“Apa sebaiknya aku buang saja bunga ini?” tanya Laura, menoleh pada Elsa yang masih membawa buket bunga di tangannya. Elsa hampir menjawab sebelum mereka melihat sebuah mobil yang memasuki halaman. Mereka saling pandang seolah bertanya, ‘Siapa gerangan yang malam-malam datang ke sini?’ Seorang pria dan wanita cantik keluar dari mobil itu dan berjalan pada Laura dan juga Elsa. “Selamat malam, apakah benar ini adalah butik milik Eve Laura?” tanyanya sopan. Sejenak Laura terdiam, berpikir pernah melihat di mana ia wanita cantik ini? Mengapa rasanya tidak asing? Elsa menyentuh lengannya karena sepertinya Laura akan terus bergeming. “S-selamat malam. Iya, benar,” jawab Laura gugup. “S-silahkan masuk!” “Terima kasih.” Duduk di sofa ruang tamu, Laura melihat Elsa meletakkan buket bunga yang ia bawa itu ke atas meja di sudut ruangan sebelum bergabung untuk duduk di sampingnya. Laura memandang pria tampan dan wanita cantik yang duduk berseberangan meja dengannya itu kemudian bertanya,
Ini akan menjadi hari yang tidak terlupakan bagi Laura.Karena saat ia memiliki tekad untuk bangkit, takdir seolah tengah membuka jalan yang lebar untuknya bersinar. Sekali lagi, ia mendapatkan tamu yang datang untuk memesan gaun padanya. Malam harinya, ia duduk di dalam kamar, tersenyum dan tidak bisa menjelaskan perasaan bahagianya ini.“Capeknya ….” katanya sembari memijat kakinya sebentar.‘Tidak apa-apa …’ lanjutnya dalam hati. Lelah ini adalah lelah yang ia anggap sebagai hadiah atas dirinya yang baru saja mengalami luka-luka.Terutama luka akibat kehilangan anaknya.Setelah memijat kakinya, ia mengangkat kepala dan memandang pantulan wajahnya yang ada di cermin. Laura menyentuh pipinya, “Kenapa rasanya pipiku menghilang?” Karena ia terlihat tirus dan tampak … menyedihkan.“Apa karena rambut panjang ini penyebabnya?” Laura berpindah menyentuh rambutnya yang tiba-tiba terlihat tidak cocok dengannya.Laura memutar kepala ke arah pintu saat mendengar ketukan dari luar. Sewaktu ia
“Jake,” sebut Fidel begitu lirih. “Kenapa kamu ….” Gadis itu melepaskan tangannya dari dasi milik Jake, menggigit bibirnya saat matanya tampak berkaca-kaca. Bibirnya terbuka tetapi tak ada kalimat yang bisa didengar keluar dari sana. “Aku berterima kasih karena kamu mendonorkan darahmu saat aku kecelakaan dan sekarat, Fi. Tapi—” Jake menghela dalam napasnya, tatapannya pada Fidel barangkali disadari oleh gadis itu sebagai sebuah keputusasaan sebab ia dengan cepat meminta maaf. “M-maaf ….” kata Fidel. “Aku sama sekali tidak ingin membuatmu merasa terkekang. Aku pun juga tidak setuju dengan yang diinginkan oleh Tante Alina karena aku pasti akan menyakiti Laura,” lanjutnya dengan suara yang gemetar. “Aku hanya … datang karena Papa dan Mama yang meminta,” ucapnya. “Dan mereka pun datang karena memenuhi undangan orang tuamu, ‘kan?” Jake mengangguk, “Benar,” akunya. “Orang tuaku begitu karena mereka merasa bersalah sebab aku sudah membuat pernikahan kita batal di masa lalu.” “Dengar—”
Jake mengayunkan kakinya untuk menghampiri mereka.Tetapi, pada langkah pertama, ia berhenti. Gerak sendi radiokarpal yang ada di pergelangan kakinya seolah membeku saat ia menyadari satu hal.Laura, ia tak pernah terlihat sebahagia itu.Ia juga tampak ceria ketimbang saat dulu bersama dengan Jake yang wajahnya selalu murung. Dan ... Laura terlihat cantik dengan rambut sebahunya. Jemari tangan Jake merapat saat hatinya yang sudah panas sedari tadi kini seperti sedang terkoyak saat ia berpikir, ‘Apa dia memotong rambutnya untuk benar-benar memulai hidup baru tanpaku?’Meski kabut memenuhi matanya, tetapi ia masih bisa melihat dengan jelas, wanita di seberang sana yang terlihat gembira dengan hal yang ia lakukan sekarang. Menjadi dirinya sendiri, seorang desainer. Yang pernah dikatakan oleh Jake sebagai sebuah hal yang ‘memalukan’ di kala pameran yang ia gagas kapan hari berakhir kacau.“Kamu bisa bahagia tanpaku, Laura ….” gumamnya lirih. Setitik cairan hangat yang menggantung di
Setelah semalam berkutat dengan senyum yang penuh dengan kepalsuan, tapi saat pagi datang, Laura seolah kembali mendapatkan kekuatannya untuk menghadapi dunia. Jam menunjuk pada angka sepuluh saat Laura sibuk dengan kegiatannya di butik. Hari-hari barunya yang ia jalani dengan hati yang gembira. Sepagi ini, ia bahkan baru saja menyelesaikan meeting dengan salah seorang klien yang tempo hari membawa anak kembarnya untuk membuat gaun ulang tahun di tempatnya. Laura duduk di ruang kerjanya, sedang mengirim desain gaun permintaan ibunya Samantha untuk malam resepsi. “Bu Laura,” panggil salah seorang stafnya yang bernama Hani, yang berdiri berseberangan meja dengannya. “Iya, Han?” Wajah gadis itu terlihat ceria saat ia menunjukkan ponselnya, “Followers kita naik dua puluh ribu di sosmed,” katanya. Sontak saja itu membuat sepasang mata Laura membola. “Bagaimana bisa?” “Apakah Bu Laura tahu kalau Nona Samantha Adam memposting foto yang menunjukkan kalau dia sedang fitting baju dan d
Laura tak serta merta menanggapi Fidel, atau kalimatnya yang lebih terdengar seperti sebuah pengusiran.Laura justru menatapnya cukup lama sebelum akhirnya tersenyum dan bertanya, “Kenapa kamu terlihat sangat marah, Fi?”Mendengar itu, alis Fidel yang tadinya seolah akan bersinggungan kembali ke sedia kala. “Tidak,” jawabnya, ia kemudian menunjukkan senyumnya yang tampak sangat aneh di mata Laura karena itu tidak cocok dengan matanya yang penuh dengan kebencian.“Aku hanya … tidak mau kamu malu karena salah mengambil tempat duduk, Lau,” lanjutnya.Sepertinya, keributan kecil yang mereka lakukan telah membuat salah seorang petugas yang berjaga di sana menghampiri mereka.“Ada masalah di sini, Nona-Nona?” tanya pria dengan pakaian serba hitam itu.“Sepertinya ada kesalahan, Pak,” jawab Fidel lebih dulu. “Sepertinya teman saya ini salah mengambil tempat duduk.”Pria itu menoleh pada Laura dan mengarahkan salah satu tangannya ke depan, “Maaf, jika Nona berkenan, apakah Anda bersedia menu
“Laura, bagaimana kamu bisa bekerja sama dengan Samantha untuk membuatkan gaun pernikahannya?” tanya salah seorang reporter. “Kami dengar kalau kamu membuka kembali butikmu setelah dua tahun vakum ya?” Pertanyaan dari reporter terdengar bergantian dan dijawab oleh Laura serta Samantha. Sepertinya … jawaban itu juga sampai di telinga Fidel karena gadis itu menoleh pada Alina dan Rosa seolah memastikan apakah benar butik miliknya yang tutup itu kembali beroperasi, bahkan menangani gaun pernikahan seorang supermodel sekelas Samantha. Cukup lama Fidel berdiri di sana, menyimak wawancara hingga usai dan melihat Laura berfoto dengan banyak model lain serta mendengar mereka yang mengatakan akan mengunjungi Laura untuk membuat baju di tempatnya. Beberapa bilang untuk menghadiri pesta, yang lainnya mengatakan untuk menghadiri acara penghargaan dan festival film. ‘Dia pergi juga akhirnya?’ batin Laura saat melihat Fidel bergegas meninggalkan keramaian yang masih hadir di sekitarnya. Lang
Meski kepalanya pening setelah mabuk semalam, pagi hari ini Jake sudah keluar dari ruang gym. Ia baru saja menyiksa tubuhnya untuk meredakan batinnya yang bergejolak akibat hal yang ia akui semalam—kerinduannya pada Laura.Saat ia memasuki kamar dan memeriksa ponselnya, ia melihat ada beberapa pesan masuk dari Farren.[Apakah Pak Jake sudah melihat ini?]Alis Jake berkerut saat ia melihat ada foto yang dilampirkan oleh Farren. Foto Laura yang tampak menghadiri sebuah acara peragaan busana semalam.Ia sangat cantik dalam balutan gaun berwarna hitam yang ia kenakan.Tak hanya itu, Farren juga mengirim beberapa artikel yang menunjukkan kedekatannya dengan para model papan atas, salah satunya adalah Samantha Adam.“Dia bisa berada di antara mereka karena terbebas dariku,” akunya meski sesak mengekang dadanya.Jake melemparkan ponselnya ke atas meja, berdiri sembari memijit keningnya yang terasa nyeri. Meski ia benci mengatakan ini, tapi Jake harus mengakuinya, “Tanpaku dia tetap menjadi
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau