"Aku berani bertaruh, dia itu pasti pergi untuk meminta maaf kepada Yuda," kata Devindra ketika melihat semua orang terkejut. "Benar, pastilah pergi untuk meminta ampun," jawab orang lain. Bambang dan Jennie juga merasa kalau Sean pergi meminta maaf. Kalau tidak, dia tidak mungkin berani pergi menghampiri Yuda. Dibawah pengawasan semua orang, Sean pun sampai di depan Yuda. Yuda menatap Sean dengan ekspresi wajah yang murung karena dia sudah tahu kalau kedua kaki dan tangan bawahannya tadi telah dipatahkan oleh Sean. Kedua bawahan itu merupakan mantan prajurit ternama dan mereka merupakan prajurit yang sudah pernah berperang pada masanya. Tapi, siapa sangka Sean yang hanya seorang diri bisa mengalahkan mereka dan hampir membuat mereka muntah darah. "Kamu masih berani menjumpaiku?" kata Yuda dengan ekspresi yang seram. PLAK! PLAK! Sean tidak berkata apapun dan langsung menampar kedua pipi Yuda. Melihat kejadian ini, semua orang langsung hening. Ti
Yuda sedikit terkejut ternyata kejadian yang menimpa abangnya juga merupakan perbuatan Sean. Mengingat kejadian abangnya, dia pun tidak lagi berani mengganggu Sean meskipun dia merasa sangat kesal. Dia mengerti pepatah yang berkata mengalah bukan berarti kalah. Dia juga tidak berani berkata apapun saat Sean hendak pergi. Karena menurutnya kalau manusia ini menggila, mungkin dia sendiri akan ditendang hingga mandul. Namun hal ini tidak mungkin berakhir disini saja. "Kalau aku tidak membuatmu mati, aku bukan bermarga Suryana!" kata Yuda didalam hati. Setelah diancam oleh Sean, Yuda pun lemas dan membuat semua orang mengubah pandangan mereka terhadap Yuda. Apakah kamu masih merupakan generasi dari keluarga Suryana? Apalagi Devindra dan juga Surya, mereka berdua menatap Yuda dengan penuh hina. Mereka yang tadinya berharap kalau Yuda akan membalas perlakuan Sean. Namun siapa sangka Yuda langsung lemas ketika Sean beraksi. "Sial, apa dia sudah lupa marganya
Semua orang yang mengikuti pertaruhan sudah ada di belakang masing-masing kotak. Semua membuka kotaknya dan meneliti batu yang mereka dapat untuk di tebak. Setelah beberapa menit mereka meneliti dengan sangat teliti. Sampai keadaan ruangan yang tadinya ramai dengan suara, hening seketika. "Baiklah, aku akan memulainya, 10M untuk batu yang sudah aku teliti. Boleh siapa yang mau meneliti dan bertaruh denganku?" kata seorang pria yang memiliki tinggi badan tidak lebih dari 158 cm, bisa dilihat kalau pria ini sangat suka berjudi. "Baik, aku akan bertaruh denganmu," kata salah satu pengusaha perhiasan lainnya. Yang langsung menghampiri batu tersebut dan menelitinya. Semua orang mulai penasaran akan batu apa yang ada dalam kotak si pria pendek tadi. "Jika kalian bingung dan butuh ahli batu, aku sudah menyiapkannya dengan biaya sekitar 200 juta. Tapi tidak menjamin menang ataupun kalah," kata Riza sambil mempromosikan ahli batu yang dia undang itu. Meski
"Tuan Riza, permainanmu ini terlihat seru. Bagaimana kalau kami menantang kalian?" kata salah satu pria kepada Riza. Ini adalah pertaruhan antar kota. Semua orang menatap beberapa pengusaha itu dengan penasaran "Itu adalah Zein, seorang pimpinan di perusahaan perhiasan di Dolar Sejahtera, seorang gangster yang memiliki puluhan miliar aset. "Iya benar, aku juga pernah melihatnya. Mereka semua merupakan orang-orang yang memiliki aset milyaran, apakah untuk apa mereka datang kesini? Ada beberapa orang yang mengenal beberapa pengusaha itu dan seketika terkejut lalu berteriak. Tentu saja Riza mengenal mereka, apalagi kekuasaan keluarga Sanjaya di Dolar Sejahtera tidak kalah dengan kekuasaan keluarga Hartanto di Bandung. Ini terlihat buruk "Kenapa, kalian tidak berani?" kata Zein kepada pengusaha-pengusaha dari Bandung dengan nada yang menantang Beberapa pengusaha lain juga memasang wajah yang penuh hina. Seperti sedang berkata kalau mereka sengaja datang
Kebetulan Lubis bekerja khusus dibidang bebatuan. "Aku tidak bisa menjamin ini bisa menang. Bagaimanapun kemampuanku masih terbatas jika dibandingkan di dalam negeri," kata Lubis dengan jujur. "Profesor Lubis, kaulah yang paling berpengalaman di Bandung ini, jikalau kamu tidak membantuku, tidak ada lagi yang bisa melakukannya," kata Riza. Semua orang mulai memohon kepada Lubis. Akhirnya Lubis pun maju tanpa persiapan apapun. Bagaimanapun kedatangan pihak lawan pastilah sudah menyewa ahli bebatuan yang sudah senior. "Ini berhubungan dengan masa depan Bandung, profesor Lubis haruslah menang," kata pria pendek itu dengan serius. "Aku akan berusaha semaksimal yang aku bisa," jawab Lubis. "Jangan memberi tekanan kepada profesor Lubis, dia akan berusaha semaksimal mungkin," kata Riza kepada pria pendek itu. Semua orang mengangguk, seluruh keuntungan dan masa depan di bidang perhiasan aka bergantung pada kemenangan Lubis. " profesor Nandang, aku b
1T adalah masalah kecil, mereka bisa membayar bersama. Namun selanjutnya pasar perhiasan mereka akan terhalangi oleh keluarga Sanjaya. Dan juga mereka pasti akan merasa malu. "Tuan Riza, apakah pertandingan kedua akan dilanjutkan?" kata Zein sambil tersenyum. Beberapa pengusaha lainnya juga menatap seluruh rakyat Bandung dengan penuh ejekan. Ekspresi wajah Riza semakin buruk dan dia sangatlah emosi. Bukanlah masalah baginya jika kalah sebesar triliunan rupiah. Namun jika impor perhiasan di Bandung terhambat, maka dia akan disalahkan oleh semua rakyat Bandung dan mungkin akan berpengaruh pada kedudukannya. "Di kota ini, tidak ada yang bisa bertaruh bebatuan. Hasilnya akan tetap sama jika ditandingkan sampai kapanpun," kata Nandang. "Kemampuan bertaruh bebatuan di Bandung ternyata hanya begini saja. Mengadakan pameran sebesar ini dan aku hanya mengenal salah satu orang hebat di Bandung. Aku sedikit kecewa," kata Zein sambil tertawa. Beberapa pengusaha lainn
"Manusia tidak tahu diri, jangan so pintar. Orang idiot sepertimu tidak berhak bertanding dengan senior di bidang ini," kata Nandang sambil menatap Sean. "Cepat turun, jangan coba-coba mempermalukan kami." "Benar, siapa kamu? beraninya menantang Master Nandang?" "Benar-benar tidak tahu malu, kamu mengira dirimu sudah hebat karena keberuntunganmu?" "Cepat turun, jangan memalukan kota kita." Semua orang mulai berteriak ketika melihat Sean hanya berdiri diam di sana. Melihat semua orang yang berteriak, Devindra dan Erwin merasa sangat puas karena mereka sudah menunggu sangat lama momen ini. "Anak muda jaman sekarang semakin tidak tahu malu," kata Indra. "Mungkin lukisan itu membuatnya begitu percaya diri," lanjut Sendi. Mereka berdua tidak percaya pada Sean dan merasa kalau Sean tidak bisa menjadi orang yang sukses. Dia bahkan tidak mengerti kesopanan yang sangat dasar bagi seorang senior. Lubis menghela nafas dan tidak berkata apapun lagi.
Nandang, Zein dan semua yang ada disana mulia gemetaran. 15 triliun untuk taruhan benar-benar nilai yang sangat besar. Bahkan aset keluarga Sanjaya hanya puluhan triliun di Dolar Sejahtera, itupun dengan aset tetapnya. Uang yang benar-benar dapat digunakan, hanya 6-8 triliun, jika mau lebih banyak, itu harus melakukan peminjaman dana dari bank. Bahkan jika salah satu dari keluarga besar di kota Bandung pun, tidak mampu mengeluarkan begitu banyak uang. Jangan-jangan anak ini memang benar-benar putra orang kaya di kota Bandung? Mendengar aksennya, seperti aksen orang kota Yogyakarta, jangan-jangan dia adalah putra orang kaya dari Kota Yogyakarta? Zein menatap Sean dengan sedikit ragu, tetapi tidak peduli bagaimanapun, Sean tidak terlihat seperti putra orang kaya. Sebaliknya, dia hanya terlihat seperti orang bodoh. "Lima, lima belas triliun?" Tubuh Nandang gemetaran, bahkan dia belum pernah punya uang 15 triliun. "Iya, jika kamu berani menerima tantang
“Dian, apa kamu sedang sibuk?” Sean menelepon Jenderal Dian, suaranya terdengar dingin.[Ya, Tuan, aku baru saja mau pergi makan, apa kamu sudah makan? Kalau kamu belum makan, aku traktir kamu makan.] Jenderal Dian tertawa."Oke, aku akan mencarimu sendiri di hari lain, tapi Dian, aku punya sesuatu untuk didiskusikan denganmu, apa kamu bisa menyisihkan beberapa menit untuk mendengarkanku?" Sean juga tertawa.[Tentu saja tidak masalah, katakan saja,] jawab Jenderal Dian."Aku ingin keluarga Wijaya menghilang dari muka bumi ini!" Ucap Sean dengan dingin.Dian yang mendengar itu terkejut, dia menggertakan giginya dengan kuat. [A-ada apa, Tuan? Apa yang terjadi?]"Lakukan, aku ingin keluarga Wijaya menghilang hari ini juga!"Dian yang menyadari terjadi sesuatu antara Sean dan Riswan langsung bergegas membawa anak buahnya menuju kediaman keluarga Wijaya,***Sementara itu, malam hari di kediaman Wijaya.BRAK!"Bajingan!" Gerutu Riswan dengan kesal. "Beraninya dia memperlakukanku seperti in
"Tidak, kamu masih tidak terlalu mengenalku, aku hanya manusia biasa, aku tidak mencintai itu semua, aku hanya mencintai uang. Begini saja, melihat ketulusanmu, aku akan mengurangi sedikit uangnya menjadi 10 milyar, kita semua orang terhormat, tidak perlu membicarakan harga lagi." Sean melambaikan tangannya, tampak seperti orang yang menyukai uang. Sebenarnya dia hanya ingin memeras Riswan. Malam itu, Riswan tidak ingin pergi ke supermarket untuk melakukan sesuatu, dan setelah kejadian ini, dia merasa Riswan tidak tahan untuk tidak pergi ke supermarket untuk melakukan sesuatu. Kalau begitu, peras dia dengan keras dulu, ketika dia benar-benar membuat masalah, kemudian memerasnya lagi, atau memberikan sedikit masalah pada keluarga Wijaya-nya, lihat apa dia berani pergi ke supermarket membuat masalah di masa depan? Begitu Sean mengatakan ini, Riswan dan yang lainnya tercengang. '10 Milyar?!' Ini jelas adalah perampasan! Riswan mengeluh di dalam hatinya, mengeluh hingga hampir muntah
Dia tidak menyangka itu Sean, meskipun dia tidak tahu identitas pasti Sean, tapi pria ini adalah dewa yang ingin diajak bersulang oleh tokoh-tokoh kuat di kota, termasuk Rendy. Dia hanya putra dari keluarga kecil, sama sekali tidak berani menghadapinya. "Sean, Tuan Muda Riswan kami sudah datang, bukankah kamu tadi berteriak ingin melihat Tuan Muda Riswan kami, kamu berani sombong? Oh iya, kami Tuan Muda Riswan adalah pewaris Keluarga Wijaya, salah satu dari empat keluarga besar," kata Beni memberikan pandangan mengejek pada Sean. Sebelumnya dipukuli oleh Sean, sekarang Riswan ada di sini, dia segera melanjutkan kembali penampilannya yang arogan dan sombong. Sean bahkan tidak menatapnya sama sekali, hanya menatap Riswan dengan datar. “Ternyata kamu,” Riswan tidak menyangka itu adalah Sean, ekspresi matanya tiba-tiba menjadi suram. Hubungannya dengan Sean sudah naik ke titik musuh sejati, dia belum pergi mencari masalah ke Sean, tapi tidak disangka Sean ter
"Hutang mamaku padamu sudah dibayar, sekarang kita akan menghitung kompensasi untuk kerusakan mental mamaku selama periode ini. Oh iya, dan adik iparku," kata Sean sambil tersenyum mengejek. Awalnya dia hanya ingin membayar hutang Natalie, mengambil kwitansinya lalu pergi dari tempat itu. Tidak disangka, Beni ternyata masih ingin mempermainkannya, jadi dia menemani Beni untuk bersenang-senang. "Ada apa denganmu? Kompensasi kerusakan mentalnya seharusnya dia sendiri yang memintanya pada kami baru benar, kan," Beni tertawa mendengar perkataan Sean. “Kenapa? Dia mamaku, aku sebagai menantu, bukankah tidak masalah mencari kalian untuk menghitung kompensasi kerusakan mental?" Sean melotot ke arah Beni. Mamamu? Kami tidak melihat dia memperlakukanmu sebagai menantu, kalau tidak bagaimana mungkin dia meninggalkanmu sendirian, dan dengan tidak pedulinya melarikan diri. Wajah Beni menjadi sangat jelek, tapi dia masih berkata, "Kamu jangan bercanda, tadi juga
"Lepaskan dia, berapa banyak hutangnya, aku akan membayarnya," menanggapi pengakuan bersalah Natalie, Sean tidak repot-repot menanganinya, Natalie bahkan meminjam dari lintah darat untuk mendapatkan kembali uang kalah judinya, dia sama sekali tidak percaya omong kosong Natalie. Di masa lalu, dia melihat dengan matanya sendiri, ada orang yang demi berhenti berjudi, dia bahkan memotong jari kelingkingnya. Tapi tidak lama kemudian, orang itu menginjakkan kaki di kasino dan kehilangan celana dalam. "2 miliar dengan tambahan bunga 15%," Natalie dengan tergesa-gesa berkata. Sean menatap tajam ke arah Beni, dan Beni dan yang lainnya pun menatap serius wajah Sean, kemudian Beni mengangguk, berkata, "Benar, total semuanya jadi 2,3 miliar, jika kamu dapat membayar kembali uang itu, aku akan segera melepaskannya." "Berikan aku nomor rekening," kata Sean sambil menatap handphone yang dia keluarkan. Beni tertegun, kemudian tertawa, langsung memberikan nomor rekeningny
Jennie juga merupakan wanita cantik di sekolahnya. Sejujurnya, Beni yang sudah hidup lebih dari 30 tahun dan melihat banyak wanita, tapi dia belum pernah melihat wanita cantik seperti Jennie. Alasan Beni meminjamkan uang sebanyak 2 miliar kepada Natalie itu karena dia sudah melihat foto Jennie sebelumnya. Biasanya, tidak banyak orang yang bisa dengan tepat waktu melunasi pinjaman rentenir, apalagi pinjaman dengan bunga berganda semacam ini. Jika melihat Jennie orangnya langsung hari ini, dia bahkan lebih cantik dari foto, Beni langsung tertarik. “Benar, dia putriku Jennie, Jennie, cepat kesini dan temui Kak Beni,” Natalie dengan hati-hati tersenyum dan berbicara, Beni bisa memberikan toleransi beberapa hari, membuatnya sedikit terkejut, dan tidak berpikir hal lainnya sama sekali. “Halo, Kak Beni,” Jennie dengan sedikit takutnya menyapa Beni. "Jennie cantik, sini duduk, tolong cepat tuangkan teh," Beni menyuruh pria berotot untuk menyiapkan teh. Si pria be
Keesokan harinya Mega bangun pagi-pagi dan tidak mengatakan sepatah kata pun kepada Sean, bisa dilihat bahwa dia masih sangat marah. Sepertinya itu bukan hanya marah biasa, itu sangat menyedihkan. Sudah hampir sepuluh tahun menikah, Mega dibohongi, jika wanita yang lain, tidak mungkin hanya marah semudah itu. Mega terjaga, dan Sean juga sudah bangun. Dia diam-diam menatap Mega yang sedih yang tidak berbicara dengannya, hatinya merasa sedikit terguncang, dan bahkan dia hampir ingin menceritakan yang sebenarnya padanya. Setelah Mega keluar, Sean juga bangun untuk mandi. Lalu dia pergi ke dapur untuk membuat sarapan untuk Andin. Setelah mengantarkan Andin ke sekolah, dia berencana pergi ke supermarket. Meskipun tidak mungkin bagi Riza untuk mengirim seseorang ke supermarketnya untuk menimbulkan masalah, dia tahu bahwa Riswan pasti akan mengirim seseorang, dan itu masalah akhir-akhir ini. Pada saat itu, dia masih gelisah tentang Irfan, dan dia khawatir kepercayaan
Pria muda itu mengambil kotak nasi itu tanpa sadar dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi ternyata dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Pagi ini dia makan beberapa roti dan memang sedikit lapar, dia diam-diam mengucapkan terima kasih kepada Andin dan Sean sebelum membuka nasi kotak. Tetapi ketika nasi kotak terbuka, dia tercengang. Dia kaget melihat puluhan juta uang tunai, lalu buru-buru menatap Sean. Tetapi pada saat itu Sean memegang tangan Andin dan berjalan di luar taman. “Semoga kehidupan kalian diberkati!” Pria muda itu bergetar, di belakang Sean dan Andin dia membungkuk, matanya sedikit basah. Akhirnya dia menyadari, bahwa saat dia menelpon keluarganya tadi, ada sepasang ayah dan anak perempuan yang melewatinya, saat itu di tidak memperhatikan, dan percakapannya pasti didengar oleh ayah dan anak perempuan itu. Untuk bantuan Sean, dia mengingat erat-erat di dalam hatinya. Dan akan benar-benar ingat penampilan mereka berdua. Uang itu sangat penting baginya.
Dia juga orang yang memiliki harga diri, dia ingin dengan kemampuannya sendiri naik selangkah demi selangkah, tapi perasaan yang semua sudah diatur oleh orang lain ini membuatnya sangat tidak nyaman. “Itu, aku, aku tidak tahu apa yang dipikirkan Tuan muda Sean,” Chandra tertawa. “Lupakan saja, aku juga tidak mempersulitmu, aku akan bicara sendiri dengannya,” kata Mega dan meninggalkan kantor Chandra. Pada saat itu, saat itu dia benar-benar mengetahui identitas Sean yang sebenarnya, di hatinya tidak ada rasa terkejut dan bahagia. Yang ada hanya perasaan ditipu. Setelah meninggalkan perusahaan, Mega memarkir mobil di sisi jalan, mengeluarkan ponselnya, dan mencari nomor Sean. Dia awalnya ragu, tapi akhirnya dia tetap tidak menelepon Sean. Awalnya, dia ingin menanyakan mengapa Sean terus membohonginya, tetapi setelah memikirkannya, dia menyerah. Sean telah menipu dia. Apa gunanya bertanya lagi? Sebelum Mega kembali ke rumah, dia ditelepon Dewi, mengunda