haloo akakk terima kasih sudah membaca ya 🙂↕️ jangan lupa tinggalkan komentar dan gems untuk Laura sama Jake 🌹 sampai jumpa lagi besok💓 follow 1nst4gram othor @almiftiafay juga ya, othor selalu balas DM kakak semua 🤗
Laura menghindari tatapan Jake yang mengarah lurus padanya, “Jangan bicara terlalu manis karena itu memperburuk komplikasiku,” katanya yang membuat Jake yang mendengarnya tertawa lirih.Jake senang karena sekarang Laura telah sepenuhnya menerima dirinya dan tidak ada kebencian atas kondisinya yang memang sedang sakit.“Kamu tahu apa yang aku sukai saat kamu mengatakan itu, Laura?” tanya Jake setelah Laura kembali memandangnya.“Apa?” tanya Laura balik.“Dengan menjadikan sakitmu ini sebagai sebuah candaan, artinya kamu bisa menemukan kebahagiaan dalam penderitaan,” jawabnya.“Tapi bukankah aku selalu menemukan kebahagiaanku dalam penderitaan meski pun itu kecil?” Laura mengatakannya dengan tenang, yang Jake sadar itu adalah sebuah sindiran untuknya.Laura menyebut ‘penderitaan’ itu merujuk pada hidupnya selama dua tahun bersama dengan Jake, ia yakin itu.“Iya baiklah kamu benar …” aku Jake. “Maksudku, dengan begini aku harap kamu akan terus percaya bahwa kamu akan cepat sembuh nanti.”
Satu inci lagi, Jake akan menggapai ranum manisnya bibir Laura. Tetapi …. Rencana itu gagal sebab ia mendengar ponselnya yang ada di dasbor bergetar. Seperti dipaksa kembali pada kenyataan yang selalu tak seindah harapan, Jake menarik dirinya dari Laura. Menarik wajah, menarik tangannya. Begitu juga dengan Laura yang dengan cepat membuka kedua matanya. Ia berpaling dan membuka kaca di jendela mobil agar ada udara yang masuk dan mendinginkan panasnya atmosfer yang sesaat barusan sengaja menariknya dalam bujuk rayu. Laura bisa mendengar hela napas Jake yang kesal saat ia meraih ponselnya dan menerima panggilan yang membuat benda pipih itu bergetar. “Farren,” sapa Jake dengan suaranya yang dingin. Laura bisa menjumpai ketidaksukaan pria itu saat mengatakan, “Baiklah, terserah apa yang ingin kamu lakukan. Atur saja yang benar!” setelah keheningan, karena sepertinya sekretarisnya itu melaporkan sesuatu kepadanya. Lalu panggilan mereka mati dan Jake meletakkan ponselnya kembali. Saa
Laura ikut tersenyum, “Siapapun itu … aku harap Pak Zafran juga mendapatkan kebahagiaan,” katanya. “Terima kasih untuk sudah datang dan membuatku percaya bahwa masih ada orang baik yang tanpa pamrih menolong di tengah dunia yang kehilangan empati.”“Sama-sama, Laura ….” tanggap Zafran kemudian meraih cangkir teh yang ada di hadapannya yang baru saja dibawa oleh Hani, dan Laura mempersilahkannya untuk meminumnya.Setelah teh yang wangi rosela itu habis, Zafran beranjak bangun dari duduknya. Ia berpamitan pada Laura serta berterima kasih karena sudah bersedia menemuinya.Laura mengantar kepergiannya hingga ke teras, sosoknya yang tampak cantik dapat dilihat oleh Jake yang telah duduk di balik kemudi mobilnya sebelum mengendarainya pergi dari sana.Melihat perubahan yang baik pada diri Laura … Zafran lega. Karena ini artinya Jake menepati janjinya untuk memperbaiki kesalahan yang pernah ia lakukan dan melakukan yang terbaik untuk istri yang pernah ia sia-siakan.Meninggalkan halaman buti
“Apa yang dia lakukan di sana?” gumam Jake samar. Tapi tak mengurangi betapa kesal pria itu sekarang ini. Laura menoleh pada Jake yang tampak memejamkan matanya dengan tak percaya. Sedang ia meremas tongkat siku yang ada di tangannya semakin erat, mencoba bersikap tenang karena kehadiran Fidel di lounge first class tempat ia bersama dengan Jake serta Farren akan duduk itu telah berhasil merusak ketenangannya. Rasanya kebahagiaan akan kalimat Elsa atau haru biru bersama dengan orang-orang yang tadi mengantar kepergiannya sirna dalam waktu kurang dari satu detik. “Aku tidak tahu kalau dia akan ada di sana, Laura,” ucap Jake, menjelaskan sesederhana mungkin untuk meminimalisir kecurigaan yang barangkali memenuhi benak istrinya. “Entah bagaimana caranya perempuan itu bisa ada di sana,” lanjutnya. Jake mengalihkan matanya dari Laura pada Farren saat mengatakan, “Aku tidak mau berurusan dengannya,” ujarnya. “Kamu saja yang mengurusnya, Ren!” “Baik, Tuan Jake.” Pemuda itu menundukkan
“Tolong jangan mengganggu ketenangan penumpang pesawat yang lain, Bu!” ucap seorang pria dengan pakaian keamanan bandara yang mendekat pada Fidel.Sepertinya teriakannya yang tadi cukup keras saat memanggil Laura telah dilaporkan oleh penumpang lain sehingga beberapa petugas mendatanginya.“Tolong tenang karena jika Anda mengganggu ketertiban kami akan membawa Anda keluar dari bandara,” tegas salah seorang lainnya.Fidel mengepalkan kedua tangannya semakin erat.Tidak sempat membalas apa yang dikatakan oleh Laura karena ia membawa langkah kakinya menjauh dari mereka dan memutuskan untuk duduk serta melihat Laura serta Jake dari kejauhan saja.Matanya sejenak terpejam.Mengingat sebentar ke belakang … Fidel mengetahui soal kepergian Laura yang akan diantar oleh Jake ke Guangzhou ini setelah ia bertanya pada Alina—ibunya Jake.Tetapi sepertinya … keberadaannya di sini tak bisa membuat mental Laura terpecah belah karena perempuan itu sama sekali tak terpengaruh.Apalagi Jake! Pria itu ta
“Akh! Maaf!” suara Farren datang dari balik pintu yang tiba-tiba terbuka dan membuat Jake beringsut turun dari samping Laura. Pemuda itu segera memutar tubuhnya dan menunjukkan punggungnya yang terbalut dalam kemeja itu pada Jake yang mengusap wajahnya dengan kasar. Sementara Laura berpaling dan memutuskan untuk berbaring serta membungkus kepalanya dengan menggunakan selimut. Lalu sesaat kemudian ia terheran … mengapa ia dan Jake seolah baru saja sedang terpergok melakukan ‘sesuatu’ yang tidak benar padahal mereka adalah suami istri yang sah? “Maaf,” kata Farren sekali lagi. “Aku pikir tadi Tuan dan Nona ….” Ia tak melanjutkan kalimatnya, sepertinya sadar tak menemukan alasan yang tepat sehingga ia memilih untuk jujur. “Aku pikir kalian masih di ruang konsultasi jadi aku masuk untuk meletakkan makanan,” katanya sembari mengangkat sekilas paper bag yang ada di tangannya—sebagai bukti—dengan posisi dirinya yang masih memunggungi Jake. “Itu saja?” tanya Jake, membuat Farren perlahan
Siang hari ini, Laura baru saja selesai menjalani dialisis pertamanya dengan melakukan cuci darah. Sekujur tubuhnya terasa nyeri meski selama proses itu berlangsung ia tak merasakan apapun. Efeknya justru terasa saat ia berbaring di atas ranjang di dalam ruang rawat naratama miliknya.Saat ia berpikir ingin tidur sejenak, sebuah panggilan yang masuk ke dalam ponselnya membuatnya mengurungkan hal itu.Dari Agnia—ibunya—yang kemudian diterima oleh Laura sehingga suara di seberang sana menyapanya terlebih dahulu.“Laura,” katanya.“Ada apa, Ma?” tanya Laura langsung pada pokok persoalan. Tak ingin terlibat dalam perdebatan atau mendengar kalimat ibunya yang sebagian besarnya terbiasa menyakitkan.“Benar kamu sedang ada di Guangzhou bersama dengan Jake?” tanya sang ibu.“Iya.”“Kelihatannya kamu sudah bisa mengambil hati suamimu,” ujarnya—yang apa tujuan Agnia mengatakan itu Laura pun tak mengetahuinya. “Tapi Mama pikir kamu masih cukup bodoh untuk tidak membuat pria itu sepenuhnya menja
“Aku tidak ingin melihat Fidel ada di sekitarku, Jake.” Laura menatap Jake dalam, diam-diam berpikir apakah Jake akan menolak—mengingat pria itu pernah memiliki rasa yang hebat pada sosok Fidella Magali, cinta pertamanya.Namun, seberkas pikiran buruk Laura itu keliru. Sebab Jake dengan cepat mengiyakan keinginannya.Jake mengangguk sambil tersenyum. “Aku sudah meminta Farren untuk datang padanya dan memintanya pulang, karena skandal ini harusnya juga memperburuk situasi bisnis milik keluarganya, ‘kan?”Laura percaya itu tulus, matanya lebih banyak bicara daripada kata-kata.“Tenanglah … kamu bisa percaya padaku,” Jake mengarahkan tangan kanannya pada Laura yang terlambat menghindar sehingga telapak besar pria itu menyentuh puncak kepalanya dan mengusapnya.“Akan aku ambilkan minum untukmu, sebaiknya sekarang kamu tidurlah,” lanjutnya kemudian beranjak.Saat Jake akan melakukan itu, langkahnya terhenti karena Laura meraih pergelangan tangannya. Jake kembali menoleh dan menghadapkan t
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau