melangkah perlahan menuju kursi di sudut ruangan dengan membawa hidangan lezat di tangannya, sepotong cheesecake lembut dan dasar kue yang renyah.Eva menghela napas lega, ketenangan sudut itu menawarkan kelegaan dari kebisingan hiruk pikuk acara tersebut. Di tengah kemewahan pesta, dia menikmati momen pribadi dengan mencicipi setiap gigitan cheesecake sambil membiarkan dirinya tenggelam dalam rasa tenang yang jarang ia temui di tengah keramaian.Sementara Henry berbincang-bincang dengan para kolega bisnis yang hadir di sana. Kesempatan yang baik untuk para pebisnis menjalin hubungan dengan pebisnis lainnya. Dia membiarkan Eva dalam kesendirian duduk di sudut tanpa berniat menemani.Namun di tengah Eva menikmati cheesecake-nya, seorang pria berjas tampak menghampiri dan duduk di meja yang sama dengannya. Pria itu terlihat muda, tetapi memiliki wibawa.“Boleh saya bergabung?” tanyanya dengan suara lembut.Eva mendongakkan kepala melihat siapa yang datang. Dia kira jika duduk di
“Kau sengaja duduk di sini agar mereka datang mendekatimu?” Eva mengepalkan tangannya tanpa sepengetahuan Henry. Dia mencoba menenangkan dirinya untuk tidak meluapkan emosinya di depan umum. Eva menjawab dengan sedikit ketus, “Memangnya apa masalahnya jika aku berbicara dengan salah satu tamu undangan di sini?”“Kau pasti menggodanya dengan menunjukkan sisi lemahmu kepadanya.” Eva benar-benar dibuat kesal dengan setiap perkataan suaminya. Ucapan-ucapan itu selalu memojokkannya. Dia harus bisa menahannya sampai acara itu selesai. Eva kembali menjawab dengan nada sedikit meninggi, “Sebaiknya kau pergi dan melanjutkan percakapanmu dengan rekan-rekan bisnismu dari pada harus mencari-cari kesalahan yang tidak pernah aku lakukan!”Henry memerhatikan ekspresi Eva yang terlihat serius.Eva kembali melanjutkan dengan berapi-api, “Apa kau berbicara seperti karena kau cemburu? Kita hanya berpura-pura menjadi sepasang Suami Istri yang harmonis, tapi sepertinya kau terbawa dengan peranmu!” H
Keesokan harinya, Henry berada di ruang rapat duduk tenang memandang layar proyektor yang menampilkan slide presentasi.Hari ini, dia memiliki jadwal rapat penting dengan pihak NextGen Development. Mengenai pembangunan mixed-use, jenis pengembangan real estate yang menggabungkan fungsi atau penggunaan dalam satu gedung yang sama.Semua orang yang berada di ruangan itu tampak fokus menatap layar proyektor.Leo, manajer penjualan itu kembali menjelaskan, “Di sini kami memiliki tiga opsi utama untuk proyek pembangunan yang Anda inginkan, Tuan Christopher. Opsi pertama adalah pengembangan apartemen mewah di kawasan Upper East Side. Opsi kedua adalah pembangunan gedung perkantoran di area Finansial District. Dan opsi yang ketiga adalah proyek mixed-use di kawasan Chelsae, yang menggabungkan ruang hunian dan komersial dalam satu gedung.”Christopher tampak tertarik dengan ide gagasan tim Henry.“Kami tertarik pada opsi ketiga, kami bisa melihat potensi besar di kawasan Chelsea. Namun ada be
Di Luxe Avenue, Samuel berdiri dari tempat duduk saat melihat Sophie Goldstein-partner senior di firma investasi dengan jaringan luas dan pengalaman mendalam dalam konteks perusahaan investasi.Dia tersenyum dan menjabat tangan Sophie dengan ramah. “Senang bertemu dengan Anda Mrs. Sophie. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk bertemu.”Sophie tergelak dengan ucapan Samuel yang terdengar sangat formal. “Senang bertemu denganmu juga, Samuel. Kita hanya berdua di sini, kenapa kau harus berbicara formal? Kau menyambutku seperti orang asing.”Samuel terkekeh, “Mari duduk.”Mereka duduk, dan pelayan segera datang mengantar makanan dan minuman mewah yang sudah Samuel pesan sebelumnya.Sebelumnya, mereka sudah menjadi partner akrab di dalam dunia bisnis. Mereka bekerja di bidang yang sama, yaitu investasi.Selama beberapa menit awal, mereka saling bertukar cerita mengenai pengalaman masing-masing dan hal-hal menarik selama menjalani pekerjaan mereka.Sophie tampak akrab dengan dunia inve
Malam harinya, setelah Eva pergi meninggalkan kota beberapa hari yang lalu, Martin selalu berencana agar Henry dan Eva terlibat momen bersama. Dia kembali meminta putra dan menantunya untuk menginap di kediaman mereka untuk beberapa hari ke depan. Eva merasa tertekan dan terhimpit setiap kali dia harus berbagi kamar dengan Henry, karena permintaan mertuanya yang tidak bisa ditolak. Namun meskipun hatinya merasa tidak nyaman, dia berusaha keras untuk menenangkan dirinya. Sementara Henry duduk bersila di tepi kasur dengan santai, tetapi menonjolkan kesan meremehkan. Tangannya terlipat di depan dada dengan senyum sinis yang samar terlihat di sudut bibirnya.“Kenapa wajahmu tegang seperti itu? Apa kau tidak suka jika harus berbagi kamar denganku?”Eva menjaga nada suaranya tetap tenang. “Aku masih harus menyesuaikan jika berbagi kamar denganmu.”Henry mengangkat alis, tetap duduk bersila. Selama 4 tahun dia tinggal di bawah atap yang sama, harusnya Eva sudah biasa dalam hal ini.Dia m
Cahaya lembut menembus cela-cela jendela besar. Eva merasakan cahaya mulai memenuhi ruangan.Dia meregangkan otot-ototnya dengan menguap lebar. Saat kedua sepenuhnya terbuka, dia melihat pemandangan yang tidak pernah dia lihat sepenuhnya.Eva memandang wajah Henry yang tertidur di sebelahnya dengan damai. Dia masih terdiam membeku, pikirannya belum sepenuhnya mencerna apapun. Berselang beberapa menit, matanya melebar lalu berteriak keras dan kakinya menendang orang di sebelahnya. “Aaakh!” Dentuman keras terdengar saat tubuh Henry menghantam lantai. Eva meringis mendengar suara keras yang dihasilkan.Henry berdiri, mengelus punggungnya yang sakit. “Apa-apaan kau, Eva! Kau kira aku bola?”“Ma-maaf … aku ‘kan tidak sengaja.” Eva tergeragap. “Kau tidak apa-apa, ‘kan?”Henry menjawab dengan nada kesal, “Tentu saja punggungku sakit. Sepertinya aku patah tulang karena ulahmu. Kau harus bertanggung jawab jika aku mengalami patah tulang, akan semakin banyak hutangmu padaku.”Eva menyibak s
Suara pintu terbuka. Eva dan lainnya menoleh ke arah dokter yang baru saja keluar dari ruangan. “Bagaimana kondisi Suami saya sekarang, Dok?” Eva berharap akan ada kabar baik. Dengan suara tenang, Dokter itu menjelaskan, “Kami masih harus menunggu hasil laboratorium, Nyonya. Tapi, saya rasa, kondisinya sudah mulai membaik setelah mendapatkan penanganan pertama.” Akhirnya, Eva bisa bernapas sedikit lega sekarang. Setidaknya ada perkembangan dari kondisi Henry saat ini. Tuan Lawson menyahut, “Bisakah kalian mengeluarkan hasil itu dalam waktu singkat?”Dokter itu mengangguk pelan. “Akan kami usahakan, Tuan.”“Bisakah saya masuk ke dalam sekarang?” Rasa tidak sabar menggebu di dalam hatinya.“Silakan, Nyonya,” Setelah mendapat persetujuan, Eva masuk ke dalam ruangan. Dia bisa melihat pria yang biasanya sombong dan arogan itu masih terbaring lemah di sana. Wajah yang sebelumnya pucat, kini terlihat mulai kembali normal. Sementara Tuan Lawson dan Sophia masih berada di luar bersama de
Ketika malam tiba, kapal-kapal berukuran kecil berhenti tepat di sebelah kapal pesiar yang mengangkut Henry dan rombongan lainnya. Sebab, rute mereka sudah tidak bisa berubah, dan tidak ada rute yang bisa dilewati kapal pesiar menuju ke pelabuhan terdekat. Tuan Lawson beserta istrinya dan Eva harus pindah ke kapal kecil itu untuk membawa Henry ke pelabuhan terdekat dan membawanya ke rumah sakit. Meski dia sudah mendapatkan penanganan medis, tak ada tanda-tanda sadar darinya. Tuan Lawson dan tim lainnya bergerak cepat dan memilih jalan lain. Kapal-kapal kecil itu mulai meluncur di atas permukaan air menuju pelabuhan sungai Basel, yang terletak di barat laut Swiss di tepi sungai Rhein, tepat di perbatasan Jerman dan Prancis. Eva masih setia di samping Henry dan menggenggam tangan itu. Dalam hatinya, dia tak henti mengucapkan doa untuk kesehatan suaminya. Matanya terpejam. Setiap detiknya dia berdoa.Tuhan … jika Engkau mendengarku, aku mohon bangunkan Suamiku dari kondisi kritisny
Eva masih berada di samping Henry yang masih belum menunjukkan tanda-tanda sadar. Suasana di luar tampak sedikit riuh dan tegang setelah insiden. Kapal itu bukanlah milik pribadi, jadi, beberapa tamu mulai berbisik dan merasa was-was. Penjagaan ketat dilakukan di luar ruangan. Tim keamanan kapal menyisir setiap sudut dapur dan memeriksa semua bahan makanan yang digunakan. Para karyawan tidak diperbolehkan bergerak atau berpindah tempat sebelum pemeriksaan selesai. Sementara di sisi lain kapal, di koridor sepi yang jarang dijamah, seorang pria memakai jas silver berjalan perlahan dengan tenang. Pria itu menatap sekeliling, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Di rasa aman, dia mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, dan menekan nomor seseorang.“Halo, Nona.” Dia berbicara pelan.“....”“Racun bekerja sesuai yang diperkirakan. Tapi ….” Ucapannya terjeda sejenak. “Justru yang memakan bukanlah si wanita itu, Nona.”Dia terdiam sejenak, mendengarkan suara di balik telepon yang tidak t
Semuanya panik. Eva segera mendekat mengguncang tubuh Henry, berharap pria itu bangun dan baik-baik saja. “Henry! Apa kau mendengarku?” Suasana menjadi tegang. Tuan Lawson berteriak dengan keras, “Panggil Dokter, cepat!”Para pelayan kapal berhamburan memanggil petugas medis yang ada di sana. Beberapa detik kemudian, petugas medis datang dengan perlengkapan darurat mereka. Salah satu dari mereka memeriksa denyut nadi Henry. Mereka memberikan pertolongan pertama, tapi Henry tetap tak sadarkn diri. Air mata Eva mulai mengalir deras membasahi pipi. Hatinya dikuasai dengan perasaan khawatir. Sementara Sophia berada di sampingnya, mencoba menenangkannya. Setelah pemeriksaan singkat, salah satu petugas medis itu mengungkapkan, “Kami mengidentifikasi ada zat berbahaya dalam makanan yang dikonsumsi, Tuan.” Dahi Lawson mengernyit. “Bagaimana bisa?”Semuanya terkejut, terutama Eva. Sementara Tuan Lawson bertanya-tanya dan merasa bersalah dengan kejadian ini. “Berikan penanganan untukny
“Naik kapal?” Eva tampak mencerna ucapan Henry. “Bukankah kita sudah pernah melakukannya?”“Emm.” Henry memberi deheman kecil sambil mengangguk. “Tapi bukan kapal waktu kita di danau kemarin.”“Lalu?” Eva menatapnya dengan penuh penasaran.Henry mengangkat bahunya. “Yang aku dengar, kapal ini akan membawa kita ke beberapa negara,” jawabnya sambil sedikit berbisik.“Wah! Benarkah?” Eva terkagum. Henry mengangguk singkat. Sementara Eva, seperti biasa pikirannya akan dipenuhi oleh berbagai macam isi. Perjalanan seperti apa yang akan dia nikmati nanti? Dan seberapa banyak uang yang digelontorkan Tuan Lawson untuk liburan ini? Liburan itu terasa sangat mewah untuknya. Dan mengenai perkataan Henry, ini seperti bukan hanya sekedar liburan baginya. Ini terlalu mewah. Eva menatap sekeliling. Pandangannya terarah pada koper yang akan mereka bawa. Pantas saja koper-koper itu dikemas juga.Henry sedikit menggeser tubuhnya, sedikit menundukkan wajah dan kembali berkata pelan, nyaris berbisi
Ckiit!Mobil itu berhenti mendadak hingga membuat ban-ban depannya berdecit di atas aspal. Seorang pria yang duduk di kursi pengemudi itu tampak kesal. Dengan wajah memerah, dia memukul setir dengan keras. “Sial!” Dia memandang ke arah cermin dengan raut marah, yang memperlihatkan kedua orang yang berada di lampu merah itu mulai meninggalkan area. Rencananya malam ini gagal. Kedua orang itu berhasil menghindar dari mobilnya. Tak berselang lama, dia kembali melajukan mobilnya dan berbelok ke arah lain. Namun dia berjanji jika dia akan kembali lagi. Sementara di dalam Rumah Makan, Henry menarik kursi untuk Eva duduk. Keadaannya masih dalam keterkejutan. Hal yang terjadi beberapa menit lalu masih teringat jelas di dalam kepalanya. Dia tidak melihat asal mobil itu, tapi tiba-tiba saja dia hampir terserempet, beruntungnya Henry segera menariknya untuk menepi. Henry menekuk kakinya, menyetarakan tinggi badannya dengan Eva. “Kau tidak apa-apa, ‘kan?” Tangannya membelai pipi Eva dengan
Henry memandang Eva yang tampak terdiam, pikirannya jelas terfokus pada hal lain. Wajahnya yang tampak tenang, kini terlihat lebih serius. Ia bisa melihat Eva tampak merenungkan ide yang ia katakan tadi. Henry tahu bahwa Eva bukanlah tipe yang cepat merespon, ia memerlukan waktu untuk memikirkan segala sesuatu. Eva belum memberikan jawaban, tapi Henry bisa melihat bagaimana pikirannya bekerja. “Tidak mau?” Dia tetap menunggu. Eva beralih pada Henry, akhirnya, suaranya memecah keheningan dengan lembut, “Aku rasa … menyusuri kota ini saat malam hari bukanlah ide yang buruk.” Eva tersenyum kecil. “Aku mau, kita jalan-jalan malam ini.” Henry tersenyum lebar mendengar jawabannya. “Sekarang cepat bersiap.” ****Henry dan Eva mulai menyusuri jalanan kota Swiss pada malam hari. Keduanya bergandengan tangan dan memakai mantel panjang nan tebal untuk melindungi diri dari udara malam yang terasa lebih dingin. Udara sejuk terasa begitu segar, dan kota yang biasanya ramai pada siang hari,
Henry dan Eva kembali berhenti di salah satu kedai. Kali ini, mereka berhenti di kedai fondue keju, campuran keju leleh yang dihidangkan dalam pot khusus, di mana pot itu diletakkan di atas kompor kecil agar keju itu tetap meleleh dan hangat. Hidangan ini adalah khas Swiss yang ikonik. Orang-orang biasanya makan fondue menggunakan garpu panjang dan mencelupkan roti yang sudah dipotong dadu kecil ke dalamnya. Setelah menunggu, fondue mereka telah dihidangkan di atas meja. Eva terlihat semangat, tidak sabar untuk mencicipinya.Perjalanan mereka hari lebih dipenuhi dengan kunjungan ke berbagai kedai, sambil menikmati berbagai hidangan khas yang menggugah selera. Eva mulai mencelupkan roti ke dalamnya. Saat mencicipinya, dia mengangguk, ekspresinya tidak bisa bohong ketika mencicipinya. “Emm … makanan di sini tidak ada yang mengecewakan.” “Sepertinya, kau memiliki selera makan yang baik,” kata Henry dengan sedikit terhibur.Matanya menyiratkan kebahagiaan yang tak terucap. Selama ini
Henry dan Eva berjalan berdampingan di trotoar kota Swiss. Udara sejuk menyentuh kulit mereka, dan sinar matahari yang tidak terlalu terik membuat semakin nyaman. Suara langkah kaki mereka seirama dengan hiruk pikuk kota yang tenang. Di tangan mereka, terdapat sandwich, yang mereka beli untuk mengganjal perut saat di perjalanan. Di sepanjang jalan, kedai-kedai kecil berjejer rapi dengan aroma yang menggugah selera. Eva mengajak Henry untuk berhenti di depan salah satu kedai yang menjual rosti, kentang parut yang digoreng seperti hash brown. “Bolehkah aku membelinya?” Henry mengangguk. “Belilah apapun yang kau mau.”Eva tersenyum. Lalu memesan dua porsi, untuknya, dan untuk Henry. “Eh, satu saja, Tuan.” Henry menyela dengan cepat, memberitahu pada penjual itu. Penjual itu mengiyakan tanpa merasa keberatan. Eva menoleh ke arahnya dengan ekspresi bingungnya. “Kenapa?” “Aku sudah kenyang.” Henry menjawab dengan santai. Kemudian, mereka menunggu beberapa menit hingga akhirnya mak