Beberapa hari setelah itu, sidang kedua perceraian digelar. Bersama dengan Elsa, Laura pergi ke kantor pengadilan. Mereka tiba di sana lebih awal dan duduk di kursi tunggu. “Jake pasti tidak akan datang lagi hari ini,” ucap Laura, menoleh pada Elsa yang duduk di sebelah kanannya. “Aku pernah bilang pada Jake, kalau memang dia ingin tahu apa alasan-alasan kamu meminta cerai darinya dia harus datang,” tanggapnya. “Jadi mungkin saja kali ini dia muncul.” Tadinya, Laura tak ingin percaya apa yang dikatakan oleh Elsa begitu saja hingga ia mendengar suara langkah kaki beberapa orang yang datang mendekat. “Dia datang,” kata Elsa hampir berbisik. Mengedikkan dagunya ke arah barat melewati bahu Laura. Saat Laura memutar kepalanya, dugaannya bahwa Jake tidak akan menghadiri sidang telah patah! Pria itu datang bersama dengan seorang pria lain yang diyakini oleh Laura sebagai pengacaranya. Jake berhenti beberapa meter di dekat Laura duduk. Mata mereka bertemu dan saling tatap dala
Sepertinya ... Jake tak memiliki harapan. Karena Laura justru meraih tangannya dan melepasnya perlahan.“Aku tidak bisa bicara sekarang,” kata Laura. Memindah pandangannya dari tangan Jake dan jari manisnya yang masih mengenakan cincin pernikahan mereka untuk menatap pria yang sudah berpindah dan berdiri di hadapannya.“Satu menit saja,” pinta Jake.Sepasang iris kelamnya menerpa Laura yang justru menggeleng.“Aku sungguh sangat lelah, Jake,” jawab Laura. “Kamu juga melihat seperti apa sibuknya tempat ini sejak tadi. Pulanglah!”Melihat Laura yang tampak lelah membuat Jake mengangguk pada akhirnya. Ia menghela napasnya sebelum bibirnya yang baru saja bungkam itu kembali bersuara.“Kapan kamu mau menemuiku biar kita bisa bicara, Laura?”Laura mengangkat bersamaan kedua bahunya, “Aku tidak tahu.”“Aku akan datang ke sini lagi besok,” kata Jake, membulatkan keputusan.Laura melihatnya menyisih dan pergi meninggalkannya. Gema langkah kakinya terdengar hingga samar menghilang di luar.***
“Tidak,” jawab Jake dengan cepat. “Dulu … mungkin begitu. Tapi sekarang tidak, Laura,” lanjutnya. “Aku hanya … merasa bersalah padanya karena sudah membuat keluarganya malu di masa lalu sebab kami gagal menikah. Dia membuatku berhutang nyawa, jadi aku tidak bisa menghindarinya begitu saja.” Pria itu menghela dalam napasnya dan menatap Laura penuh arti. Sejauh yang bisa diingat oleh Laura … ia tak pernah melihat Jake menatapnya dengan cara seperti itu sepanjang mereka bersama. Laura menarik tangannya yang ada di atas bangku saat Jake hampir saja meraihnya. “Kamu tidak percaya padaku?” tanya Jake, menahan diri untuk tidak melewati batas karena Laura baru saja menunjukkan garis yang tidak boleh ia lewati. Laura mengangkat kedua bahunya dengan tidak yakin saat menjawab, “Entahlah, Jake.” “Aku tidak pernah berselingkuh dengan Fidel, atau tidur dengannya, sama sekali,” ucap Jake sekali lagi, meyakinkan Laura. Tapi bisakah Laura percaya itu? Karena ia tak memberi jawaban selain merema
“Akan aku perbaiki semuanya,” kata Jake. “Semua yang kamu tulis dalam gugatan perceraian kita, aku akan memperbaiki itu semua, Laura,” lanjutnya dengan suara bulat.Jake menatapnya penuh arti, ia harap Laura menerimanya.Tetapi yang diberikan oleh Laura hanyalah kebisuan. Hanya matanya yang berair dan bibirnya yang mengatup rapat.Berpikir Laura pasti terbebani dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba, Jake menghela napasnya dan menunjukkan senyumnya, tak peduli jika itu akan terlihat aneh di mata istrinya ini.“Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang,” ucapnya lagi. “Kamu bisa memikirkannya dan memberiku jawaban nanti.”Laura masih bergeming, tidak ada tanggapan yang ia berikan atau sekadar memberi Jake sebuah kepastian.“Aku harap kita tidak berpisah, Laura ….” sebut Jake lirih. “Dan aku tidak akan berhenti untuk datang ke sini meski kamu menganggapku tidak ada.”Laura memalingkan wajahnya, ia menyeka air mata yang bergantung di kedua sudutnya dengan cepat.“Pergilah jika sudah selesa
“Kamu tidak bisa melakukan itu,” jawab Jake dengan cepat, mencoba mengumpulkan kesadarannya untuk tetap bisa menghadapi Fidel. “Tapi aku takut karena—” “Kamu bisa meminta bantuan Pak Han untuk mengantarmu jika kamu takut pulang sendirian, Fi!” potong Jake sebelum Fidel sempat mengutarakan alasan yang sekiranya bisa diterima oleh Jake agar ia bisa menginap di sini malam ini. Jake tidak mengatakan apapun setelah itu. Ia berjalan sempoyongan meninggalkan ruang makan, mengabaikan tatapan kesal Fidel yang menyaksikan punggungnya dalam balutan kemeja hitam itu perlahan menjauhinya. Fidel bergeming di ruang makan, berdiri terabaikan seperginya Jake yang tak mengizinkannya untuk berada di sini lebih lama. Matanya berair saat ia melangkah dengan gegas meninggalkan rumah itu. Ia memasuki mobilnya yang terparkir di halaman dan mengendarainya dengan sedikit marah meninggalkan rumah Jake. Napasnya naik turun saat ia menepikan mobilnya dan menyeka air matanya yang menggantung di kedua sudut
“Apakah Tuan Jake memang memiliki hubungan dengan Nona Fidel?” bisik suara lain yang sekalipun itu lirih tetapi masih bisa diterima oleh indera pendengar semua orang.“Atau mereka memang berselingkuh?”“Tega sekali!”“Pria di mana-mana sama saja. Mereka mencari yang sempurna,” bisik suara yang lainnya.“Dan Tuan Jake meninggalkan istrinya yang pincang untuk Nona Fidel?”Jake yang ada di dalam dengan cepat menarik dirinya dari Fidel, ia berdiri dengan punggung yang tegak. Isyarat matanya mengarah pada Farren yang dengan cepat memahami maksudnya.“Maaf, kami akan menunggu Tuan Jake di tempat lain,” ucap FarrenPemuda dengan setelan jas itu menoleh pada staf yang mengikutinya dan beberapa tamu undangan kemudian meminta mereka untuk keluar dari sana dengan sedikit bergegas sebelum bisikan itu menjadi bola api yang bergulir.Meski ia tak yakin juga hal itu akan meredam pemikiran semua orang yang jelas telah menduga bahwa Jake dan Fidel akan melakukan sesuatu seperti hubungan suami istri d
[Datanglah ke rumah, Mama ingin bicara denganmu!] Satu pesan masuk dibaca oleh Jake saat ia baru saja keluar dari pintu ruang CEO pada sore harinya. Sehingga ia meminta Farren, sekretarisnya itu untuk mengantarnya pergi ke kediaman orang tuanya. Sekitar lima belas menit untuknya sampai di halaman luas rumah tersebut. Ia membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam rumah dan terkejut melihat seorang waita yang sudah duduk di ruang keluarga, berseberangan meja dengan Alina dan juga Barack, ayahnya Jake. Fidel. Gadis itu memutar kepalanya melihat kedatangan Jake dan menyapanya dengan seulas senyum dari bibirnya yang terlihat merah. “Duduklah, Jake!” pinta Alina saat melihat Jake hanya terus berdiri di dekat sofa. Meski enggan, Jake melakukannya juga. Ia duduk di samping Fidel, menjaga jarak. Menghindari tatapan Fidel yang mengarah lurus padanya sejak ia datang dan berada di sampingnya. “Kami sudah mendengar apa yang terjadi di kantor,” ucap Alina membuka percakapan, sekilas menun
“JAKE!” seru Alina sembari terhenyak bangun dari duduknya. “Kenapa kamu masih mau bertahan dengan perempuan pincang itu?”“Ini pernikahanku, Mam!” jawab Jake sama kerasnya dengan tanya dari sang ibu. “Aku berhak mempertahankannya!”“Lalu bagaimana dengan skandal yang kamu buat ini?” desak Alina, berkacak pinggang menantang anak lelakinya. “Bagaimana caramu menyelesaikannya, Jake? Apa ada cara lain, selain menikahi Fidel untuk bisa menjaga nama baiknya dan keluarga Magali?”Rupanya … desakan dari Alina tak membuat Jake terintimidasi.Pria itu mengangguk dengan yakin saat menjawab, “Aku bisa membereskannya.”“Jika dalam waktu tiga hari kamu tidak bisa menyelesaikan kekacauan ini, mau tidak mau kamu harus menikah dengan Fidella!” ancamnya tak main-main.Jake mendengus, ia kembali mengalihkan pandangannya dari Alina pada Fidel yang masih duduk di tempatnya dan menatapnya dengan mata yang berair.Jake tampak menunjukkan senyumnya, yang sangat kontras dengan garis dagunya yang tegang dan ma