akaaak terima kasih sudah membaca ya 🙂↕️ follow 1nst4gram othor @almiftiafay, jangan lupa tinggalkan jejak dan gems untuk othor biar selalu semangat update setiap hari ❤️💓
Meski kepalanya pening setelah mabuk semalam, pagi hari ini Jake sudah keluar dari ruang gym. Ia baru saja menyiksa tubuhnya untuk meredakan batinnya yang bergejolak akibat hal yang ia akui semalam—kerinduannya pada Laura.Saat ia memasuki kamar dan memeriksa ponselnya, ia melihat ada beberapa pesan masuk dari Farren.[Apakah Pak Jake sudah melihat ini?]Alis Jake berkerut saat ia melihat ada foto yang dilampirkan oleh Farren. Foto Laura yang tampak menghadiri sebuah acara peragaan busana semalam.Ia sangat cantik dalam balutan gaun berwarna hitam yang ia kenakan.Tak hanya itu, Farren juga mengirim beberapa artikel yang menunjukkan kedekatannya dengan para model papan atas, salah satunya adalah Samantha Adam.“Dia bisa berada di antara mereka karena terbebas dariku,” akunya meski sesak mengekang dadanya.Jake melemparkan ponselnya ke atas meja, berdiri sembari memijit keningnya yang terasa nyeri. Meski ia benci mengatakan ini, tapi Jake harus mengakuinya, “Tanpaku dia tetap menjadi
Elsa beringsut pergi dari duduknya dan segera memeluk Laura. Mereka tidak mengatakan apapun selama beberapa menit berjalan selain Elsa yang membiarkan Laura meluapkan tangisnya. Ponsel Laura yang ada di lantai kembali berdering, Elsa dengan sigap mengambilnya. Dan melihat sepertinya kondisi Laura tidak mengungkinkan untuk menerimanya, Elsa memutuskan untuk mengangkat panggilan dari dokter Liu itu. “Saya pengacaranya Laura, Dokter,” ucap Elsa. “Silahkan berbicara pada saya, karena Laura sepertinya masih shock dan tidak bisa bicara untuk sekarang.” Beberapa menit kemudian panggilan itu mati. Elsa meletakkan ponsel milik Laura ke atas meja, di samping gelas kopi yang mereka pesan. Saat Elsa duduk di samping Laura, ia merangkul bahunya. “Dokter bilang kamu harus berhenti meminum obat itu, Lau,” kata Elsa. “Katanya besok adalah jadwal kontrolmu, mereka akan membicarakan lebih lanjut secara langsung denganmu besok.” Elsa mengatakannya pelan-pelan karena ia tahu bahwa Laura masih sangat
Laura meletakkan ponselnya dengan tanpa daya setelah mengakhiri panggilannya bersama dengan Han.Batinnya dipenuhi oleh kemelut, ‘Kenapa Tania tidak mengatakan apapun padaku jika ingin pergi?’Padahal mereka sangat dekat selama ini.Padahal Laura menganggap gadis itu sudah seperti kakak perempuannya sendiri ….“Bagaimana?” tanya Elsa.“Karena Tania tidak bisa dihubungi, aku meminta sopirnya Jake untuk pergi ke tempat dia bekerja. Tapi Pak Han bilang kalau Tania sudah mengundurkan diri.”Napas Laura rasanya tersengal saat ia mengatakan itu. “Laura ….” panggil Elsa lembut. “Tenangkan dirimu! Jangan menjadikannya sebagai beban. Itu hanya akan menyakiti dirimu sendiri,” lanjutnya. “Kita bisa mencari tahu nanti, yang penting sekarang kamu tahu apa penyebab kamu tidak sembuh-sembuh setelah menjalani pengobatan selama ini.”Elsa mengusap air mata di pipi Laura, mengusap punggungnya sekali lagi dengan lembut.“Ayo, kita kembali ke butik saja, ya?”Laura mengangguk, mereka kemudian meninggal
Beberapa hari setelah itu, sidang kedua perceraian digelar. Bersama dengan Elsa, Laura pergi ke kantor pengadilan. Mereka tiba di sana lebih awal dan duduk di kursi tunggu. “Jake pasti tidak akan datang lagi hari ini,” ucap Laura, menoleh pada Elsa yang duduk di sebelah kanannya. “Aku pernah bilang pada Jake, kalau memang dia ingin tahu apa alasan-alasan kamu meminta cerai darinya dia harus datang,” tanggapnya. “Jadi mungkin saja kali ini dia muncul.” Tadinya, Laura tak ingin percaya apa yang dikatakan oleh Elsa begitu saja hingga ia mendengar suara langkah kaki beberapa orang yang datang mendekat. “Dia datang,” kata Elsa hampir berbisik. Mengedikkan dagunya ke arah barat melewati bahu Laura. Saat Laura memutar kepalanya, dugaannya bahwa Jake tidak akan menghadiri sidang telah patah! Pria itu datang bersama dengan seorang pria lain yang diyakini oleh Laura sebagai pengacaranya. Jake berhenti beberapa meter di dekat Laura duduk. Mata mereka bertemu dan saling tatap dala
Sepertinya ... Jake tak memiliki harapan. Karena Laura justru meraih tangannya dan melepasnya perlahan.“Aku tidak bisa bicara sekarang,” kata Laura. Memindah pandangannya dari tangan Jake dan jari manisnya yang masih mengenakan cincin pernikahan mereka untuk menatap pria yang sudah berpindah dan berdiri di hadapannya.“Satu menit saja,” pinta Jake.Sepasang iris kelamnya menerpa Laura yang justru menggeleng.“Aku sungguh sangat lelah, Jake,” jawab Laura. “Kamu juga melihat seperti apa sibuknya tempat ini sejak tadi. Pulanglah!”Melihat Laura yang tampak lelah membuat Jake mengangguk pada akhirnya. Ia menghela napasnya sebelum bibirnya yang baru saja bungkam itu kembali bersuara.“Kapan kamu mau menemuiku biar kita bisa bicara, Laura?”Laura mengangkat bersamaan kedua bahunya, “Aku tidak tahu.”“Aku akan datang ke sini lagi besok,” kata Jake, membulatkan keputusan.Laura melihatnya menyisih dan pergi meninggalkannya. Gema langkah kakinya terdengar hingga samar menghilang di luar.***
“Tidak,” jawab Jake dengan cepat. “Dulu … mungkin begitu. Tapi sekarang tidak, Laura,” lanjutnya. “Aku hanya … merasa bersalah padanya karena sudah membuat keluarganya malu di masa lalu sebab kami gagal menikah. Dia membuatku berhutang nyawa, jadi aku tidak bisa menghindarinya begitu saja.” Pria itu menghela dalam napasnya dan menatap Laura penuh arti. Sejauh yang bisa diingat oleh Laura … ia tak pernah melihat Jake menatapnya dengan cara seperti itu sepanjang mereka bersama. Laura menarik tangannya yang ada di atas bangku saat Jake hampir saja meraihnya. “Kamu tidak percaya padaku?” tanya Jake, menahan diri untuk tidak melewati batas karena Laura baru saja menunjukkan garis yang tidak boleh ia lewati. Laura mengangkat kedua bahunya dengan tidak yakin saat menjawab, “Entahlah, Jake.” “Aku tidak pernah berselingkuh dengan Fidel, atau tidur dengannya, sama sekali,” ucap Jake sekali lagi, meyakinkan Laura. Tapi bisakah Laura percaya itu? Karena ia tak memberi jawaban selain merema
“Akan aku perbaiki semuanya,” kata Jake. “Semua yang kamu tulis dalam gugatan perceraian kita, aku akan memperbaiki itu semua, Laura,” lanjutnya dengan suara bulat.Jake menatapnya penuh arti, ia harap Laura menerimanya.Tetapi yang diberikan oleh Laura hanyalah kebisuan. Hanya matanya yang berair dan bibirnya yang mengatup rapat.Berpikir Laura pasti terbebani dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba, Jake menghela napasnya dan menunjukkan senyumnya, tak peduli jika itu akan terlihat aneh di mata istrinya ini.“Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang,” ucapnya lagi. “Kamu bisa memikirkannya dan memberiku jawaban nanti.”Laura masih bergeming, tidak ada tanggapan yang ia berikan atau sekadar memberi Jake sebuah kepastian.“Aku harap kita tidak berpisah, Laura ….” sebut Jake lirih. “Dan aku tidak akan berhenti untuk datang ke sini meski kamu menganggapku tidak ada.”Laura memalingkan wajahnya, ia menyeka air mata yang bergantung di kedua sudutnya dengan cepat.“Pergilah jika sudah selesa
“Kamu tidak bisa melakukan itu,” jawab Jake dengan cepat, mencoba mengumpulkan kesadarannya untuk tetap bisa menghadapi Fidel. “Tapi aku takut karena—” “Kamu bisa meminta bantuan Pak Han untuk mengantarmu jika kamu takut pulang sendirian, Fi!” potong Jake sebelum Fidel sempat mengutarakan alasan yang sekiranya bisa diterima oleh Jake agar ia bisa menginap di sini malam ini. Jake tidak mengatakan apapun setelah itu. Ia berjalan sempoyongan meninggalkan ruang makan, mengabaikan tatapan kesal Fidel yang menyaksikan punggungnya dalam balutan kemeja hitam itu perlahan menjauhinya. Fidel bergeming di ruang makan, berdiri terabaikan seperginya Jake yang tak mengizinkannya untuk berada di sini lebih lama. Matanya berair saat ia melangkah dengan gegas meninggalkan rumah itu. Ia memasuki mobilnya yang terparkir di halaman dan mengendarainya dengan sedikit marah meninggalkan rumah Jake. Napasnya naik turun saat ia menepikan mobilnya dan menyeka air matanya yang menggantung di kedua sudut
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau