"Sean, setelah uang ini kita cairkan, kita bagi dua hasilnya," kata Bambang sambil menepuk pundak Sean dengan sangat senang. Hari ini benar-benar mendapat untung yang banyak. Rejeki yang tak terduga. "Nanti saja kalau aku perlu, aku akan minta pada ayah. Sekarang simpan dulu saja," kata Sean. Dia hanya ingin membantu ayah mertuanya mendapat sedikit uang saja. Lagipula dia juga tidak membutuhkan uang itu. "Baik kalau begitu, bilang saja kalau kamu membutuhkannya. Jangan minta sama ibumu, langsung cari saja aku," kata Bambang sambil tersenyum, dia semakin suka kepada Sean sekarang. Surya yang berdiri disamping itu terlihat sangat iri, dia semakin ingin segera mendapatkan Jennie. Bambang tidak ada anak laki-laki dan hanya ada 2 anak perempuan. Sean juga tidak membutuhkan uang dari Bambang, dia benar-benar sangat iri. Meskipun Erwin dan Devindra tidak begitu puas akan kemunculan Riza, namun mereka juga tidak mengatakan apapun. Keluarga Hartanto bukanla
"Bocah tengil, berani-beraninya kamu tidak menghiraukan aku dan Yuda. Lihat saja nanti," kata pria itu lalu pergi bersama wanita itu. "Yuda? Anak dari keluarga Suryana yang kaya itu? Kalau memang dia adalah orang itu, maka kamu harus berhati-hati anak muda," kata orang lain dengan perasaan terkejut. "Sepertinya iya, dia anak orang kaya dari keluarga Suryana yang ada di Bandung. Tidak mungkin orang lain lagi selain dia." Jennie dan Bambang sedikit terkejut dan mulai khawatir. "Sean, coba saja kamu bantu dia untuk memeriksa batunya nanti, atau kamu susul dia untuk minta maaf," kata Bambang dengan penuh kekhawatiran. "Iya kakak ipar, kita tidak boleh cari masalah dengan keluarga Suryana. Yuda juga merupakan salah satu anak orang kaya yang terkenal akan sadisnya. Kalau kamu membuat salah padanya, maka itu akan sangat menjadi masalah," kata Jennie dengan penuh kekhawatiran. "Jadi orang itu harus rendah hati, terlihat sombong bisa membuatmu sengsara," kata
Semua orang menatap Bambang dengan penuh kasihan. "Ayah, bagaimana ini, apakah kakak ipar akan dipukul mereka hingga cacat?" kata Jennie dengan khawatir dan dia masih menginginkan bantuan dari Sean untuk membantunya mendapatkan barang antik. Ekspresi wajah Bambang sangat khawatir dengan keadaan Sean, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. "Orang sombong seperti dia memang pantas mendapatkan hal itu," kata Devindra setelah Sean dibawa pergi oleh dua orang itu. "Yang paling buruk adalah dia tidak berakhlak dan bahkan tega menipu teman sendiri. Anggap saja hal ini sebuah pelajaran karena kesombongannya," kata Erwin dengan senyuman hina. "Bambang, bukan aku ingin menasehatimu, hanya saja menantumu itu benar-benar keterlaluan dia menyepelekan orang lain dan merasa dirinya paling hebat," kata Indra dengan tatapan yang terlihat senang. Dia sudah lama tidak senang kepada Sean. Dia tentu saja senang ketika melihat Sean mendapatkan masalah. "Profesor
"Bagaimana mungkin Yuda bisa membiarkanmu kembali dengan selamat?" tanya Devindra dengan judes. "Aku juga tidak tahu, aku hanya membicarakan sedikit hal yang masuk akal dengannya. Mungkin dia merasa hal itu juga benar dan langsung melepaskanku tanpa menyentuh sedikitpun," kata Sean sambil tersenyum misterius. "Bagaimana mungkin, aku tahu sangat jelas akan Yuda. Bagaimana mungkin membicarakan hal yang masuk akal denganmu lalu meloloskan begitu saja. Mungkin kamu meminta maaf dan memohon kepadanya dan perilakumu terlihat tulus, jadinya dia pun melepaskanmu," kata Devindra dengan tidak percaya. Semua orang juga merasa seperti itu. Orang seperti Yuda tidak akan membicarakan hal yang masuk akal. Dia mungkin akan langsung membahas pukulan. "Baguslah kalau tidak apa-apa," kata Bambang dengan lega. Meskipun dia setuju akan perkataan Devindra, namun dia tidak mungkin membuat menantunya sendiri malu. Sean adalah pembawa rezeki bagi Bambang. "Ayo kita pulang, kita t
"Aku berani bertaruh, dia itu pasti pergi untuk meminta maaf kepada Yuda," kata Devindra ketika melihat semua orang terkejut. "Benar, pastilah pergi untuk meminta ampun," jawab orang lain. Bambang dan Jennie juga merasa kalau Sean pergi meminta maaf. Kalau tidak, dia tidak mungkin berani pergi menghampiri Yuda. Dibawah pengawasan semua orang, Sean pun sampai di depan Yuda. Yuda menatap Sean dengan ekspresi wajah yang murung karena dia sudah tahu kalau kedua kaki dan tangan bawahannya tadi telah dipatahkan oleh Sean. Kedua bawahan itu merupakan mantan prajurit ternama dan mereka merupakan prajurit yang sudah pernah berperang pada masanya. Tapi, siapa sangka Sean yang hanya seorang diri bisa mengalahkan mereka dan hampir membuat mereka muntah darah. "Kamu masih berani menjumpaiku?" kata Yuda dengan ekspresi yang seram. PLAK! PLAK! Sean tidak berkata apapun dan langsung menampar kedua pipi Yuda. Melihat kejadian ini, semua orang langsung hening. Ti
Yuda sedikit terkejut ternyata kejadian yang menimpa abangnya juga merupakan perbuatan Sean. Mengingat kejadian abangnya, dia pun tidak lagi berani mengganggu Sean meskipun dia merasa sangat kesal. Dia mengerti pepatah yang berkata mengalah bukan berarti kalah. Dia juga tidak berani berkata apapun saat Sean hendak pergi. Karena menurutnya kalau manusia ini menggila, mungkin dia sendiri akan ditendang hingga mandul. Namun hal ini tidak mungkin berakhir disini saja. "Kalau aku tidak membuatmu mati, aku bukan bermarga Suryana!" kata Yuda didalam hati. Setelah diancam oleh Sean, Yuda pun lemas dan membuat semua orang mengubah pandangan mereka terhadap Yuda. Apakah kamu masih merupakan generasi dari keluarga Suryana? Apalagi Devindra dan juga Surya, mereka berdua menatap Yuda dengan penuh hina. Mereka yang tadinya berharap kalau Yuda akan membalas perlakuan Sean. Namun siapa sangka Yuda langsung lemas ketika Sean beraksi. "Sial, apa dia sudah lupa marganya
Semua orang yang mengikuti pertaruhan sudah ada di belakang masing-masing kotak. Semua membuka kotaknya dan meneliti batu yang mereka dapat untuk di tebak. Setelah beberapa menit mereka meneliti dengan sangat teliti. Sampai keadaan ruangan yang tadinya ramai dengan suara, hening seketika. "Baiklah, aku akan memulainya, 10M untuk batu yang sudah aku teliti. Boleh siapa yang mau meneliti dan bertaruh denganku?" kata seorang pria yang memiliki tinggi badan tidak lebih dari 158 cm, bisa dilihat kalau pria ini sangat suka berjudi. "Baik, aku akan bertaruh denganmu," kata salah satu pengusaha perhiasan lainnya. Yang langsung menghampiri batu tersebut dan menelitinya. Semua orang mulai penasaran akan batu apa yang ada dalam kotak si pria pendek tadi. "Jika kalian bingung dan butuh ahli batu, aku sudah menyiapkannya dengan biaya sekitar 200 juta. Tapi tidak menjamin menang ataupun kalah," kata Riza sambil mempromosikan ahli batu yang dia undang itu. Meski
"Tuan Riza, permainanmu ini terlihat seru. Bagaimana kalau kami menantang kalian?" kata salah satu pria kepada Riza. Ini adalah pertaruhan antar kota. Semua orang menatap beberapa pengusaha itu dengan penasaran "Itu adalah Zein, seorang pimpinan di perusahaan perhiasan di Dolar Sejahtera, seorang gangster yang memiliki puluhan miliar aset. "Iya benar, aku juga pernah melihatnya. Mereka semua merupakan orang-orang yang memiliki aset milyaran, apakah untuk apa mereka datang kesini? Ada beberapa orang yang mengenal beberapa pengusaha itu dan seketika terkejut lalu berteriak. Tentu saja Riza mengenal mereka, apalagi kekuasaan keluarga Sanjaya di Dolar Sejahtera tidak kalah dengan kekuasaan keluarga Hartanto di Bandung. Ini terlihat buruk "Kenapa, kalian tidak berani?" kata Zein kepada pengusaha-pengusaha dari Bandung dengan nada yang menantang Beberapa pengusaha lain juga memasang wajah yang penuh hina. Seperti sedang berkata kalau mereka sengaja datang