Laura menepati janjinya untuk membelikan semua orang yang tinggal di rumah oleh-oleh sepulang dari pameran. Bukan hadiah yang besar. Hanya pakaian yang ia pilihkan tadi di mall setelah ia makan siang bersama dengan Jake. Dibantu oleh Han—sopirnya Jake—pakaian-pakaian itu didistribusikan kepada masing-masing penerima, sesuai nama yang ditulis Laura di setiap kemasannya. “Tapi aku belum tanya, Sayang,” ucap Jake saat mereka baru saja keluar dari mobil dan berjalan untuk memasuki rumah. “Apa, Jake?” “Dalam rangka apa kamu membelikan semua orang di rumah ini hadiah?” tanya Jake balik, mengguncang lirih tangan Laura yang sedang ia genggam. “Aku tidak memiliki niat apapun, Jake,” jawab Laura, sekilas memandang Jake dan melemparkan senyumnya yang manis. “Anggap saja itu sebagai sebuah perayaan kecil karena aku kembali ke rumah ini, atau mungkin … atas membaiknya hubungan kita?” Laura tak bisa menahan senyumnya, ada kebahagiaan yang sangat kentara saat ia menyebut kata ‘kita’ karena dul
Haru yang ditimbulkan oleh suara Laura turut merasuki Jake. Ia memeluk Laura dan berbisik di telinganya, “Semua ini berhasil karena kamu memiliki keinginan untuk sembuh, Sayang,” katanya. “Semua berawal darimu. Jika hari itu kamu menyerah … mungkin yang tersisa di sini hanyalah seorang Jake Ganzano Heizt yang kesepian dan lambat laun mati karena kerinduan.”Bibir Laura gemetar saat ia menarik kepalanya dari dada Jake yang bidang, tempat ia menenggelamkan wajahnya untuk beberapa detik lamanya.Ia tidak tahu harus mengatakan apa sekarang, “Hidupku yang sengsara berubah menjadi ladang bunga,” ujarnya lirih. “Kamulah bunga itu, Eve Laura.”Tidak pernah … tidak pernah sama sekali Laura berpikir ia akan bertemu dengan hari ini.Seolah waktu yang dimiliknya telah berhenti pada hari di mana dokter memvonis umurnnya yang tak akan bertahan selain lebih dari tiga bulan.Ketakutan acapkali melandanya sebelum ia menjumpai Jake, wajahnya yang tersenyum manis, atau tatapan matanya yang hangat.Baru
Elsa masih berdiri di dekat mobilnya, menyembunyikan diri di sana. Mengurungkan niat untuk menampakkan diri atau bisa dilihat oleh Zafran dan ibunya. Ia mendengar Zafran yang bicara pada sang ibu, tapi dari tempatnya berada … percakapan itu tak terdengar begitu jelas. Tapi karena hal itu, Elsa justru bersyukur. Barangkali akan lebih baik tak mendengarnya. Ia tak ingin membuat hatinya ini terbebani dengan berbagai macam prasangka. Dan lebih memilih agar pertemanan mereka tetap berjalan seperti sebelumnya. ‘Apakah mereka sudah pergi?’ batinnya seraya mengintip, sedikit memajukan kepalanya sebelum menariknya kembali dan tetap bersembunyi untuk beberapa lama hingga ibunya Zafran pergi dari sana. Memastikan Zafran untuk lebih dulu masuk ke dalam restoran kemudian barulah ia menyusul. Di dalam sana, ia melihat Zafran yang duduk di sudut ruangan, pada space yang lebih luas dan terasing dari meja-meja pengunjung yang lain. Pria itu melambaikan tangannya begitu melihat kedatangan Elsa—yang
Laura berdebar. Ia menarik napas dalam saat melingkarkan tangan kecilnya pada lengan kekar Jake yang berbalut dengan jas warna hitam saat mereka memasuki ruangan, ballroom di mana ulang tahun Laura serta anniversary mereka yang memang berdekatan digelar secara bersamaan.Di salah satu hotel milik HZ Empire, pesta itu dilaksanakan. Mereka tidak mengundang banyak orang, hanya yang dekat saja dan sebagian besarnya Laura pikir datang pada malam hari ini. Mereka berdiri dari duduk mereka saat Laura serta Jake berjalan dengan lampu sorot yang menerpa keduanya. Mereka sudah menyapa tamu sebelumnya, jadi ini bukan grand entrance. Saat tiba di panggung, pembawa acara mengatakan agar Laura mengatakan sesuatu untuk ulang tahunnya yang indah malam hari ini. “Waktu dan tempat kami persilahkan untuk Bu Laura.”Laura menyapukan pandang sejenak pada seluruh tamu undangan yang kembali duduk sebelum mengatakan, “Terima kasih untuk semua yang sudah datang pada malam yang baik ini. Tidak ada hadiah ya
Sudah mati-matian menghindari … tapi apa mau dikata jika takdir tak menginzinkannya?Sepasang mata Elsa melebar, ia memandang Zafran yang tak lama kemudian melepas tangan dari pinggangnya seraya bertanya, “Kamu baik-baik saja?”Elsa mengangguk, “I-iya, Zaf,” jawab Elsa. “Terima kasih.”Zafran hanya menunjukkan seulas senyumnya sebelum mereka membawa langkah kaki untuk keluar dari pintu hotel. Berada pada teras yang sedikit lengang, Zafran kembali membuka suaranya.“Aku pikir kamu tidak datang malam ini,” katanya.“Datang, Zaf. Laura mengundangku.” “Tapi ... bagaimana caramu pulang, Elsa?” tanya Zafran.“Aku bawa mobil,” jawabnya. “Tadi datang ke sini dengan temanku. Dia sedang ambil di parkiran sebentar dan memintaku menunggu di sini,” lanjutnya panjang lengkap dengan penjelasannya sekaligus.“Sungguh?” sangsinya. “Tidak naik taksi?”“Tidak, Zaf,” jawab Elsa. “Kalau begitu aku pergi dulu.” Zafran tak menyiapkan jawaban atas kalimat Elsa yang tiba-tiba saja berpamitan. Elsa sekilas
Setelah tiga puluh satu Oktober menggenapi usia Laura pada umur dua puluh tujuh, mereka mengawali minggu pertama bulan November untuk menepati janji yang pernah mereka katakan. Kembali ke Pantai Kenangan. Sore hari ini, janji mereka telah terwujud. Melalui perjalanan yang tidak sebentar dari kota, melewati perbatasan, melalui jalan di tengah hutan, tempat tujuan mereka telah berada di depan mata. Angin dari lautan membelai rambut Laura yang lebih dari sebahu, ia tengah berjalan di atas pasir putih dengan tangan yang saling bergandengan bersama Jake, mengaitkan jari mereka lebih erat, meyakinkan diri bahwa hari ini berhasil mereka gapai. “Bukankah sekarang keadaannya sudah berbeda?” tanya Laura saat mereka baru saja melewati tumpukan batu yang sepertinya dibuat oleh pengunjung lain sebelum mereka sampai. “Apanya yang beda, Sayangku?” tanya Jake balik. Ia yang berjalan di sisi kanan Laura menoleh padanya, sedikit menunduk mengantisipasi sekiranya suara Laura tak sampai pada indera
Nyawanya belum sepenuhnya kembali. Laura sepertinya masih terjebak pada waktu di mana ia mendengar Jake mengatakan, ‘Jangan minta aku berhenti malam ini.’Ia menghela napas dengan sedikit dalam, mengingat semalam seperti tak akan ada habisnya. Harus bagaimana Laura menjelaskan bahwa memang Jake sedikit ‘nakal’ dan tidak bisa … dikendalikan?Ia menggosok matanya dan bangun dari berbaringnya setelah melihat ranjang di sebelahnya telah kosong, tidak ada Jake yang semalam terlelap di sana pagi hari ini.Laura keluar dari kamar setelah mengambil sembarang pakaian.Berjalan ke lantai satu, ia mendengar adanya aktivitas di dapur dan membawa langkah kakinya ke sana dan menjumpai prianya yang tengah berdiri di depan lemari pendingin. Tengah meneguk minuman dengan mata terpejam, jakunnya yang seksi naik turun, seolah dahaga yang sedang ia tuntaskan itu sudah ia simpan sangat lama.‘Apa dia baru olahraga?’ tanya Laura dalam hati, memandangi rambut Jake yang memang sedikit basah.‘Tapi apakah b
‘Apa’ dari Jake yang meninggi mengindikasikan sebuah rasa kecewa yang berbaur dengan kemarahan yang sangat besar. Laura yang berdiri di sekat nakas untuk mengambilkan Barack minuman pun turut terkejut mendengar pengakuan ayah mertuanya itu. Ia kembali mendekat, menyodorkan segelas air hangat untuk Barack yang dibantu bangun oleh Jake terlebih dahulu. Melihat Barack … Laura tahu ia sedang tidak baik-baik saja. Bibir dan wajahnya yang pucat menunjukkan betapa ia kecewa pada wanita yang telah dinikahinya selama ini. “Terima kasih,” ucap Barack setelah meneguk minuman dan mengembalikan cangkirnya pada Laura. “Jangan menjadikannya sebagai beban, Pa,” kata Laura, menunjukkan senyumnya pada Barack. Melakukan apapun sebisanya agar umur pria tua itu tak dipersempit takdir akibat memikul kekecewaan yang besar. “Jika Papa berkenan, Papa bisa menceritakannya pada kami apa saja yang dikatakan oleh Mama,” lanjutnya yang membuat Jake sejenak termangu mendengar kehangatan dari cara Laura beruca