“Aku tidak ingin melihat Fidel ada di sekitarku, Jake.” Laura menatap Jake dalam, diam-diam berpikir apakah Jake akan menolak—mengingat pria itu pernah memiliki rasa yang hebat pada sosok Fidella Magali, cinta pertamanya.Namun, seberkas pikiran buruk Laura itu keliru. Sebab Jake dengan cepat mengiyakan keinginannya.Jake mengangguk sambil tersenyum. “Aku sudah meminta Farren untuk datang padanya dan memintanya pulang, karena skandal ini harusnya juga memperburuk situasi bisnis milik keluarganya, ‘kan?”Laura percaya itu tulus, matanya lebih banyak bicara daripada kata-kata.“Tenanglah … kamu bisa percaya padaku,” Jake mengarahkan tangan kanannya pada Laura yang terlambat menghindar sehingga telapak besar pria itu menyentuh puncak kepalanya dan mengusapnya.“Akan aku ambilkan minum untukmu, sebaiknya sekarang kamu tidurlah,” lanjutnya kemudian beranjak.Saat Jake akan melakukan itu, langkahnya terhenti karena Laura meraih pergelangan tangannya. Jake kembali menoleh dan menghadapkan t
Di dalam kamar rawatnya … Laura terjaga saat ia merasa tenggorokannya kering. Ia bangun dan menggapai air dari atas meja kemudian meneguknya.Ia memandang sofa tempat di mana Jake biasanya tidur di sana untuk menunggunya, tetapi pria itu tak terlihat. Bahkan tanda-tanda ia sempat tidur di sana pun juga tak dijumpai oleh Laura.Saat Laura meraih ponselnya, ia melihat jam telah menunjuk pada pukul dua belas malam lewat beberapa menit yang terasa dingin.‘Apa dia di kamar mandi?’ tanya Laura pada dirinya sendiri. Ia menoleh ke arah pintu kamar mandi dan memutuskan untuk memanggilnya.“Jake?”Tak ada jawaban.“Jake, kamu di kamar mandi?”Tetapi hanya kenihilan yang didapat oleh Laura. Ia meremas dadanya yang terasa sesak, ada kecemasan yang samar menghantuinya. Firasatnya buruk ….‘Apa dia pergi ke luar?’ tanya lain kembali timbul di dalam hatinya.Ia memutuskan untuk menghubungi Jake, setidaknya untuk memastikan di mana keberadaan pria itu. Atau untuk menepis firasat buruk yang tumbuh p
“Kalian?!” Fidel yang terkejut melihat pintu yang terbuka dan kedatangan Laura serta Farren segera melompat turun dari atas Jake. Ia meraih selimut untuk menutupi tubuhnya, diselubungi oleh kebimbangan, benaknya mempertanyakan bagaimana bisa caranya mereka menemukannya ada di sini?! “TUAN JAKE!” Farren berseru marah, memanggil Jake tetapi tentu saja itu tidak membuahkan hasil. Tuannya itu memiliki kondisi yang sama persis dengan yang dikatakan oleh Laura, tak sadarkan diri. Farren beringsut masuk ke dalam kamar itu, saat ia mendekat pada Jake, bau alkohol tak begitu tercium dari sekitar bibirnya. Yang artinya ia pasti tumbang karena faktor lain, diberi obat-obatan misalkan. Meski Farren tahu siapa yang melakukan ini, dan kepalanya yang telah mereka ulang bagaimana Jake sampai di ranjang ini, Farren sadar ini bukan waktu yang tepat. Ia sekilas menoleh pada Laura yang terpaku di ambang pintu. Matanya menatap lurus pada Fidel yang menepi dan menyandarkan punggungnya di dinding.
Fidel melihat punggung bidang Farren yang tengah memapah Jake untuk keluar dari kamar ini. Langkah kaki mereka menghilang disertai oleh pintu kamar yang tertutup dengan cukup keras, berdebam, seolah itu adalah sebuah peringatan!Fidel melepas selimut yang menutupi tubuhnya, ia melemparnya ke lantai dan menginjak-injaknya dengan sangat marah.“Sialan! Sialan!” umpatnya tak terkendali.Napasnya naik turun diburu oleh amarah. Matanya memanas mengingat tatapan Laura yang nyalang menghujam jantungnya. Ketenangan yang diberikan oleh istri Jake itu seolah sedang mengolok-oloknya, bahwa Fidel tidak akan bisa menang dari Laura, sampai kapanpun!Mengingat itu saja membuatnya meledak.Ia melemparkan barang-barang di atas meja, tak begitu melihat apa saja yang tertata di sana karena wajahnya tertutup oleh sebagian rambut panjangnya yang basah oleh keringat dingin.Fidel tidak pernah merasa takut saat berhadapan dengan seseorang, tapi yang barusan itu ... nyalinya seperti sedang dibuat bertekuk
Tangan Jake terasa kebas saat ia membawa Laura untuk berpindah dari sofa ke atas ranjang rawat miliknya. Ia baringkan perlahan, takut kesalahan kecil yang ia lakukan justru akan menyakiti Laura dengan semakin besar. Ia memanggil dokter yang tak lama kemudian datang diikuti oleh beberapa orang perawat. Jake menyisih dan memberi ruang yang lebih lebar bagi mereka. Jantungnya seperti berhenti berdetak saat ia mendengar dokter yang memeriksa Laura menoleh pada perawat dengan wajahnya yang sedikit panik. “Hubungi OR! Kita bawa pasien ke sana sekarang!” “Baik, dokter.” Begitu perawat itu pergi, perawat yang lain dengan cakap melakukan yang diminta oleh dokter agar Laura diinfus dan dipasangkan alat bantu pernapasan. “Apa yang terjadi, Dokter?” tanya Jake, setidaknya ia ingin tahu sedikit saja mengapa Laura tiba-tiba tak sadarkan diri. “Padahal dia baik-baik saja sebelumnya.” “Tubuh Bu Laura melemah, Pak Jake,” jawab dokter, seperti sedang menata kalimat untuk menjelaskannya pada Jake
Ketakutan memburu Jake, memberinya kecemasan hebat yang menusuk setiap petak di dalam dadanya yang berpikir bahwa ini adalah akhir dunia jika dokter keluar dengan mengabarkan hal buruk ... hal yang paling buruk ... seperti ... kematian.Sepasang netranya menghangat saat dokter Xiao mengatakan, “Mohon maaf karena kami tidak bisa menyelamatkan satu ginjal Bu Laura karena itu memang benar-benar rusak,” ujarnya. “Tapi kondisi satu ginjal lain miliknya dalam kondisi yang baik, dan operasi berjalan dengan lancar.”Jake mematung di tempat ia berdiri, kepalanya tertunduk, diguyur ribuan liter es batu yang melunturkan semua gelisah yang mengekang sekujur tubuhnya selama Laura ada di dalam sana.Matanya terpejam dengan lega, selama lebih dari enam puluh detik yang ia lakukan hanya mengatur napasnya yang naik turun, hingga Farren mewakilinya untuk bicara pada Dokter Xiao.“Terima kasih, Dokter Xiao,” ujar Farren akhirnya. “Kami akan menunggu kabar baik lainnya dari Anda.”“Baik. Kami akan memind
“Ibuku yang melakukannya?” ulang Jake memperjelas pada Farren yang dengan cepat mengangguk.“Benar, Tuan. Nyonya Alina yang melakukannya,” jawabnya tegas. “Sebagian besar beritanya sudah berhasil diturunkan. Anda ingin aku melakukan apa?”Jake membuang napasnya dengan sedikit berat, tangannya menyapukan rambut hitamnya ke belakang. Seolah itu adalah caranya menjernihkan pikiran sebelum ia memberi keputusan pada tangan kanannya itu.“Aku yang akan mengurusnya, Ren,” jawab Jake akhirnya. “Aku akan menghubungi ibuku nanti.”“Baik.” Farren menundukkan kepalanya di hadapan Jake sebelum mengayunkan langkah kaki panjangnya untuk meninggalkan ruang rawat naratama.Menyisakan Jake serta Elsa yang masih duduk berhadapan dengan dipisahkan oleh meja.“Aku juga tahu soal skandal itu,” kata Elsa memulai kembali percakapan. “Apakah Laura juga mendengarnya, Pak Jake?”“Laura tahu semuanya, Sa,” jawabnya.“Artinya sekarang tidak ada yang Anda dan Laura rahasiakan, setidaknya ada perkembangan yang bag
“A-apa?” tanya Fidel, menelan ludahnya dengan gugup. “Sebaiknya kamu tidak lupa, Fi,” lanjut Jake sembari menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan tangan yang bersedekap. “Bahwa keluarga Laura lah yang sejak awal dekat dengan keluargaku. Aku mengenal Laura jauh lebih dulu sebelum kamu tiba-tiba mengatakan pada semua orang bahwa kita memiliki hubungan. Seingatku … itu kamu katakan di depan anak-anak saat kita ada di bangku SMA,” lanjut Jake panjang. Membeberkan kenangan yang bisa ia ingat, bahwa memang seperti itulah adanya. Bahwa ia dan Laura sudah saling mengenal jauh sebelum keluarga Fidel dekat dengan keluarga Heizt. “Kalau tidak salah ingat, kamu tiba-tiba mengatakan kita dekat karena saat itu kamu sangat kesal pada Laura setelah dia memenangkan lomba ratu sekolah,” Jake menyipitkan matanya saat Fidel mulai bergerak tidak nyaman di tempat ia duduk. “Kamu kesal karena tidak memiliki pencapaian dibanding Laura yang bagus dalam segala hal. Karena tahu jika kamu dekat da