Di ruangan Deffin suasananya sangat mencekam, badai yang sebenarnya telah terjadi.
"Dasar jalang! Brengsek !!!!" teriak Deffin marah. Dengan segera Deffin mengambil pistol yang di simpan di laci dan menembak kaki kiri Bella.
Doorr..
Seketika Bella ambruk di lantai dengan teriakan histerisnya. Bahkan bibirnya tidak sanggup bicara lagi karena menahan sakit akibat merasakan timah panas yang menembus kulitnya.
" Sengaja aku tidak menembak kepalamu, suatu keberuntungan jika kau langsung mati," ucapnya dengan nada dingin juga masih menatap dengan aura membunuh.
"Aarrggghhh...." Deffin meluapkan rasa kesalnya. Semua yang ada di atas meja jatuh berserakan, sudah tidak peduli barang penting atau tidak.
Masih belum puas, Deffin menginjak dada Bella dan menekannya.
"Aku bersumpah akan membuatmu menderita hingga kau memohon kematianmu sendiri."
Adegan terakhir itu ditont
Beberapa hari ini kesehatan Deffin berangsur membaik, tidak ada pembicaraan antara Deffin dan Azkia yang menyinggung kejadian kemarin.Deffin yang tetap tidak mau menceritakan tentang dirinya, begitu pula dengan Azkia yang pura-pura tidak tahu.Sudah seminggu tidak berangkat ke kantor, Deffin menggunakan waktunya sebaik mungkin, yaitu bermanja-manja dengan Azkia.Sedangkan Azkia tidak merasa keberatan sama sekali, dia sudah terbiasa dengan sikap aneh Deffin.Hari ini sudah siang, bayi besarnya sedang tidur siang, sedangkan Azkia sama sekali tidak mengantuk karena bangunnya tadi kesiangan.Semalam mereka membicarakan hal menyenangkan hingga membuat kedua orang itu begadang, Alhasil Deffin membiarkan Azkia bangun kesiangan, sedangkan dia mengurusi pekerjaan kantornya di rumah.Merasa bosan Azkia berniat ke lantai bawah, hanya ingin melihat taman di belakang rumah, banyak tumbuhan buah-buahan dan an
Minggu demi Minggu telah terlewati, Deffin dan Azkia semakin dekat, kisah masa lalu mereka berdua masih tetap menjadi misteri. Semua aturan Deffin membuat Azkia terbiasa menjalankan tugas itu, sekarang tidak ada lagi beban di hatinya ketika menjalankannya.Karena sekarang bagi Azkia Deffin tidak menyeramkan seperti waktu pertama bertemu, kali ini dia lebih berani untuk berpura-pura merajuk, sedangkan Deffin yang sudah dibutakan cinta, merasa tingkah Azkia semakin menggemaskan.Malam yang biasanya hangat terasa dingin bagi Deffin, sudah seharian ini dia tidak bisa memeluk istri kesayangannya. Lama kelamaan Azkia mulai menunjukkan sifat aslinya, dia seorang perempuan yang tegar namun akan manja jika berada di samping orang yang membuat nyaman dirinya.Perempuan yang keras kepala, berani, dan agak licik tentumya. tapi kelicikannya bukan untuk hal jahat pastinya.Jam menunjukkan pukul 9 malam, jika biasanya dua orang itu akan bergelung di dalam selimut yang s
Hari yang seharusnya membuat Azkia bahagia, seketika berubah menjadi ketegangan.Dua orang sepasang mantan kekasih itu masih tidak menyadari ada segerombol orang yang mendekati mereka.Deffin dan yang lain masih memberikan jarak, namun obrolan mereka cukup terdengar dengan jelas di indra pendengaran mereka.Setelah Mark meminta Azkia untuk merajut hubungan mereka kembali."Kau sudah gila Mark, aku sudah menikah, dan itu tidak mungkin akan terjadi." Azkia berbicara dengan memberikan sorot mata tajam.Bagaimana orang di depannya mempunyai pikiran gila seperti itu."Aku memang sudah gila karenamu Azkia, selama ini hidupku hampa tanpamu ...." Lirihnya."Aku akan lebih membahagiakan dirimu dari tuan Deffin sialan itu." Mark berkata dengan penuh percaya diri, untuk meyakinkan hati Azkia bahwa dirinya yang terbaik."Kau benar-benar semakin tidak waras, aku tidak akan mungkin meninggalkan suamiku jika dia tidak bersalah," ucap Azkia me
Pagi yang indah bagi Tuan Muda yang paling berkuasa di negeri ini. Deffin menganggap kutukannya telah berakhir, bibir itu tidak berhenti tersenyum semenjak dia membuka matanya. Di hadapannya ada pemandangan indah yang mengalahkan segala keindahan di bumi, wanita cantik yang masih setia menutup matanya karena kelelahan akibat pergulatan panas semalam. Wajah menggemaskannya saat tidur membuat Deffin tidak kuasa untuk menahan agar tidak mencium Azkia. Cup Cup Cup Entah berapa kali dia melakukannya, kecupan yang didaratkan di bibir, yang akhirnya membangunkan tidur nyenyak Azkia. "Jika kau masih tetap seperti ini, kau bisa memancingku untuk memakanmu lagi," ucap Deffin dengan senyuman manis setelah Azkia membuka matanya. Azkia yang wajahnya merona semakin memerah, dia menyelusupkan wajahnya ke dada Deffin yang terbuka, Azkia tidak tahu jika kelakuannya membuat Deffin semakin terpancing. Tanpa aba-aba Deffin menggendong tubuh Azkia menuju kamar mandi. Azkia yang terkejut sedikit be
Tidak terasa pernikahan Deffin dan Azkia sudah memasuki usia satu tahun. Mereka berdua semakin dekat, sama seperti pasangan suami istri pada umumnya, yang terlihat saling mencintai. Namun, sampai sekarang masih belum ada kata cinta dari mulut mereka berdua, Deffin yang masih menjunjung tinggi rasa gengsinya, sedangkan Azkia, semua aturan Deffin yang tetap membelenggunya, tidak bisa membuat Azkia percaya jika Deffin mencintainya, jika tidak pernah ada kata cinta yang keluar untuknya. Deffin yang ingin segera mengetahui perasaan Azkia untuknya, telah berpikir konyol yang mungkin akan menjadi ingatan yang paling dia sesali seumur hidupnya. **************** Sudah satu bulan Deffin kembali menjadi lelaki normal, dia sudah tidak mual jika berdekatan dengan wanita, namun meski begitu, dia tetap menjaga jarak dengan wanita, aturan mematahkan tangan setiap wanita yang menyentuhnya karena niat menggoda tetap berlaku sepanjang hidupnya. Pagi yang cerah, tapi tidak dengan suasana hati Azkia,
Azkia yang setelah melihat pemandangan itu langsung pergi dan setengah berlari, kejadian ini seperti dejavu mengingatkannya pada Bella, namun sekarang kasusnya jelas berbeda karena Deffin memangku wanita itu berarti Deffin menerima semua perlakuan wanita itu.Jika dulu ada para karyawan yang mencegahnya keluar dari gedung ini, namun sekarang tidak karena tidak ada instruksi dari Sekretaris Roy, dan ini membuat Azkia semakin berpikir buruk, berarti benar dugaannya selama ini, dia hanyalah alat yang digunakan Deffin untuk menyembuhkan alerginya terhadap wanita.Dengan kasar Azkia membuka dan menutup pintu mobil sport milik Erwin, sedangkan yang di dalam mengumpat kencang karena kaget, namun emosinya segera sirna melihat betapa kacaunya wajah Azkia yang sedang menangis."Hei, apa yang terjadi?" Erwin membantu mengusap air mata Azkia, dengan lembut dia bertanya lagi, "Kenapa kamu menangis?""Sudah jangan banyak tanya dulu, cepat bawa aku pergi dari sini !!" p
Cukup lama berada di luar hanya memandang deburan ombak yang saling berkejaran, meski dari jarak yang cukup jauh, namun sudah bisa mengurangi rasa sesak di dadanya."Apa kau tidak lapar, ayo cepat masuk," suara Erwin membuyarkan lamunannya, tanpa ada kata karena dia juga merasa lelah, dengan patuh Azkia mengikuti langkah Erwin.Para penjaga dengan hormat menundukkan kepalanya ketika mereka berdua melangkahkan kaki melewati mereka yang sedang berbaris rapi di depan pintu yang bercat putih itu.Azkia semakin dibuat terpukau dengan dekorasi di dalam rumah yang semuanya bercat putih itu, segala impian masa kecilnya tentang rumah yang ingin ditinggalinya ketika dewasa, sekarang bisa nyata di pandang dengan leluasa oleh matanya.Dengan curiga Azkia memandang penuh selidik orang yang sekarang berada di sampingnya itu.tidak ingin berpikir aneh-aneh dengan segera Azkia mengungkapkan rasa penasarannya."Apakah villa ini milik Deffin?"
Azkia kini semakin dekat mengingat masa lalunya, apalagi setelah melewati hari ini."Baik, semua keinginan Tuan Putri akan saya turuti." ucapan Erwin dengan senyum misterius.Deg...Azkia yang berada di depan Erwin merasakan seperti ada sesuatu yang menghantam jantungnya setelah mendengar perkataan Erwin.Secepat kilat dia teringat sesuatu tapi secepat itu pula dia merasakan sakit di kepalanya.Tidak ingin rasa sakit ini semakin menjadi, dia langsung menoleh ke arah Erwin untuk bertanya."Kau memanggilku apa?" Dengan mimik wajah penuh harap, semoga dia mendapat petunjuk dari jawaban Erwin."Tuan putri, memang kenapa? Bukannya panggilan tuan putri adalah hal biasa untuk wanita yang mempunyai keinginan untuk selalu dituruti," jawaban dari Erwin membuat Azkia semakin membeku tak terasa matanya berkaca-kaca, bukan karena terharu mendapat sebuah petunjuk. Tapi dia merasa kesal karena tidak bisa men