Share

Bab. 4

Penulis: Disi77
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-13 16:39:33

“Tuan, apa tidak sebaiknya mengatakan yang sebenarnya pada Tuan Ray tentang Nona Gia?” 

Adam—asisten pribadinya Wilson memberikan usul, tetapi Wilson langsung menggelengkan kepalanya. Setelah memastikan cucunya meninggalkan hotel tanpa ada yang memata-matai, Wilson langsung memilih pulang. Ray yang seorang pewaris harus menjaga imejnya dari kejaran para wartawan berita. 

“Ray harus bisa menghargai ketulusan dan pengorbanan Gia. Dia harus tahu kalau wanita itu sangat berharga,” ucap Wilson dengan tatapan berat.

“Tapi, Grace, semakin berani dan Tuan Ray menjadi semakin tak terkendali,” balas Adam mengutarakan pendapatnya.

Wilson hanya terdiam. Pikirannya terasa penuh, hingga dia harus memijat kepalanya. Dadanya bahkan terasa sesak, hingga dia harus menghela napas panjang agar bisa melegakannya.

“Tuan, Anda tidak apa-apa?” tanya Adam cemas.

“Aku baik-baik saja, Adam!” jawab Wilson tanpa menoleh dan terus memegangi dadanya yang terasa semakin menghimpit jantung.

Adam merasakan ponselnya bergetar. Ia segera meminta izin untuk menjawab panggilan itu. Dalam sekejap, raut wajahnya berubah tegang saat mendengar suara di ujung telepon.

Setelah panggilan berakhir, Adam dengan cepat menggulir layar ponselnya. “Tuan, lihat ini,” ucapnya sambil menyerahkan ponsel kepada Wilson.

Wilson mengambil kaca mata bulat dari saku jasnya, mengenakannya dengan tergesa, lalu memeriksa layar ponsel Adam. Mata tua Wilson langsung membelalak. Sebuah video dari pesta tadi malam tersebar di media sosial. 

Meski wajah Gia dan Grace dalam video itu disamarkan, komentar-komentar di bawahnya penuh hujatan kepada wanita cacat. Wajah Wilson memerah, amarah meluap. Ia melemparkan ponsel kembali pada Adam. 

“Bereskan semuanya sekarang!” perintahnya dengan nada menahan amarah.

“Baik, Tuan!” jawab Adam cepat. Ia langsung menghubungi beberapa orang.

Sementara Wilson tampak semakin gelisah. Napasnya memburu, tangannya mencengkeram dada. Dadanya terasa dihimpit dan jantungnya terasa diremas kuat.

“Dadaku sakit sekali.” Wilson mengerang lirih.

 “Tuan, kau baik-baik saja?” tanyanya Adam panik.

Wajah Wilson pucat, keringat dingin mengucur deras. Adam semakin panik dan segera menghentikan panggilannya. “Ke rumah sakit, sekarang!” perintah Adam kepada sopir.

Tanpa menunda, sopir itu mempercepat laju mobil. Wilson terkulai, erangan kecil terus keluar dari mulutnya. Adam menggenggam tangannya erat, berharap mereka tidak terlambat.

Sementara Gia baru selesai membasuh wajahnya. Semalaman dia tak bisa tidur. Gia menatap pantulan wajahnya pada cermin kamar mandi, seraya memikirkan cara untuk keluar dan bebas.

Rangkaian kejadian tadi malam menyadarkanya, jika dia berada di tempat yang salah. Keberadaannya tak pernah dihargai oleh Ray. Gia tersenyum yakin setelah menemukan sebuah ide untuk terbebas, lalu bergegas keluar dari kamar mandi. 

Gia terkejut saat membuka pintu, Ray berada di kamarnya dengan tatapan penuh amarah. Wanita itu refleks memundurkan langkah kakinya dengan perasaan cemas. 

Belum pernah dia melihat Ray menatapnya berapi-api seperti itu. Lelaki itu terus mendekat secara perlahan seolah siap menerkamnya hidup-hidup. Tenggorokan Gia terasa tercekak, membuatnya kesulitan bersuara. Hingga akhirnya Ray berhasil mengekang geraknya, menyudutkannya ke dinding.

“Apa yang kamu lakukan pada kakekku, sehingga dia begitu tunduk padamu?” tanya Ray dengan tatapan tajamnya.

“A—apa yang kamu bicarakan, Ray? Aku tak mengerti,” jawab Gia terbata dan nadanya bergetar, cemas serta takut.

Ray berdesis sinis. “Tak usah pura-pura tak mengerti. Kamu pasti tahu kalau Kakek Wilson begitu mempertahankan keberadaanmu di sisiku,” ujarnya.

Gia menelan saliva cemasnya. Ray semakin mengerikan, hingga membuatnya merasa tak berdaya. Tangan kekar Ray lantas mencengkram rahang Gia kuat.

“Katakan apa yang kau sembunyikan dariku?!” Ray membentak, matanya menatap tajam wajah Gia yang pucat. “Aku tahu kakekku tidak mudah percaya pada orang asing.”

“Aku tidak menyembunyikan apapun, Ray!” Gia merintih. Wajahnya menegang, cengkeraman Ray pada rahangnya semakin kuat.

“Jangan bohong!” Ray berteriak.

Tatapan Ray tiba-tiba bergeser ke tubuh Gia, yang masih terbalut handuk kimono tipis setelah mandi. Ia memicingkan mata, senyum sinis terukir di bibirnya.

“Kenapa ditutupi?” Ray mencibir saat Gia buru-buru menarik handuknya, mencoba menutupi bagian tubuh yang terekspos. “Apakah itu yang kau tawarkan pada kakekku untuk mendapatkan tempat di sini?”

Gia tersentak, tatapan terkejutnya beralih menjadi kemarahan. Ia merasa direndahkan oleh tuduhan keji Ray. Cengkeraman Ray pada rahangnya melemah, dan Gia tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Plak! Tamparan keras mendarat di pipi Ray, membuat wajahnya terpaksa berpaling. Pipinya memerah, sisa panas tamparan terasa menyengat. Ray mematung sesaat, matanya membelalak tak percaya. Dalam satu hari, ini adalah tamparan kedua, pertama dari kakeknya, dan sekarang dari Gia.

“Kau berani menamparku?!” Ray berteriak penuh amarah.

“Kamu sudah keterlaluan, Ray!” balas Gia dengan suara tegas. Dia hanya mempertahankan harga dirinya.

Ray terkejut. Ini pertama kalinya Gia melawan. Biasanya, Gia memilih diam dan menundukkan kepala setiap kali ia melontarkan kata-kata kasar.

“Kau pikir kamu siapa, hah? Jalang seperti kamu pasti memanfaatkan kakekku! Apa kamu memohon-mohon agar dia menikahkanku denganmu?” ucap Ray menuduh, tetapi lebih seperti penghinaan.

Gia melotot dan napasnya memburu. Belum sempat ia membalas, tatapan Ray kembali turun, menelusuri tubuhnya. Pandangan lelaki itu berubah, penuh hasrat dan gairah.

Tanpa aba-aba, Ray menarik tubuh Gia dengan kasar dan mendorongnya ke kasur. Gia tersentak, berusaha bangkit, tetapi Ray sudah menindihnya.

“Apa yang mau kau lakukan? Hentikan, Ray!” Gia meronta, kedua tangannya berusaha mendorong dada lelaki itu.

Namun, Ray tak peduli. Nafsu dan kemarahan telah menguasainya. Dalam pikirannya, Gia adalah wanita licik yang tak pantas dihormati. Gia terus melawan, tubuhnya meronta di bawah Ray.

“Lepaskan aku, Ray! Kau gila!” Gia berteriak keras. Panik dan marah menguasai dirinya.

Air mata dan teriakan Gia justru semakin memacu adrenalinnya. Ray tersenyum puas melihat Gia tersiksa. Dia tak mengizinkan Gia melawan.

“Kalau kau menyentuhku, aku tak akan diam saja, Ray. Kau akan menyesal!”

Bab terkait

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 5

    Gia menjerit keras. Tubuhnya terasa terbelah dua saat Ray memaksa masuk diikuti tawa puas. Tenaga Gia sudah terkuras habis, lemas dan tak bisa berontak lagi. Sesaat, Ray merasakan ada yang berbeda saat mencoba memaksa masuk ke dalam. Vagina Gia sangat sempit sekali, hingga ia merasakan sensasi yang luar biasa di sana. Tanpa sadar Ray mengerang nikmat, kepemilikannya merasakan kepuasan yang tiada tanding. Air mata Gia terus mengalir dan meringis kesakitan. Ray lantas menjambak rambut Gia seraya menusuk lebih dalam kepemilikannya.“Jangan munafik! Kamu pasti menikmatinya, bukan?” ejek Ray lalu bergerak secara brutal. “Ini yang kamu mau dariku? Sekarang aku memberikannya, Jalang!” Jika tubuh wanita cacat itu senikmat ini, kenapa dia mengabaikannya. Gia bukan hanya pembantu yang diperuntukan baginya, tetapi bisa menjadi budaknya, bukan? Ya, Ray menganggap Gia hanya seorang pembantu di rumahnya, bukan sebagai istri. Itu adalah penghinaan yang tepat, karena Gia sudah memaksanya menikahi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 6

    Sebelum Ray menghubungi anak buahnya, ponselnya sudah berdering keras. Nama pemanggil yang muncul di layar membuat jantungnya berpacu cepat. Adam—asisten kepercayaan Wilson. Tentu saja dia cemas, jika Adam atau kakeknya mengetahui Gia pergi dari rumah. Bibirnya bergetar cemas dan takut, hingga suaranya terdengar gagap. Namun, Ray langsung terkejut saat Adam memintanya untuk segera ke rumah sakit.Ray masih terengah-engah ketika langkahnya tiba di depan ruang perawatan intensif di rumah sakit. “Adam, apa yang terjadi?” Ray bertanya panik begitu melihat pria berjas rapi itu berdiri di dekat pintu ruangan.“Bukankah pagi tadi Tuan Wilson memarahiku?” tanya Ray lagi dengan napas tersengal.Adam tak menjawab. Dia hanya membukakan pintu ruangan rawat Wilson. Lelaki tua itu tampak lemas di atas ranjang rawat, tanpa peralatan medis di tubuhnya.“Tuan, cucumu sudah tiba,” ucap Adam melapor.Wilson membuka matanya lemas dan langsung melihat wajah cemas Ray. Meskipun Ray kesal dengan kakeknya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 7

    Sebelum Ray tiba di bandara, anak buahnya Wilson sudah berada di sana. Dia berdiri di tengah keramaian bandara dengan rahang terkatup, matanya menyapu sekeliling seperti elang yang kehilangan mangsa. Ponselnya berdering tanpa henti, laporan dari anak buahnya masuk satu per satu. “Nona Gia tidak ada di penerbangan ke Singapura, Tuan.” “Nona Gia juga tidak naik penerbangan ke Denmark.” Ray mengepalkan tinjunya hingga buku-buku jarinya memutih. “Terus cari! Periksa setiap sudut, kamera pengawas, manifest penerbangan ... semuanya! Jangan biarkan dia lolos!” teriaknya dengan nada tegas yang mencerminkan frustasi. Namun, laporan berikutnya membuat Ray semakin geram. “Tuan, kami sudah memeriksa semua penerbangan yang dipesan atas namanya, tapi ... dia tidak ada di satu pun.” Ray membanting ponsel ke meja logam terdekat seraya memekik keras. Sontak saja beberapa penumpang di sekitar menoleh dengan pandangan khawatir. “Sialan! Dia mempermainkanku!” Ray menarik napas dalam-dalam,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 8

    “Benarkah kamu adalah cucunya Maria Laffin?” tanya seorang wanita tua yang menyambut Gia di depan pintu masuk desa.“Sepertinya memang benar, Nesa! Lihatlah wajahnya mirip dengan Maria saat masih muda,” tipal lelaki tua di samping wanita yang bertanya tadi. Tampaknya mereka sebaya. Kemudian Gia menyerahkan selembar foto pada mereka. “Ini adalah fotoku saat kecil bersama Nenek Maria,” ucapnya menunjuk gadis kecil dalam pangkuan wanita tua.Kedua pasangan itu memindai wajah Gia dan gadis kecil di sana. Bahkan lelaki tua itu harus memegangi kacamata bulatnya, memastikan tak salah melihat. Tak lama wajah tatapan mereka berbinar.“Ya Tuhan. Maria, cucumu datang,” ucap wanita tua itu dengan wajah haru. “Panggil aku Nenek Nesa. Aku tetua di kampung ini yang menggantikan nenekmu,” katanya seraya menunjuk dirinya.Kemudian dia menunjuk lelaki tua di sampingnya. “Ini suamiku, kamu bisa memanggilnya Kakek Fred,” sambung Nenek Nesa.“Terima kasih, Nenek Nesa, Kakek Fred.” Gia membungkuk hormat p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 9

    Gia tersentuh dengan kepedulian Tina dan warga desa yang mencemaskannya, hanya karena dirinya muntah. Setelah tiba di pelabuhan Gia memutuskan untuk ke klinik. Dia perlu memastikan rasa cemas akan dugaannya sendiri. “Kalau begitu aku temani Bibi Gia.” Lisa, gadis kecil itu menawarkan diri. “Walaupun aku masih kecil, tapi aku bisa membantu dan menjagamu, Bibi,” tambahnya antusias.Tampaknya Lisa sangat peduli padanya. Tina yang berada di sebelahnya pun mengangguk, begitu juga yang lainnya. Namun Gia menggeleng, lalu tersenyum.“Tidak usah, Sayang. Kamu temani dan bantu ibumu saja!” ucap Gia seraya membungkukkan tubuhnya agar bisa melihat jelas wajah Lisa.“Tapi.” Suara Lisa lemah dan menunjukkan wajah protes.Gia menggeleng, lalu tersenyum. Saat dia hendak bersuara, Tina menyela, “Aku setuju dengan Lisa, Gia! Lebih baik dia ikut denganmu. Percayalah, Lisa tahu lingkungan pelabuhan ini ... kamu bisa mengandalkannya,” jelasnya.“Aku takut kamu akan tersesat dan kesulitan mencari jalan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.9

    Gia terdiam dan membeku. Ia bingung untuk menjawab pertanyaan Nenek Nesa. Wanita itu menunduk mencoba mencari jawaban yang tepat.“Aku dan dia memutuskan untuk berpisah, Nek,” jawab Gia pelan sekali.Bukan tak ingin menceritakan yang sebenarnya. Menurut Gia, dia tak perlu menceritakan derita dan sakit hatinya pada orang lain. Itu sama saja membuka luka di hatinya, pikir Gia.Lebih baik fokus pada dirinya dan kandungannya saat ini. Tak ada waktu untuk mengingatnya atau mengenangnya. Gia hanya perlu mengubur semua itu dan itu adalah keputusan yang baik, yakinnya.“Jadi, dia tidak tahu kalau kamu sedang hamil?” tanya Nenek Nesa dengan suara lembut.Gia menggeleng, lalu tersenyum getir. “Lebih baik dia tak perlu tahu, Nek,” jawabnya.Kulit tangan keriputnya Nenek Nesa membelai lembut rambut Gia, hingga wanita itu mendongakan wajahnya. Nenek Nesa tersenyum memberikan dukungan. Hati Gia terasa damai, merasa diperhatikan.“Jika itu sudah menjadi keputusanmu, maka aku hanya bisa mendukungmu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.11

    “Lisa, bagaimana kalau kamu juga ikut Bibi ke kota. Kamu bisa bersekolah di sana juga.”Gia menawarkan Lisa agar turut serta. Gadis kecil yang selalu menjadi temannya, kini sudah beranjak dewasa. Akan tetapi, Lisa menggelengkan kepalanya.“Terima kasih tawarannya, Bibi Gia. Aku menghargainya, tetapi aku tak bisa meninggalkan Desa ini. Aku harus menjaga ibuku,” jawab Lisa dengan tatapan tulus.Ya, gadis itu hanya tinggal bersama ibunya. Lisa pasti tak akan tega meninggalkan ibunya seorang diri. Namun Lisa hingga ke stasiun, membantu membawakan bawaannya.Gadis itu tak hanya dekat dengan Gia, Lisa juga dekat dengan si kembar. Keduanya bahkan memeluk Lisa erat dan penuh kasih sayang. “Kalian tidak boleh nakal dan harus menjaga Ibu kalian, mengerti!” nasehatnya pada si kembar.“Tentu saja, Kak Lisa,” jawab keduanya kompak.Gia tersenyum. Charlie dan Claire seolah memiliki kakak yang begitu menyayangi keduanya. Kemudian Gia berpamitan untuk terkahir kalinya pada Lisa, Nenek Nesa dan Kakek

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.12

    “Argh ... sial!” Lelaki itu memekik keras.Lemparan Claire tepat menghantam bagian belakang kepala lelaki itu. Plastik yang berisi air sabun pecah dengan bunyi plop. Cairannya langsung membasahi pakaian mahal lelaki itu dan meninggalkan buih sabun. Aroma sabun yang menusuk hidung langsung meresap ke setiap serat kainnya"Berani sekali kau!" Lelaki itu menyeringai sinis, seraya menyeka percikan air sabun yang mengenai wajahnya.“Maafkan saya, Tuan,” ucap Pengawal itu pada tuannya. “Dia adalah anak nakal ... sejak tadi mengganggu di sekitar sini.”Pengawal itu langsung bertindak. Dengan gerakan cekatan, dia menangkap Claire yang masih tertawa puas. Gadis kecil itu terlalu sibuk menikmati hasil perbuatannya hingga lengah. Tangan besar pengawal itu menjambak bagian belakang pakaiannya, menariknya seperti seekor anak kucing yang tertangkap basah.“Lepaskan aku!” teriak Claire, mencoba meronta. Tangannya mencakar kasar, tetapi pengawal itu sama sekali tak terpengaruh. Tenaganya lebih kuat.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16

Bab terbaru

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.15

    “Ini adalah tempat untuk kalian bersekolah nanti. Suka?” tanya Gia setelah berada di hadapan gedung sekolah yang tampak megah dan berkualitas.“Tentu saja, Bu. Apapun yang Ibu berikan, kami tak akan meragukannya,” jawab Charlie terdengar bijak.Sontak saja Gia tertawa kecil. Dia tersenyum puas, kedua anaknya memang tak pernah protes. “Baiklah, kalian akan mulai bersekolah minggu depan dan setelah ini kita akan mencari beberapa perlengkapan untuk kalian sekolah nanti,” ucap Gia penuh semangat.Kemudian Gia meminta si Kembar untuk menunggu sebentar di ruang tunggu, dia harus melengkapi administrasi pembayaran sekolah mereka. Tentu saja keduanya tak keberatan. Setelah memastikan keduanya tak membuat masalah dengan rasa penasarannya yang selalu tinggi, Gia langsung bergegas bangkit.“Ibu tunggu!” seru Charlie menghentikan langkah kaki ibunya. Gia menoleh dan memberikan tatapan penuh tanya. Charlie tersenyum tipis berusaha menyembunyikan wajah cemas. “Aku boleh meminta ponselku? Pasti bos

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.14

    Gia tersentak. Namun, lampu merah sudah menyala dan bus mulai berjalan. Saat Gia menoleh ke luar jendela, kendaraan yang ditakutkan si kembar sudah melaju lebih dulu.Wajah si Kembar langsung menghela napas lega bersamaan, tetapi rasa cemasnya belum berakhir. Sadar, ibu mereka pasti akan mencecar. “Charlie, apa yang kalian sembunyikan?” tanya Gia menyelidik sesuai dugaan keduanya.Hanya Charlie yang mudah untuk diselidik oleh Gia. Tatapan wanita bermata bulat itu tajam. Charlie menggelengkan kepalanya seraya melirik saudarinya.“Tidak ada yang kami sembunyikan, Bu. Sungguh!” seru Claire menolong saudaranya.Gia memilih menyudahinya. Terminal pemberhentian bus sudah terlihat. Lebih baik bersiap dan tak perlu memperpanjang perdebatan.Anak-anaknya pasti lelah dan dia tak ingin membebaninya. Keduanya patut merasa lega dan langsung menurut saat diminta untuk bergegas turun dari bus. Kemudian Gia memesan taksi dan menuju montel untuk tempat sementara mereka.“Kalian tak keberatan ‘kan ting

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.13

    “Kalian dari mana saja? Ibu hampir menghubungi petugas keamanan untuk membantu menemukan kalian.” Suara Gia hampir memekik keras. Dia mendapati kedua anak kembarnya berlari dengan napas tersengal-sengal di hadapannya. Keduanya bahkan langsung menunduk menyadari ibunya marah. Sesekali Claire menoleh ke belakang, membuah Gia menatapnya curiga.“Claire, apa yang kamu lakukan? Kamu tak membuat keributan, bukan?” tanya Gia menyelidik.“Tentu saja tidak, Bu!” jawab Claire langsung. Ia lantas menoleh pada saudaranya. “Benarkan, Charlie?” tanyanya meminta bantuan.Charlie mengangguk. “Claire dan aku tak melakukan apa pun.Gia menghela napas panjang. Tentu saja ia mendengar keributan di peron dalam sana. Dia sangat mengenal tingkah kedua anaknya. Terutama Claire yang selalu banyak ingin tahu, tetapi lebih sering menimbulkan kerusakan besar karena sifat tersebut saat di Desa.Bahkan Gia pernah mendapatkan laporan itu saat keduanya ikut ke pelabuhan. Walaupun akhirnya Claire bisa menyelesaikan

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.12

    “Argh ... sial!” Lelaki itu memekik keras.Lemparan Claire tepat menghantam bagian belakang kepala lelaki itu. Plastik yang berisi air sabun pecah dengan bunyi plop. Cairannya langsung membasahi pakaian mahal lelaki itu dan meninggalkan buih sabun. Aroma sabun yang menusuk hidung langsung meresap ke setiap serat kainnya"Berani sekali kau!" Lelaki itu menyeringai sinis, seraya menyeka percikan air sabun yang mengenai wajahnya.“Maafkan saya, Tuan,” ucap Pengawal itu pada tuannya. “Dia adalah anak nakal ... sejak tadi mengganggu di sekitar sini.”Pengawal itu langsung bertindak. Dengan gerakan cekatan, dia menangkap Claire yang masih tertawa puas. Gadis kecil itu terlalu sibuk menikmati hasil perbuatannya hingga lengah. Tangan besar pengawal itu menjambak bagian belakang pakaiannya, menariknya seperti seekor anak kucing yang tertangkap basah.“Lepaskan aku!” teriak Claire, mencoba meronta. Tangannya mencakar kasar, tetapi pengawal itu sama sekali tak terpengaruh. Tenaganya lebih kuat.

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.11

    “Lisa, bagaimana kalau kamu juga ikut Bibi ke kota. Kamu bisa bersekolah di sana juga.”Gia menawarkan Lisa agar turut serta. Gadis kecil yang selalu menjadi temannya, kini sudah beranjak dewasa. Akan tetapi, Lisa menggelengkan kepalanya.“Terima kasih tawarannya, Bibi Gia. Aku menghargainya, tetapi aku tak bisa meninggalkan Desa ini. Aku harus menjaga ibuku,” jawab Lisa dengan tatapan tulus.Ya, gadis itu hanya tinggal bersama ibunya. Lisa pasti tak akan tega meninggalkan ibunya seorang diri. Namun Lisa hingga ke stasiun, membantu membawakan bawaannya.Gadis itu tak hanya dekat dengan Gia, Lisa juga dekat dengan si kembar. Keduanya bahkan memeluk Lisa erat dan penuh kasih sayang. “Kalian tidak boleh nakal dan harus menjaga Ibu kalian, mengerti!” nasehatnya pada si kembar.“Tentu saja, Kak Lisa,” jawab keduanya kompak.Gia tersenyum. Charlie dan Claire seolah memiliki kakak yang begitu menyayangi keduanya. Kemudian Gia berpamitan untuk terkahir kalinya pada Lisa, Nenek Nesa dan Kakek

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.9

    Gia terdiam dan membeku. Ia bingung untuk menjawab pertanyaan Nenek Nesa. Wanita itu menunduk mencoba mencari jawaban yang tepat.“Aku dan dia memutuskan untuk berpisah, Nek,” jawab Gia pelan sekali.Bukan tak ingin menceritakan yang sebenarnya. Menurut Gia, dia tak perlu menceritakan derita dan sakit hatinya pada orang lain. Itu sama saja membuka luka di hatinya, pikir Gia.Lebih baik fokus pada dirinya dan kandungannya saat ini. Tak ada waktu untuk mengingatnya atau mengenangnya. Gia hanya perlu mengubur semua itu dan itu adalah keputusan yang baik, yakinnya.“Jadi, dia tidak tahu kalau kamu sedang hamil?” tanya Nenek Nesa dengan suara lembut.Gia menggeleng, lalu tersenyum getir. “Lebih baik dia tak perlu tahu, Nek,” jawabnya.Kulit tangan keriputnya Nenek Nesa membelai lembut rambut Gia, hingga wanita itu mendongakan wajahnya. Nenek Nesa tersenyum memberikan dukungan. Hati Gia terasa damai, merasa diperhatikan.“Jika itu sudah menjadi keputusanmu, maka aku hanya bisa mendukungmu.

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 9

    Gia tersentuh dengan kepedulian Tina dan warga desa yang mencemaskannya, hanya karena dirinya muntah. Setelah tiba di pelabuhan Gia memutuskan untuk ke klinik. Dia perlu memastikan rasa cemas akan dugaannya sendiri. “Kalau begitu aku temani Bibi Gia.” Lisa, gadis kecil itu menawarkan diri. “Walaupun aku masih kecil, tapi aku bisa membantu dan menjagamu, Bibi,” tambahnya antusias.Tampaknya Lisa sangat peduli padanya. Tina yang berada di sebelahnya pun mengangguk, begitu juga yang lainnya. Namun Gia menggeleng, lalu tersenyum.“Tidak usah, Sayang. Kamu temani dan bantu ibumu saja!” ucap Gia seraya membungkukkan tubuhnya agar bisa melihat jelas wajah Lisa.“Tapi.” Suara Lisa lemah dan menunjukkan wajah protes.Gia menggeleng, lalu tersenyum. Saat dia hendak bersuara, Tina menyela, “Aku setuju dengan Lisa, Gia! Lebih baik dia ikut denganmu. Percayalah, Lisa tahu lingkungan pelabuhan ini ... kamu bisa mengandalkannya,” jelasnya.“Aku takut kamu akan tersesat dan kesulitan mencari jalan

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 8

    “Benarkah kamu adalah cucunya Maria Laffin?” tanya seorang wanita tua yang menyambut Gia di depan pintu masuk desa.“Sepertinya memang benar, Nesa! Lihatlah wajahnya mirip dengan Maria saat masih muda,” tipal lelaki tua di samping wanita yang bertanya tadi. Tampaknya mereka sebaya. Kemudian Gia menyerahkan selembar foto pada mereka. “Ini adalah fotoku saat kecil bersama Nenek Maria,” ucapnya menunjuk gadis kecil dalam pangkuan wanita tua.Kedua pasangan itu memindai wajah Gia dan gadis kecil di sana. Bahkan lelaki tua itu harus memegangi kacamata bulatnya, memastikan tak salah melihat. Tak lama wajah tatapan mereka berbinar.“Ya Tuhan. Maria, cucumu datang,” ucap wanita tua itu dengan wajah haru. “Panggil aku Nenek Nesa. Aku tetua di kampung ini yang menggantikan nenekmu,” katanya seraya menunjuk dirinya.Kemudian dia menunjuk lelaki tua di sampingnya. “Ini suamiku, kamu bisa memanggilnya Kakek Fred,” sambung Nenek Nesa.“Terima kasih, Nenek Nesa, Kakek Fred.” Gia membungkuk hormat p

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 7

    Sebelum Ray tiba di bandara, anak buahnya Wilson sudah berada di sana. Dia berdiri di tengah keramaian bandara dengan rahang terkatup, matanya menyapu sekeliling seperti elang yang kehilangan mangsa. Ponselnya berdering tanpa henti, laporan dari anak buahnya masuk satu per satu. “Nona Gia tidak ada di penerbangan ke Singapura, Tuan.” “Nona Gia juga tidak naik penerbangan ke Denmark.” Ray mengepalkan tinjunya hingga buku-buku jarinya memutih. “Terus cari! Periksa setiap sudut, kamera pengawas, manifest penerbangan ... semuanya! Jangan biarkan dia lolos!” teriaknya dengan nada tegas yang mencerminkan frustasi. Namun, laporan berikutnya membuat Ray semakin geram. “Tuan, kami sudah memeriksa semua penerbangan yang dipesan atas namanya, tapi ... dia tidak ada di satu pun.” Ray membanting ponsel ke meja logam terdekat seraya memekik keras. Sontak saja beberapa penumpang di sekitar menoleh dengan pandangan khawatir. “Sialan! Dia mempermainkanku!” Ray menarik napas dalam-dalam,

DMCA.com Protection Status