Bunga Allesia, wanita cantik yang selalu menjadi bahan perbincangan banyak orang, terutama para pria.
Ia terlahir di keluarga kaya yang membuat dirinya semakin sempurna.Sesaat, ia memandangi dan mengagumi kecantikan yang selalu ia syukuri itu di depan cermin, hingga suara seorang anak laki-laki mengalihkan perhatiannya.“Ibu, aku lapar...” rengek Jordhy.“Tunggu sebentar, Sayang. Kembalilah ke kamarmu, akan ibu antarkan nanti.”Cup! Sebuah kecupan mendarat di kening anak itu sebelum langkahnya benar-benar meninggalkan tempat itu.“Ah, tidak!” Suara teriakan itu segera membuat Jordhy masuk dan bersembunyi di kolong kamarnya.Sesaat kemudian, tampak jika dua pasang kaki memasuki kamarnya.“Duduk di atas ranjang dan buka pakaianmu!” Perintah itu begitu jelas terdengar seperti sebuah ancaman.Bunga tampak amat sangat ketakutan sekarang, terlebih lagi keberadaan putranya yang tak ia ketahui.Perlahan tapi pasti, ia melucuti pakaiannya sendiri saat ini.Jordhy yang tengah bersembunyi di bawah tempat ibunya duduk ingin sekali bertanya ada apa, namun ia yang bijak memilih untuk diam dan menunggu situasi menjadi lebih kondusif.Tak berselang lama, sesaat pria itu hendak menyentuh tubuh Bunga, beberapa orang juga ikut masuk.“Mas?” Terdengar panggilan lirih dari bibir wanita itu.“Siapa sebenarnya kalian semua?” tanya Abigael dengan nada pasrah tepat ketika ia ditendang hingga berlutut di lantai sekarang.“Kamu tidak perlu tau siapa kami. Untuk saat ini, yang paling penting adalah beri izin untuk kami mencicipi istrimu.”“Sialan! Awas saja kalian berani menyentuh, akan kubunuh kalian semua!” bentak Abigael yang tentu saja tidak terima.Pria sejati mana yang akan terima dan membiarkan istrinya digilir oleh pria asing yang juga entah siapa.Dor!Suara tembakan itu tepat mengenai bahu Abigael yang membuat cairan kental merah mulai tercecer di mana-mana.Hal itu membuat Jordhy semakin diam dalam persembunyiannya. Anak itu juga bisa mendengar dengan jelas suara isak tangis sang ibu yang tengah menahan rasa takut.‘Ibu, tolong usir mereka pergi, aku takut. Ibu, tolong Ayah, dia terluka sekarang,’ batin anak itu memeluk diri sendiri.Diam selama beberapa saat, sampai akhirnya salah satu dari orang asing itu mendekat ke arah Abigael, sepertinya ia adalah bos dari komplotan orang-orang itu sebab ia paling banyak bicara.“Cepat! Berikan izin pada kami, atau dia akan mendapat luka yang sama denganmu!” ancamnya.Abigael menatap sang istri yang terus menggelengkan kepala, menunjukkan rasa takut yang dideritanya.Abigael membuang pandangannya, ia menatap kelima pria itu. Berpikir sejenak.Mungkin, bahkan jika ia memberi izin sekalipun, ia akan tetap dibunuh.“Lebih baik, bunuh saja aku. Jangan bawa-bawa masalah ini dengan keluargaku. Walau aku bahkan tidak tau masalahnya apa.”Ucapan itu nyatanya membuat orang-orang jahat itu kian kesal.Tak ingin dianggap bermain-main, sebuah tembakan segera diarahkan ke lengan Abigael yang satu lagi. Lagi, cairan kental merah itu tercecer di mana-mana.“Arrgghh! Siapapun kalian, semoga keluargamu mendapatkan perlakuan yang sama. Semoga kematian kalian tidak pernah benar. Itu sumpahku!” teriak Abigael yang sudah tidak tahan lagi tatkala emosinya dipermainkan.“Baiklah!” jawab bos komplotan itu lalu memberikan tembakan dua kali di masing-masing kaki Abigael.Tak berhenti sampai di sana, pria itu memberi perintah agar anak buahnya membaringkan Bunga di sisi suaminya.Ia mendekat sekarang, menikmati tubuh Bunga seolah ia sangat mengimpikannya sejak lama.“Ah, luar biasa!” pekiknya dengan nada jahat di telinga Abigael yang masih sadarkan diri dan harus melihat istrinya menderita.Tak berujung sampai di sana, bos komplotan itu juga memberi perintah pada keempat anak buahnya yang lain agar ikut menikmati tubuh wanita itu.“Semoga Tuhan menerima sumpah suamiku,” ujar Bunga dengan sangat geram setelah ia mendapatkan luka yang mungkin tidak akan terlupakan sampai ia mati nanti.Suara tawa gelak kelima orang jahat itu malah berkumandang dengan sangat jelas sekarang. Kelima orang itu menatap Abigael dengan penuh ejekan seolah merekala pemenangnya.“Sudah, habisi dia!” Sebuah perintah yang segera dilakukan.Dor!Satu tembakan terakhir yang segera menembus jantung Abigael.Di sisa napasnya yang sudah tersengal-sengal, tatapannya tertuju pada putranya yang ternyata berada di bawah tempat tidur.Ia memberi isyarat agar anak itu tidak bersuara. Begitulah hidupnya berakhir dengan mata terbuka.“Mas, bangun ... Mas?”“Mas?”“Dengar aku, Mas!”“Mas, tolong bangun!” teriak Bunga dengan nada memohon yang tentu saja tidak akan pernah mendapat jawaban sebab pria itu telah benar-benar tak bernyawa.Ia bahkan tidak dibiarkan menyentuh pria itu ketika dirinya ditarik paksa untuk berlalu dari sana.Lagi, ia dipaksa untuk melayani nafsu para pria bejat itu. Entah dosa apa yang sudah ia lakukan sehingga harus mendapatkan luka yang mungkin akan mengubah kehidupannya 180 derajat.Jordhy yang masih berada di tempatnya memutuskan untuk tidak berpindah. Ia memilih diam dan berharap jika mungkin bantuan akan segera datang.Perlahan, ia menutup mata lalu tertidur.Seminggu telah berlalu. Kini, keadaan kacau di villa itu akhirnya diketahui oleh khalayak ramai. Para petugas pun berjejer berdatangan ke sana untuk melakukan investigasi.Sampai akhirnya, keberadaan Jordhy juga diketahui. Keadaan anak itu sungguh miris.Ia bahkan tidak makan dan minum selama itu. Matanya juga masih tertutup dan tiba-tiba berteriak histeris ketika melewati tempat pengeksekusian ayahnya yang sekarang masih bercecer darah.“No, no, no. Semuanya baik-baik saja, Nak,” ujar Joenathan—sang paman, sekaligus orang pertama yang melihat kekacauan itu.“Ada kami di sini, Nak.” Suara sang petugas wanita juga membuat keadaan Jordhy sedikit lebih tenang.“Ayo, segera bawa dia ke rumah sakit!” teriak Joenathan dalam kepanikannya sambil menitikkan air mata.Dalam matanya yang tampak tertutup, Jordhy masih bisa melihat kejadian di sekitarnya. Dengan pemandangan itu, ia menjadi yakin pada pria itu sekarang.“Tolong tangani keponakan saya sebaik mungkin. Tolong, Dok ... tolong ...”Suara penuh rasa cemas itu juga membuat Jordhy semakin yakin jika Joenathan adalah orang yang patut ia percayai.“Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak!” jawab seseorang yang kemungkinan besar adalah dokter.“Ada korban lainnya!” Sebuah suara yang juga membuat kehebohan kembali tercipta.Jordhy tak lagi tau apa yang terjadi setelahnya sebab dirinya segera dibawa pergi setelah itu.“Di-di ma-na a-ana-k sa-ya?” tanya Bunga dengan nada lirih.Keadaannya amat sangat mencemaskan sebab ia ditemukan bahkan tanpa sehelai pakaian. Tubuhnya juga sangat kaku namun bergetar hebat.“Tolong selamatkan kakak ipar saya juga!” teriak Joenathan dengan nada histeris sebelum akhirnya menangis terisak.Ia sungguh tidak menyangka jika panggilan ancaman dari para penjahat itu benar adanya. Nyawa sang abang telah melayang bahkan dengan keadaan yang sangat mengerikan.“Kami akan berusaha mengusut tuntas kasus ini,” ujar Devi—petugas keamanan wanita yang tampak prihatin dengan keadaan pria itu.Joenathan tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap tempat itu dengan penuh amarah dan dendam.***"Di mana Ibu?"3 hari telah berlalu. Jordhy membuka mulutnya untuk pertama kali. Joe yang sudah menunggu saat itu, pun segera mendekat lalu memberikan dekapannya."Kamu baik-baik saja, Nak? Syukurlah." Jordhy segera menarik ke luar kepalanya dari dekapan pria dewasa itu, menatap ke segala arah. Ia ingin bicara sesuatu pada siapapun yang ingin mendengarkannya."Di mana ibuku?""Kamu jangan terlalu banyak pergerakan dulu, Nak. Keadaanmu belum begitu baik," ujar sang paman mencoba memberikan ketenangan.Merasa dirinya mendapat himpitan pergerakan, anak itu lantas memberontak kemudian mencoba ke luar dari sana. Merupakan sebuah usaha yang sia-sia ketika anak buah pria itu menarik dan menangkapnya."Panggil dokter sekarang juga!" titah Joe.Devi yang baru saja tiba di tempat itu, segera masuk kemudian mendekat. Ia mencoba mencari tahu apa yang tengah terjadi. Bukannya mendapat jawaban, ia malah ditarik paksa oleh Joe."Kamu ... tolong jangan bertindak terlalu jauh. Keponakanku butuh keten
“Om, di mana kita? Aku tidak tau tempat ini,” tutur Jordhy merasa keheranan dengan keadaan sekitarnya.Joe tidak segera menjawab. Ia hanya tersenyum sembari membuatkan segelas susu yang kemudian disajikan di hadapan anak itu.“Diminum ya, Jord."“Om, di mana kita? Apa ibuku sudah ketemu?”Joe sedikit berdecak sembari menggelengkan kepalanya dalam. Ia duduk di sisi anak itu kemudian memberikan dekapan dengan penuh kasih sayang.“Maafkan om yang belum bisa berbuat banyak untuk kamu, Nak.”“Om?” Memanggil dengan nada sendu.“Keadaan memaksa kamu untuk kuat dan cepat dewasa. Jadi, mengertilah. Perlahan, keadaan akan mengajari kamu untuk cepat paham.”Tak lagi menuntut penjelasan, Jordhy memilih untuk menurut. Ia segera meneguk habis susu itu kemudian tidur.Joe tampaknya bersikap sangat baik. Ia bahkan membacakan dongeng sekarang. Entahlah dari mana ia tahu kebiasaan itu.Beberapa saat kemudian, ia mengubah lampu ke mode lampu tidur. Lalu memberikan sebuah kecupan di kening anak kecil itu
“Om, aku pamit, ya?” ujar Jordhy yang memilih untuk berkelana sejak hari itu. Sejak kelulusannya dari SMA, masih ada waktu baginya bersantai sebelum masuk ke perguruan tinggi. Hal itulah yang membuat hati Joe sedikit terbuka.Pria setengah baya itu tampak tidak begitu senang. Ia seolah tidak rela dengan kepergian keponakannya itu. Baginya, dunia luar hanya menyediakan ancaman dan bahaya.Trauma adalah perasaan dan prasangka yang paling tepat yang dialami saat ini. Sungguh, ia tengah menunjukkan ketidaksukaannya sekarang berharap anak itu akan merubah keputusannya.“Om, kalau aku kelamaan di sini, bakal ketinggalan bus, dong.”Iya, Jordhy juga memilih untuk naik bus dengan alasan agar bisa mendapatkan pengalaman lebih banyak. Nyatanya, ia hanya ingin menikmati waktu.“Ya sudah, pergilah sana. Jangan lupakan kami di sini. Setiap busnya berhenti, kasih kabar!” titah Joe pada akhirnya.“Siap, Om!” Menjawab dengan penuh energik agar si paman lebih merelakannya.“Nak, jangan sampai kamu ti
Bunga baru saja menyelesaikan pekerjaannya segera menuju ruang administrasi di rumah sakit itu. Ia mendapatkan gaji yang kesekian kalinya.Hingga saat ini, ada rasa syukur yang teramat sebab ia yang dinyatakan sembuh oleh pihak rumah sakit dan diberi pekerjaan walau hanya sebatas cleaning service.“Anda sudah diberi kehendak untuk ke luar dari sini, silakan …”Bunga menggeleng.“Bu, kalau saya masih diberi kesempatan untuk tinggal di sini. Rasanya saya tinggal di sini saja. Saya ingin membantu lebih banyak pasien untuk sembuh.”“Memangnya kamu tidak merasa rugi? Sudah sehat malah menghabiskan waktu di tempat ini.”“Tidak.” Wanita itu kembali menggeleng. “Saya akan menghabiskan waktu sebanyak mungkin untuk mereka. Walau mungkin sampai waktunya tiba untuk bertemu anak saya nanti. Tidak apa-apa, kan, Bu?”Wanita berjas putih itu menggeleng seraya tersenyum ramah.“Malah saya juga akan berusaha membantu sebisa saya. Sekarang kamu pulang dan istirahat saja dulu. Tubuh kamu sepertinya kuran
Setelah pelarian yang cukup melelahkan dan memakan korban enam orang, Jordhy memilih untuk rehat. Ia mengajak Sarah untuk ikut dengannya.Gadis itu tampak sudah sangat lemah. Ia segera memuntahkan isi perutnya yang segera dibantu oleh Jordhy sekarang.“Aku haus, tolong ambilkan air.”Setelah drama muntah-muntah yang cukup panjang, akhirnya Sarah bisa lebih tenang sekarang. Ia juga mengeluarkan sisa dua ponsel yang masih ia simpan.“Tolong pesanan kami segera diproses, ya.” Terlihat jika pria berumur 17 tahun itu membuat pesanan makanan mereka.“Ini, HP nya. Aku serahkan semua padamu, ya. Jadi, tidak ada lagi urusan di antara kita.”“Simpan saja. Kalau orang lain melihat semua HP ini, bisa-bisa aku dituduh sebagai perampok,” tolak Jordhy.“Apaan! Aku tidak mau berurusan denganmu lagi. Capek tau!”“Ara-ara, tolonglah aku. Setidaknya bantu aku sampai ke kota itu. Tujuan kita juga sama, kan. Setidaknya kamu membawaku sampai ke kota itu saja.”“Ara-ara, ara-ara,” omel Sarah terlihat tidak
Terlihat jika seorang pria tengah menghampiri Sarah dengan perlahan kemudian mengagetkan gadis itu. Keduanya segera berpelukan kemudian. Terlihat jelas jika persahabatan mereka sudah begitu akrab.Beberapa saat kemudian, pria itu juga mengajaknya makan bersama. Hal itu memang selalu dilakukan setiap mereka bertemu di penghujung semester. Dan kali ini, mereka ingin merayakan kelulusan Sarah.“Kai, aku sebenarnya masih kenyang.”“Halah. Kamu kan orang yang selalu kelaparan setiap mudik karena takut beli cemilan selama perjalanan. Sudah, aku yang bayari, kok.” Pria itu menarik tangan Sarah sekarang.Langkah gadis itu terhenti tatkala memang dirinya tidak sedang lapar. Ia menolak ajakan itu untuk pertama kalinya.“Ada apa? Biasanya juga kamu yang ngajakin. Ada orang baik yang beliin kamu, ya?”Sarah mengangguk membuat pria itu sedikit terkejut sekarang. Ia tahu betul jika gadis ini bukan tipe orang yang mudah percaya pada orang lain.“Siapa dia? Aku mau temuin dia. Jangan-jangan …”“Ssst.
Santai, menikmati secangkir kopi yang dibuatkan sendiri sambil memainkan ponsel adalah gambaran kegiatan Jordhy sekarang. Ia tengah menatap benda pipih yang berjumlah tujuh buah di hadapannya.Sungguh, ia sudah mulai merasa muak dan lelah. Seminggu bukanlah waktu yang singkat untuk memainkan situasi sehingga dirinya tidak dicurigai.Berangan-angan, ia akhirnya mulai mengubah taktik. Sejak saat itu, ia tak lagi membalas pesan dari pamannya secara bersamaan. Ia membuat jarak.Tangannya juga mengetikkan pesan yang ternyata isinya adalah tanggal kematian ayahnya. Air matanya bahkan ingin menetes sekarang. Ah, seharusnya hari ini ia berkunjung ke sana. Namun, ia tak ada keberanian untuk meminta izin.Tatkala ia terbengong cukup lama, Rein segera mendekat bahkan membuatnya terkejut.“Lagi mikirin apa? Bosan sudah pasti kamu di rumah saja. Sudah sana, mainlah dulu. Entah jalan-jalan. Ada motor, tuh.”“Bro, seriusan nih saya dikasih izin
Sarah dicecar oleh sang ibu yang memang selalu ingin jika dirinya melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Berbeda dengan gadis itu yang ingin menjelajah ke luar kota dan sesekali pulang untuk mengunjungi rumahnya.Hal itu tentu saja menjadi bahan perdebatan di antara mereka. Sarah tetap pada keputusannya untuk tidak melanjutkan pendidikannya walau seberapa banyak pun keluarganya memaksa.“Aku ke luar sekarang. Mau tenangin pikiran dulu,” ujarnya segera berlalu dengan sepedanya yang sebenarnya tidak begitu bagus lagi.“Kai, tolong datang dan kejar Sarah sana. Takutnya nanti dia ngelakuin hal nekat,” ujar sang ibu melalui sambungan telepon.Kai yang sebenarnya sudah berada di sekitar tempat itu pun segera meluncur. Apalagi ia yang telah melihat kepergian Sarah.Terlihat jika gadis itu sangat ceria sekarang. Seolah tidak ada masalah dalam hidupnya. Gadis berusia 17 tahun itu terus mendayung sepedanya sambil bersenandung.“Ck,” deca