sampai jumpa besok lagi kak semua, apakah mau yang manis-manis dari Laura sama Jake? xixixiix
“Turunkan suaramu, Fidel ….” pinta Alina, suaranya terdengar hampir berbisik. “Tante tidak mau kalau sampai papanya Jake mendengar keributan ini dan tahu kala Tante menghabiskan uang keluarga Heizt,” lanjutnya.“Jika begitu, bukankah Tante tahu apa yang harus Tante lakukan?” tanya Fidel, memperjelas.“Iya, Tante tahu,” jawab Alina dengan gegas. “Tante akan mencari cara. Tapi tidak bisa dalam waktu dekat ini. Mungkin nanti kalau Laura dan Jake sudah kembali ke Jakarta, tante akan melakukan apa yang kamu mau agar Jake bisa seperti dulu,” ucapnya, berusaha meyakinkan Fidel.“Kalau sampai tante bohong, aku tidak akan menahan diri dan langsung mengadu pada Jake,” ancamnya yang tak bisa dibantah oleh Alina.Wanita paruh baya itu mengangguk setuju sehingga Fidel yang menjumpai wajahnya yang ketakutan pun tersenyum manis.“Terima kasih karena Tante selalu di pihakku,” ucap Fidel kemudian berdiri dari duduknya. “Aku pulang dulu kalau begitu, sampai jumpa,” pamitnya lalu mengayunkan langkah kak
Untuk yang ke sekian kalinya setiap kali Laura bangun tidur dan membuka mata … ia tak menjumpai Jake ada di sampingnya. Hari-hari sebelumnya pria itu pergi jogging, lalu berolahraga di gym. Pernah juga membelikan Laura bunga dan toast yang antrenya mengular hanya agar mereka bisa sarapan di dalam kamar hotel. Banyak yang dilakukan oleh Jake yang Laura pikir … ‘Sepertinya dia sengaja pergi pagi-pagi untuk menghindari kontak mata denganku,’ gumam Laura, menerka sekenanya. “Atau aku saja yang bangun terlambat?” tanyanya lagi, berjalan menepi seperginya dari ranjang dan melihat keadaan di luar melalui jendela lantai sepuluh hotel tempat ia tinggal. Laura rasa tidak. Karena ini masih terbilang gelap di luar. “Ke mana perginya Jake?” Tapi Laura ingat sesuatu, semalam Jake mengatakan bahwa ia akan pergi berenang, jadi kemungkinan besar pria itu ada di sana. Laura turun ke lantai bawah setelah mandi. Dugaannya benar, Jake sedang ada di sana. Di kolam renang yang sepi, tak ada satu oran
“Jake?” panggil Laura lirih, mencoba menghentikan Jake tetapi sepertinya ia tidak ingin melepas Dokter Lin begitu saja. Mata pria itu tampak tajam menatap dokter muda yang kebingungan itu, sehingga Laura memutuskan untuk meraih pergelangan tangan Jake. “Jake,” panggil Laura sekali lagi, mengalihkan fokus Jake pada sepasang netra Laura yang tampak memberinya isyarat agar Jake melepasnya. Karena memang sekarang Laura sedang diperiksa. Situasi ini agak sedikit … lucu. Karena perawat yang berdiri tak jauh dari Dokter Lin pun tampak tak bisa menahan senyumnya melihat interaksi mereka. “Jake,” sebut Laura, sedikit keras kali ini sehingga akhirnya pria itu melepas tangan Dokter Lin. Tak lama setelah itu, Dokter Zhen memasuki ruangan kembali, melewatkan kejadian yang membuat ruangan dibakar oleh api kecemburuan. Yang Laura yakin … saat ia keluar dari sini nanti akan menjadi cerita. Pemeriksaan dan fisioterapi lanjutan berjalan dengan baik. Dokter bilang setelah ini nanti Laura bis
Setelah melewati banyak kesalahpahaman, bahkan perpisahan yang Laura sangka sebagai sebuah kematian, akhirnya ia merasa dirinya terlahir kembali.Setiap membuka mata, atau di manapun ia dan Jake bertatap muka, Laura melihat Jake dengan keadaan pria itu tersenyum, tidak seperti sebelumnya yang selalu murung dan tampak kesal, atau bahkan abai padanya.Pagi hari ini, kehidupan baru dimulai di Jakarta. Laura sudah memikirkan apa yang akan ia dan Jake lakukan. Mereka akan pergi bekerja pada pagi hari, lalu sore harinya pulang untuk menghabiskan waktu bersama. Tapi sepertinya … itu tak bisa berjalan dengan lancar karena Laura harus menghadapi Jake yang terus menempel padanya, seperti ini!Laura sedang ada di dalam ruang ganti yang ada di kamar mereka, baru saja selesai bersiap saat melihat Jake selesai mandi.Saat Laura menyerahkan kemeja yang harus ia kenakan, yang dilakukan oleh Jake adalah malah memeluknya.“Tidak usah pakai baju,” ucapnya bermalasan.“Apa maksudnya?” tanya Laura tak h
“Seorang wanita?” ulang Jake memperjelas pada Laura yang mengangguk membenarkannya.“Iya, Jake,” jawab istrinya itu teriring dengan sebuah anggukan. “Seingatku hari itu, yang mengendarai mobilnya adalah seorang wanita. Hanya saja … aku tidak jelas melihatnya karena saat itu hujannya sangat deras, ‘kan?”Jake menghela napasnya kemudian menoleh pada Farren. “Cari informasi lebih lanjut pada orang-orang yang ada di penadah mobil bekas itu, Ren!” pintanya tegas. “Harusnya mereka tahu siapa yang menjualnya, dan kenapa mobil itu ada di sana dengan harga yang murah.”“Baik, Tuan Jake.”“Meski kecil kemungkinan mendapatkan informasi … tidak ada salahnya kita bertanya lebih jauh pada mereka, mereka pasti tidak akan keberatan,” katanya. “Baik, akan aku lakukan,” jawab Farren.Ia memandang sepasang mata Jake yang tampak menyipit tajam, ada dendam terhadap sore hari itu, pada seseorang yang melindas tangan kirinya hingga mengalami retak parah dan membuatnya harus melihat Laura terkapar koma.Bul
Laura menghela dalam napasnya, mencoba menenangkan gadis itu dengan menunjukkan senyumnya. “Baik,” ucapnya mula-mula. “Jika memang kamu tidak memiliki niat untuk mencelakai aku, lalu kenapa kamu melakukan itu, Tania?” tanyanya. “Kamu tahu aku tidak menuduhmu, tapi kamu yang baru saja mengatakan bahwa kamu tidak begitu, jadi apa alasannya?” Laura berharap … Tania menjawabnya dengan jujur. Menyingkirkan ketakutannya dan menyebutkan alasan yang jelas. Tania tampak memandanginya dan Jake bergantian. Sepasang matanya yang cekung dan menghitam itu menoleh ke sekitar dan ia membuka kedua bibirnya. Senyum terkembang lebih lebar di bibir Laura saat berpikir gadis itu akan bicara. Tetapi … kenyataan selalu meleset dari harapan. Sebab yang dilihat oleh Laura, sekali lagi adalah sebuah gelengan. “Maaf,” ucapnya penuh sesal tertunduk dalam dengan air mata yang kembali membasahi pipinya yang tirus. “Maaf, Nona Laura,” lanjutnya. “Saya yang bersalah karena sudah membuat sakit Nona semakin terpur
Sepertinya, kalimatnya barusan didapati oleh Jake penuh dengan kemelut sehingga pria itu bangun dari pangkuannya dan mendekatkan wajahnya untuk menggapai bibir Laura.Dua detik bibir mereka saling menyapa sebelum suara bariton Jake berbisik, “Kalau kamu terus kepikiran dengan itu, kamu bisa drop lagi,” ujarnya. “Dan aku tidak mau itu terjadi, Laura. Bisa dibilang ini masih dalam tahap pemulihanmu, tolong jangan terbebani banyak hal.”Laura menatap wajahnya yang sangat dekat, dan karena sepertinya Jake tidak akan begitu saja menjauh maka ia menganggukkan kepalanya dengan cepat.“I-iya, baiklah,” tanggapnya. “Aku tidak akan—“Laura berhenti bicara saat matanya secara otomatis terpejam kala Jake menutup bibirnya sehingga hening menyapa mereka.Seolah jantung Laura akan meledak diperlakukan seperti ini, padahal ia sudah melakukannya bersama dengan Jake lebih dari puluhan kali jumlahnya.Tetapi tetap saja pelukan yang ia berikan, ciumannya yang memagut Laura lebih dalam atau saat kedua len
Bagi Fidel … tak ada yang lebih membahagiakan daripada bertemu dengan Jake. Semalam, ibunya Jake—Alina—mengatakan bahwa HZ Empire yang akan membuat produk baru berupa makanan akan melakukan meeting terkait joint venture dengan menggandeng beberapa partner. Alina menyarankan agar MG Group—bisnis milik ayahnya—mengajukan diri sebagai rekanan dalam proyek tersebut. Fidel pun datang sebagai perwakilan dari MG Group setelah melobi ayahnya agar ia saja lah yang hadir di meeting tersebut. “Hai, Jake,” sapa Fidel, melambaikan tangan pada pria yang ia damba itu saat wajahnya yang menawan menyeruak memasuki pintu ruang meeting. Dengan begini … Fidel yakin bahwa ia akan memiliki banyak waktu untuk bertemu dengan Jake sebab mereka terlibat dalam satu proyek kerja sama yang membutuhkan keterlibatan keduanya. “Apa kabar?” tanya Fidel, berusaha mencairkan suasana karena sepertinya seisi ruang pertemuan dari sudut hingga ke sudut diisi oleh ketegangan. “Kamu sudah pulang ternyata, kenapa tidak me
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau