Share

Bab. 8

Author: Disi77
last update Last Updated: 2024-12-11 22:57:57

“Benarkah kamu adalah cucunya Maria Laffin?” tanya seorang wanita tua yang menyambut Gia di depan pintu masuk desa.

“Sepertinya memang benar, Nesa! Lihatlah wajahnya mirip dengan Maria saat masih muda,” tipal lelaki tua di samping wanita yang bertanya tadi. 

Tampaknya mereka sebaya. Kemudian Gia menyerahkan selembar foto pada mereka. “Ini adalah fotoku saat kecil bersama Nenek Maria,” ucapnya menunjuk gadis kecil dalam pangkuan wanita tua.

Kedua pasangan itu memindai wajah Gia dan gadis kecil di sana. Bahkan lelaki tua itu harus memegangi kacamata bulatnya, memastikan tak salah melihat. Tak lama wajah tatapan mereka berbinar.

“Ya Tuhan. Maria, cucumu datang,” ucap wanita tua itu dengan wajah haru. “Panggil aku Nenek Nesa. Aku tetua di kampung ini yang menggantikan nenekmu,” katanya seraya menunjuk dirinya.

Kemudian dia menunjuk lelaki tua di sampingnya. “Ini suamiku, kamu bisa memanggilnya Kakek Fred,” sambung Nenek Nesa.

“Terima kasih, Nenek Nesa, Kakek Fred.” Gia membungkuk hormat pada mereka.

“Mari, Nak! Aku antar kamu ke rumah Maria,” ajak Nenek Nesa seraya merangkul Gia.

Senyuman Gia langsung mengembang sempurna. Dia berjalan mengikuti rangkulan Nenek Nesa. Hatinya merasa terharu mendapatkan sambutan baik di sana. Bahkan Kakek Fred meminta seseorang untuk membawakan bawaan Gia, walaupun hanya koper kecil dan tas berukuran sedang.

Tak banyak warga yang tinggal di sana. Mereka bahkan berdiri di sepanjang jalan masuk desa, menyambutnya dengan hangat. Jalanan di sana masih belum tersentuh aspal, hanya tanah gembur, tetapi sangat asri.

Aroma daun muda dari pepohonan yang rindang dan langit senja menambah kecantikan pemandangan desa. Lokasinya yang jauh dari pemukiman kota dan berada di pulau kecil, mungkin membuat desa itu sedikit ketinggalan dari kata modern dan kecanggihan teknologi.

Namun, itulah yang diinginkan Gia. Dengan begitu, keberadaanya tak akan bisa terdeteksi. Wanita itu benar-benar ingin menghilang.

“Inilah rumah nenekmu, Nak! Kami selalu merawatnya, mengingat pesan mendiang nenekmu untuk menjaga rumahnya dengan baik.” Suara Nenek Nesa menyadarkan lamunan Gia, tak terasa mereka berhenti di rumah dengan dinding kayu, khas tradisional dulu.

“Nenekmu selalu berkata kalau suatu hari nanti cucunya yang tinggal di kota, akan datang dan rumah ini akan menjadi tempatnya untuk menenangkan diri,” sambung Nenek Nesa haru. “Ternyata Maria benar,”

“Terima kasih, kamu sudah menjaga amanah nenekku,” balas Gia seraya genggaman tangan wanita tua di sampingnya.

Nenek Nesa membalas genggaman tangan Gia. “Tak perlu sungkan, Nak. Itu sudah menjadi kewajibanku,” katanya tulus.

“Nesa, sudah cukup! Biarkan dia beristirahat. Gadis itu pasti kelelahan setelah melewati perjalanan yang jauh.” Kakek Fred menegur.

“Ah, benar juga. Aku terlalu bahagia kedatangan cucunya Maria,” sahut Nenek Nesa diikuti tawa kecilnya, lalu menatap Gia dan berkata, “Istirahatlah, Nak. Nanti aku kirimkan makanan, kamu pasti lapar.”

Gia ingin menolak, tetapi dia merasa tak sopan. Wanita itu pun mengangguk dan memandangi kedua pasangan tua itu. Keduanya lantas menghalau warga yang sejak tadi memperhatikan Gia.

Namun, kali ini tatapan mereka bukan mengejek kondisi kakinya. Mereka seolah penasaran dan ingin mengenalnya lebih dekat. Desa ini tampaknya memang jarang kedatangan orang baru, sehingga membuat mereka sangat penasaran.

Mereka bahkan memberikan senyuman ramah pada Gia, sebelum memutar tubuh dan menuruti permintaan Nenek Sena agar tak mengganggunya. Setelah mereka menjauh, barulah Gia melangkah masuk ke dalam rumah tersebut. Senyumannya terus mengembang haru.

“Mereka benar-benar merawat rumah ini dengan baik,” gumam Gia melangkah masuk.

Hampir tak ada debu. Dapat dipastikan Gia akan betah tinggal di sana. Satu persatu ruangan dalam rumah sederhana itu dijajakinya.

Bayangan masa kecilnya saat bermain dengan sang nenek seakan berputar, hingga tak terasa air mata kerinduannya menetes. “Nek, aku datang berkunjung. Maaf, aku datang terlambat,” ucapnya lirih.

Tak ingin terbuai dengan kesedihan, Gia memilih bergegas membilas tubuhnya. Perjalanan yang jauh, membuat kulitnya terasa lengket. Tak butuh waktu lama, Gia sudah selesai membilas tubuhnya dan dia memilih menepati kamar neneknya. Hanya ada dua kamar tidur di sana.

Baru saja Gia hendak membaringkan tubuhnya, terdengar ketukan pintu. Nenek Nesa datang membawakan makanan untuknya, sesuai janjinya. “Kamu pasti lapar. Anggap saja ini ucapan selamat datang dariku,” katanya tulus.

“Jika kamu membutuhkan sesuatu, katakan saja. Rumahku yang itu,” sambung Nenek Nesa seraya menunjuk rumah kayu dengan cat hijau tua. 

“Terima kasih banyak, Nek. Aku jadi merepotkanmu,” balas Gia tulus.

Wanita cantik itu benar-benar merasa terharu, hingga dia lupa tentang rasa sakit yang ditinggalkannya. Nenek Nesa tersenyum tulus, lalu membelai rambut Gia lembut. “Aku sama sekali tak merasa direpotkan, Nak. Justru aku merasa tersanjung ... kamu tak melupakan kampung halamanmu,” katanya lembut.

Gia benar-benar diterima di sana. Perlahan rasa sakit hatinya terobati. Wanita itu kini banyak tersenyum.

Setiap harinya selalu saja yang berkunjung memberikan makanan. Warga di sana sangat ramah dan membuatnya tak kesulitan berbaur dengan mereka. Hingga waktu terasa berlalu dengan cepat.

Gia merasakan banyak kebutuhan yang harus dibeli di pasar. Dia tak ingin terus mengandalkan pemberian warga, walaupun mereka memberinya dengan senang hati. Hingga pagi itu, Gia memutuskan untuk ikut dengan warga yang hendak mengirim hasil panennya ke pelabuhan.

“Hanya ada satu akses ke sana, pasarnya ada di pelabuhan. Biasanya kami akan sekalian berbelanja setelah menjual hasil panen,” jelas salah satu warga yang mengantar Gia.

Mereka benar-benar memperlakukan Gia dengan baik. Jasa neneknya yang dulu seorang tetua kampung, membuatnya sangat disegani, walaupun baru kali ini mereka melihatnya. Tak ada tatapan mencibir atau merasa jijik karena kakinya yang pincang.

“Bibi, apa kakimu sakit?” 

Gia hampir terkejut saat seorang gadis kecil bertanya seraya menunjuk kaki kirinya. Dia adalah putri dari salah satu yang ikut dalam kapal menuju pelabuhan. Wanita bernama Tina itu menarik gadis kecil itu.

“Lisa, jaga bicaramu!” tegur Tina memberi nasehat. “Ayo, minta maaf pada Bibi Gia!” titahnya.

Tina merasa putrinya bertindak tidak sopan. Gadis kecil itu langsung menunduk. Tentu saja Gia merasa sungkan. “Tidak apa-apa, Bu Tina. Putrimu tidak bersalah.”

“Tidak boleh begitu, Gia. Lisa harus tahu sopan santun,” jelas Tina dengan wajah bersalahnya, lalu melirik putrinya.

“Maafkan aku sudah berbuat tidak sopan, Bibi,” ucap gadis kecil itu seraya menundukkan kepalanya.

Gia tampak bingung, tetapi haru. Wanita itu lantas mendekat dan berjongkok, hingga kini tinggi tubuhnya sama dengan Lisa. Kemudian Gia tersenyum padanya.

“Tidak apa-apa, Sayang. Kamu pasti penasaran karena jalanku pincang?” tanya Gia mencoba membuat suasana hati gadis kecil itu nyaman.

Gadis kecill itu mengangguk. Gia pun tersenyum tipis. Dia merasakan tatapan Lisa adalah rasa iba dan peduli, bukan tatapan jijik seperti yang didapatkannya saat di kota.

Saat Gia hendak bersuara, tiba-tiba gelomang ombak menyapu badan kapal hampir mengejutkan seluruh penumpangnya. Perut Gia mendadak mual dan nyaris saja dia memuntahkan isi perutnya di depan Lisa. Wanita itu pun segera berlari ke tepian kapal untuk memuntahkan isi perutnya.

“Gia, kamu tidak apa-apa?” seru Tina panik. 

Rasa mual pada perut Gia tak kunjung usai. Wanita itu mencoba mengingat makanan apa yang membuatnya terus mual. Hingga tiba-tiba napasnya terasa tercekat, seolah ada sesuatu yang terlewatkan saat tangannya menahan perutnya.

“Tidak mungkin. Aku pasti hanya mual karena mabuk laut. Tapi, aku sudah sebulan di sini dan belum menstruasi.”

Related chapters

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 9

    Gia tersentuh dengan kepedulian Tina dan warga desa yang mencemaskannya, hanya karena dirinya muntah. Setelah tiba di pelabuhan Gia memutuskan untuk ke klinik. Dia perlu memastikan rasa cemas akan dugaannya sendiri. “Kalau begitu aku temani Bibi Gia.” Lisa, gadis kecil itu menawarkan diri. “Walaupun aku masih kecil, tapi aku bisa membantu dan menjagamu, Bibi,” tambahnya antusias.Tampaknya Lisa sangat peduli padanya. Tina yang berada di sebelahnya pun mengangguk, begitu juga yang lainnya. Namun Gia menggeleng, lalu tersenyum.“Tidak usah, Sayang. Kamu temani dan bantu ibumu saja!” ucap Gia seraya membungkukkan tubuhnya agar bisa melihat jelas wajah Lisa.“Tapi.” Suara Lisa lemah dan menunjukkan wajah protes.Gia menggeleng, lalu tersenyum. Saat dia hendak bersuara, Tina menyela, “Aku setuju dengan Lisa, Gia! Lebih baik dia ikut denganmu. Percayalah, Lisa tahu lingkungan pelabuhan ini ... kamu bisa mengandalkannya,” jelasnya.“Aku takut kamu akan tersesat dan kesulitan mencari jalan

    Last Updated : 2024-12-12
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.9

    Gia terdiam dan membeku. Ia bingung untuk menjawab pertanyaan Nenek Nesa. Wanita itu menunduk mencoba mencari jawaban yang tepat.“Aku dan dia memutuskan untuk berpisah, Nek,” jawab Gia pelan sekali.Bukan tak ingin menceritakan yang sebenarnya. Menurut Gia, dia tak perlu menceritakan derita dan sakit hatinya pada orang lain. Itu sama saja membuka luka di hatinya, pikir Gia.Lebih baik fokus pada dirinya dan kandungannya saat ini. Tak ada waktu untuk mengingatnya atau mengenangnya. Gia hanya perlu mengubur semua itu dan itu adalah keputusan yang baik, yakinnya.“Jadi, dia tidak tahu kalau kamu sedang hamil?” tanya Nenek Nesa dengan suara lembut.Gia menggeleng, lalu tersenyum getir. “Lebih baik dia tak perlu tahu, Nek,” jawabnya.Kulit tangan keriputnya Nenek Nesa membelai lembut rambut Gia, hingga wanita itu mendongakan wajahnya. Nenek Nesa tersenyum memberikan dukungan. Hati Gia terasa damai, merasa diperhatikan.“Jika itu sudah menjadi keputusanmu, maka aku hanya bisa mendukungmu.

    Last Updated : 2024-12-14
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.11

    “Lisa, bagaimana kalau kamu juga ikut Bibi ke kota. Kamu bisa bersekolah di sana juga.”Gia menawarkan Lisa agar turut serta. Gadis kecil yang selalu menjadi temannya, kini sudah beranjak dewasa. Akan tetapi, Lisa menggelengkan kepalanya.“Terima kasih tawarannya, Bibi Gia. Aku menghargainya, tetapi aku tak bisa meninggalkan Desa ini. Aku harus menjaga ibuku,” jawab Lisa dengan tatapan tulus.Ya, gadis itu hanya tinggal bersama ibunya. Lisa pasti tak akan tega meninggalkan ibunya seorang diri. Namun Lisa hingga ke stasiun, membantu membawakan bawaannya.Gadis itu tak hanya dekat dengan Gia, Lisa juga dekat dengan si kembar. Keduanya bahkan memeluk Lisa erat dan penuh kasih sayang. “Kalian tidak boleh nakal dan harus menjaga Ibu kalian, mengerti!” nasehatnya pada si kembar.“Tentu saja, Kak Lisa,” jawab keduanya kompak.Gia tersenyum. Charlie dan Claire seolah memiliki kakak yang begitu menyayangi keduanya. Kemudian Gia berpamitan untuk terkahir kalinya pada Lisa, Nenek Nesa dan Kakek

    Last Updated : 2024-12-16
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.12

    “Argh ... sial!” Lelaki itu memekik keras.Lemparan Claire tepat menghantam bagian belakang kepala lelaki itu. Plastik yang berisi air sabun pecah dengan bunyi plop. Cairannya langsung membasahi pakaian mahal lelaki itu dan meninggalkan buih sabun. Aroma sabun yang menusuk hidung langsung meresap ke setiap serat kainnya"Berani sekali kau!" Lelaki itu menyeringai sinis, seraya menyeka percikan air sabun yang mengenai wajahnya.“Maafkan saya, Tuan,” ucap Pengawal itu pada tuannya. “Dia adalah anak nakal ... sejak tadi mengganggu di sekitar sini.”Pengawal itu langsung bertindak. Dengan gerakan cekatan, dia menangkap Claire yang masih tertawa puas. Gadis kecil itu terlalu sibuk menikmati hasil perbuatannya hingga lengah. Tangan besar pengawal itu menjambak bagian belakang pakaiannya, menariknya seperti seekor anak kucing yang tertangkap basah.“Lepaskan aku!” teriak Claire, mencoba meronta. Tangannya mencakar kasar, tetapi pengawal itu sama sekali tak terpengaruh. Tenaganya lebih kuat.

    Last Updated : 2024-12-16
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.13

    “Kalian dari mana saja? Ibu hampir menghubungi petugas keamanan untuk membantu menemukan kalian.” Suara Gia hampir memekik keras. Dia mendapati kedua anak kembarnya berlari dengan napas tersengal-sengal di hadapannya. Keduanya bahkan langsung menunduk menyadari ibunya marah. Sesekali Claire menoleh ke belakang, membuah Gia menatapnya curiga.“Claire, apa yang kamu lakukan? Kamu tak membuat keributan, bukan?” tanya Gia menyelidik.“Tentu saja tidak, Bu!” jawab Claire langsung. Ia lantas menoleh pada saudaranya. “Benarkan, Charlie?” tanyanya meminta bantuan.Charlie mengangguk. “Claire dan aku tak melakukan apa pun.Gia menghela napas panjang. Tentu saja ia mendengar keributan di peron dalam sana. Dia sangat mengenal tingkah kedua anaknya. Terutama Claire yang selalu banyak ingin tahu, tetapi lebih sering menimbulkan kerusakan besar karena sifat tersebut saat di Desa.Bahkan Gia pernah mendapatkan laporan itu saat keduanya ikut ke pelabuhan. Walaupun akhirnya Claire bisa menyelesaikan

    Last Updated : 2024-12-17
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.14

    Gia tersentak. Namun, lampu merah sudah menyala dan bus mulai berjalan. Saat Gia menoleh ke luar jendela, kendaraan yang ditakutkan si kembar sudah melaju lebih dulu.Wajah si Kembar langsung menghela napas lega bersamaan, tetapi rasa cemasnya belum berakhir. Sadar, ibu mereka pasti akan mencecar. “Charlie, apa yang kalian sembunyikan?” tanya Gia menyelidik sesuai dugaan keduanya.Hanya Charlie yang mudah untuk diselidik oleh Gia. Tatapan wanita bermata bulat itu tajam. Charlie menggelengkan kepalanya seraya melirik saudarinya.“Tidak ada yang kami sembunyikan, Bu. Sungguh!” seru Claire menolong saudaranya.Gia memilih menyudahinya. Terminal pemberhentian bus sudah terlihat. Lebih baik bersiap dan tak perlu memperpanjang perdebatan.Anak-anaknya pasti lelah dan dia tak ingin membebaninya. Keduanya patut merasa lega dan langsung menurut saat diminta untuk bergegas turun dari bus. Kemudian Gia memesan taksi dan menuju montel untuk tempat sementara mereka.“Kalian tak keberatan ‘kan ting

    Last Updated : 2024-12-17
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.15

    “Ini adalah tempat untuk kalian bersekolah nanti. Suka?” tanya Gia setelah berada di hadapan gedung sekolah yang tampak megah dan berkualitas.“Tentu saja, Bu. Apapun yang Ibu berikan, kami tak akan meragukannya,” jawab Charlie terdengar bijak.Sontak saja Gia tertawa kecil. Dia tersenyum puas, kedua anaknya memang tak pernah protes. “Baiklah, kalian akan mulai bersekolah minggu depan dan setelah ini kita akan mencari beberapa perlengkapan untuk kalian sekolah nanti,” ucap Gia penuh semangat.Kemudian Gia meminta si Kembar untuk menunggu sebentar di ruang tunggu, dia harus melengkapi administrasi pembayaran sekolah mereka. Tentu saja keduanya tak keberatan. Setelah memastikan keduanya tak membuat masalah dengan rasa penasarannya yang selalu tinggi, Gia langsung bergegas bangkit.“Ibu tunggu!” seru Charlie menghentikan langkah kaki ibunya. Gia menoleh dan memberikan tatapan penuh tanya. Charlie tersenyum tipis berusaha menyembunyikan wajah cemas. “Aku boleh meminta ponselku? Pasti bos

    Last Updated : 2024-12-18
  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab.16

    Identitas dari ID card Gia yang diunggah Charlie, secara otomatis terekam dalam server beberapa perusahaan penyedia layanan trading. Hal itu pun terdeteksi dengan beberapa perusahaan yang mengenali kemampuan Gia, termasuk perusahaan Ray. Lelaki itu bahkan langsung bangun dari kursi kerjanya dan menatap anak buahnya dengan tatapan tak percaya.“Kamu yakin?” tanya Ray memastikan.“100 persen yakin, Tuan. Bahkan kami berhasil menemukan lokasi IP-nya,” jawab pria itu yakin.Senyuman Ray langsung mengembang sempurna. “Bawa aku ke tempatnya!” perintahnya.Pria itu mengangguk dan segera bergegas keluar diikuti langkah Ray. Kaki jenjangnya melangkah lebih cepat, menunjukkan dia sedang terburu dan tatapannya tajam. Napasnya memburu, tak sabar bertemu dengan wanita yang sudah pernah dihancurkan hatinya.Kedua tangannya mengepal, mengendalikan gejolak dalam jiwanya. Setelah bertahun-tahun mencari keberadaannya, akhirnya dia menemukan Gia. Rasa senang, cemas dan lega menjadi satu.“Pastikan kalia

    Last Updated : 2024-12-18

Latest chapter

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 41

    "Kenapa kamu mencari ibuku?" Charlie bertanya pada Ray dan mengabaikan teguran saudari kembarnya.Ray tersenyum puas. Charlie menunjukkan sifat tertarik pada dirinya. Sementara Claire tetap memberikan tatapan tak suka dan curiga padanya.Keduanya benar-benar mewarisi sifat dirinya dan juga Gia. Charlie yang berhati lembut dan selalu penuh pertimbangan. Sedangkan Claire penuh kehati-hatian, seperti dirinya dan tak mudah percaya pada orang baru. Tak salah lagi, mereka memang anak-anaknya."Aku pernah melakukan kesalahan yang besar sekali dan mungkin tak termaafkan. Setelah Ibu kalian pergi, aku baru menyadarinya dan aku menyesal," ungkap Ray jujur."Itu hanyalah alasan orang-orang bodoh!" celetuk Claire sinis.Charlie menyikut kasar lengan saudarinya dan langsung mendapatkan pelototan protes Claire. "Apa? Aku benarkan? Itu hanya alasan klise. Dia pasti selalu bersikap angkuh dan arogan ... itulah sebabnya Ibu pergi," ujarnya beralasan."Kamu benar, Nak. Aku memang angkuh, sombong dan ar

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 40

    “Tuan, Ray. Apa yang membawamu kemari?” tanya seorang wanita berusia sekitar 40 tahun, pakaiannya tampak formal dengan riasan yang sedikit tebal dan lipstik merah merona.Senyum Ray mengemang sempurna. Dia mengenali wanita itu yang merupakan kepala sekolah tempat si kembar berada. Ray sengaja memasuki sekolah setelah semua anak-anak pulang dan dia tak melihat keberadaan Gia.Bukan itu saja, Ray melihat si Kembar bersembunyi di ruang guru. Mereka pasti menghindari dirinya dan menunggu Gia menjemput. Ray pantang menyerah untuk mendekati si Kembar dan ini adalah kesempatan yang tepat menurutnya. Dia datang lebih awal.“Oh, Bu Jenny. Aku ingin menemui seseorang di sini, tetapi sepertinya mengalami kesulitan.” Ray bertanya dengan nada penuh ketertarikan.“Siapa dia?” tanya wanita bernama Jenny itu.Ray menggaruk ujung alisnya sebelum menjawab. Lalu melirik ke ruangan tempat si Kembar melihat. Dia sudah mengamatinya sejak tadi dan beruntungnya mengenal kepala sekolah itu.“Guru yang mengaja

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 39

    “Apa itu? Hampir saja tak terlihat,” celetuk salah satu karyawan di ruang keamanan IT.Beberapa orang yang berada di sebelahnya langsung menoleh dan menatap layar di hadapan karyawan tadi. Tatapan karyawan tadi tampak tajam dan tangannya piawai mengetik beberapa rumus untuk mendeteksi pergerakan sinyal yang muncul pada data base-nya. Sementara mereka yang mendekat tadi melihat layar tersebut penasaran.“Mungkinkah itu penyusup yang mencuri data perusahaan?” tebak yang lainnya dan langsung dijawab anggukan rekan-rekannya.Karyawan tadi yang bernama James, tak menjawab. Dia masih menunggu layar monitor miliknya memproses data hingga selesai. Keningnya mengkerut, begitu juga dengan rekan-rekannya dan mereka dapat mengartikan hasil yang tertera di pada layar monitor tersebut.“Statusnya akses diizinkan? Siapa yang menerobos masuk cepat?” ujar James bingung.“Apa yang terjadi di sini? Kenapa kalian berkumpul dan terus berbual?” Suara lantang dan tegas hampir mengejutkan mereka yang tengah

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 38

    Tanpa sadar Gia sudah memasuki akun miliknya yang tersambung dengan perusahaan Ray. Dia mencari tahu penyebab perusahaan itu menjadi tak stabil. Mungkin karena rasa penasarannya lebih tinggi dan kalah oleh perasaan sakit hati serta prinsip yang sudah dibuatnya, untuk tak terlibat dengan Ray.Matanya memicing, menelusur dan mencari penyebab kekacauan di sana. Hanya deretan angka dan huruf yang hanya dimengerti olehnya. Hingga akhirnya Gia menyadari hal ganjil di sana. Entah sadar atau tidak, tangannya menggeser mouse, hingga kursor pada layar laptopnya bergerak sesuai keinginan Gia. Layar di hadapannya menampilkan tanda sedang memuat data. Gia menatap layar laptopnya dengan cemas, seraya menggigit kuku jari jempolnya.“Apa ini?” gumam Gia sedikit terkejut.Gia berhasil menemukan sebuah data ilegal di sana dan menjadi penyebab keganjilan. Rasa penasarannya semakin meninggi membuatnya semakin jauh mencari tahu. Matanya terus tertuju pada layar dan tak berkedip sekali pun, menandakan dia

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 37

    “Tapi, aku sudah tak memiliki wewenang untuk itu semua. Maaf.” Suara Gia terdengar berat dan sungkan.Adam mengangguk dan tetap tersenyum ramah. Dia bisa merasakan tatapan Gia, ada rasa berat, cemas, dan juga amarah yang terpendam. Tentunya, dia tahu apa yang alami Gia dulu.“Saya bisa mengerti, Nona Gia. Tidak perlu merasa bersalah,” ucap Adam mencoba memecahkan kecanggungan.Gia tersenyum tipis. Dulu, dia akan selalu terbuka pada Adam. Lelaki paruh baya di hadapannya begitu perhatian, bukan karena tugasnya sebagai asisten pribadi Wilson dulu. Akan tetapi, Gia merasakan tulusnya perhatian Adam, seperti seorang ayah pada anak perempuannya.Itulah kenapa Gia tak merasa cemas atau panik saat Adam muncul, walaupun di bagian dari perusahaannya Ray. Adam bisa menempatkan dirinya sebagai seorang pelindung dan profesional dalam pekerjaan. Gia pun akhirnya membalas senyuman tulus dan ramahnya Adam.“Astaga, aku lupa menyuguhkan minuman untukmu. Anda mau minum apa Pak Adam ... teh, kopi atau j

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   36

    Napas Gia berembus cepat seiring dengan dadanya yang naik turun. Kesabarannya sudah habis, hingga amarahnya tak bisa lagi dibendung. Dia menatap murka pada Ray, seolah mengujinya.Namun, Ray hanya tersenyum tipis setelah menghapus darah yang mengucur di sudut bibir. Tamparan keras Gia, membuat kedua sudut bibirnya berdarah. Tak ada tatapan marah atau tak terima.“Kamu tersenyum?” tanya Gia sinis.“Tentu saja. Setidaknya sekarang aku tenang ... kamu menjadi lebih berani. Tetaplah menjadi kuat dan tangguh, Gia. Aku suka Gia yang sekarang,” jawab Ray terdengar penuh kebanggan.Kening Gia mengkerut dengan mata yang menyipit. “Apa yang kamu bicarakan?” geramnya.Ray tak segera menjawab. Dia seolah sengaja menarik rasa penasaran Gia, hingga wanita di hadapannya menatapnya curiga. Lelaki itu kembali tersenyum seraya membersihkan kacamata hitamnya.“Aku tak perlu lagi mencemaskanmu, karena sekarang Gia menjadi pemberani. Dia tak lagi menjadi wanita lemah dan pendiam seperti dulu. Teruskan men

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 35

    “Aku tahu, kamu pasti sangat membenciku dan tak ingin melihatku. Tapi, harus kamu tahu ... aku benar-benar menyesali perbuatanku,” ucap Ray dengan nada rendah. “Aku terlambat menyadari kalau ternyata ... kamu sangat berharga.”Wajah Ray menunjukkan wajah sungguh-sungguh. Namun, Gia refleks tersenyum getir. Sikap Ray sekarang sangat berbeda sekali dengan yang dulu dan dia yakin sekali alasannya.“Berhentilah bersikap seperti ini, Ray. Aku tahu ini bukan dirimu! Sikapmu seperti seakan menunjukkan kalau kamu adalah pria munafik!” celetuk Gia tanpa rasa bersalah.Tatapan wanita bermata bulat itu menunjukkan rasa sakit hati yang mendalam. Sontak saja Ray terkejut dengan reaksi Gia. Bibirnya tampak bergetar dan tatapan matanya seolah menelusur dalam, seolah mencari sesuatu dalam diri Gia.“Kenapa kamu terlihat terkejut? Kamu pasti tak menyangka, jika wanita cacat yang sering kami hinakan dulu... si Pincang Gia, sekarang berani melawan.” Suara Gia bergetar menahan amarah.“Tadi kamu bilang a

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 34

    “Ibu, itu dia orangnya.”Tatapan Gia langsung tertuju pada Ray yang berdiri di hadapan mobil sedan hitamnya. Claire menunjuk, saat mobil yang dikemudikan Gia mendekat gerbang sekolah. Seluruh tubuhnya terbakar dan refleks menginjak pedal rem.“Ternyata memang benar, itu adalah Ray,” batinnya.Perasaan Gia tak karuan, tetapi akal dan pikirannya bekerja lebih keras. Gia tak bisa lagi menghindar. Hanya memastikan kedua anaknya aman dan tak perlu bertemu dengan Ray.Dalam keadaan cemas dan panik, Gia mengedarkan pandangannya, mencari cara agar si kembar bisa masuk ke sekolah tanpa ketahui oleh Ray. Si kembar pun ikut mengikuti arah tatapan ibunya. Keduanya membantu mencari jalan keluar.“Sepertinya, kita bisa masuk melalui pintu gerbang samping itu,” ucap Charlie menunjuk arah samping gedung sekolah.Tatapan Gia pun tertuju ke sana. Perlahan, Gia mengarahkan kendaraannya ke arah tersebut, bertepatan dengan mobil lain yang melintas. Untunglah posisi Ray sedikit menjauh, jadi tak akan bisa

  • Tuan CEO, Istri Cacatmu Genius   Bab. 33

    Perasaan Gia tak karuan, rasanya ingin mencecar kedua anaknya. Namun, sangat tak mungkin. Dengan perasaan cemas, dia mempelajari ulang hasil pencarian di sana.“Semuanya berawal dari nomor polisi kendaraan?” gumam Gia menemukan awal pencarian yang dilakukan si kembar pada laptop tersebut. Hasil pencarian di laptop menampilkan mobil sedan hitam metalik. Gia mencoba mengingat tentang kendaraan tersebut, mencari jawaban. Tiba-tiba, ingatan Gia tertuju pada saat menjemput si Kembar siang tadi.“Wajah mereka berubah dan seolah melarangku menoleh ke belakang,” gumam Gia penuh keyakinan. “Mungkinkah pria dewasa yang mereka maksud itu adalah Ray?”Praduganya justru semakin membuatnya bertambah cemas. Hal yang selama ini dihindarinya, kini sudah terjadi, pikirnya. Namun, tak ada pilihan selain menunggu pagi dan menanyai keduanya setelah bangun. Gia pun butuh beristirahat. Sayangnya, dia kesulitan memejamkan kedua bola matanya. Namun, rasa lelah dan cemas akhirnya membuat matanya terpejam.Ti

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status