Jazli tidak bisa memahami pemikiran Diana. Dia bertanya, "Kamu benar-benar ingin bercerai cuma karena aku selingkuh? Diana, wanita yang sudah bercerai akan sulit menemukan pria baik-baik. Kamu kira berbisnis di Kota Brata mudah? Jangan naif!"Diana sudah membulatkan tekadnya. Dengan mata berkaca-kaca, dia menyahut, "Aku sudah mempertimbangkan semua ini. Faktanya, sebelum hari ini, aku nggak pernah berpikir untuk bercerai. Aku tulus mencintaimu dulu. Di hatiku, kamu adalah duniaku.""Aku merasa sangat sakit saat tahu kamu punya banyak wanita di luar. Tapi, aku berusaha memberi tahu diri sendiri kalau kamu akan pulang setelah puas bermain. Aku kira aku bisa terus bersabar. Tapi setelah melihat Pak Satya dan Bu Clara, aku baru menyadari sesuatu.""Sebenarnya kita hidup bersama dan saling menoleransi karena belum menemukan yang lebih baik. Aku tahu kamu tertarik pada Bu Clara, tapi aku nggak marah karena tahu Bu Clara nggak mungkin menyukaimu. Dia sudah melihat pemandangan indah, jadi ngga
Satya tidak berani melihatnya lagi, dia langsung duduk kembali ke sofa. Clara memang baru selesai melahirkan, tetapi dia telah membersihkan diri sehingga penampilannya sekarang sudah tampak lebih segar. Di bawah cahaya lampu, wajahnya terlihat sangat cantik. Dia menatap anaknya yang baru lahir, lalu berkata dengan lembut, "Namanya Ivander saja! Kedengarannya lebih estetik."Satya bergumam mengulangi namanya, lalu mengelus kepala bayi itu dan menimpali, "Nama panggilannya Hercules!"Clara kesal dan membentaknya, "Satya!"Satya terkekeh-kekeh. Dia terus menatap istrinya dan merasa penampilan Clara saat ini benar-benar cantik .... Aida yang pintar menilai situasi, lantas langsung keluar sambil menutup pintu kamar. Dia tidak ingin mendengar omong kosong Satya.Suasana di kamar pasien itu sangat hening. Hanya terdengar suara Ivander yang sedang meminum susu. Suara ini membuat Satya kurang nyaman.Satya duduk di samping tempat tidur. Dia mengubah posisi duduknya sehingga Clara bisa melihatny
Clara malah balik bertanya, "Memangnya anak laki-laki nggak bagus?" Clara menunduk sambil bermain dengan bayi dalam pelukannya. Ekspresinya tampak sangat lembut. Meski telah melahirkan Joe dan pernah mengandung Vlori, perasaannya terhadap Ivander sangat berbeda.Melihat Clara yang tampak bahagia, Satya juga turut merasakan kebahagiaannya. Setelah itu, dia berkata pada Gracia, "Oke, aku mengerti. Kamu urus saja Nella."Gracia mengangguk. "Pak Satya tenang saja! Bu Nella nggak mau menimbulkan masalah. Katanya dia akan langsung pergi ke Kota Cerios setelah keluar dari rumah sakit nanti. Dia nggak akan pernah pulang lagi, apalagi berhubungan dengan Keluarga Sadali. Selain itu, Bu Nella juga nggak mau Keluarga Sadali tahu ... dia yang menolong nyawa Axel."Satya bergumam, "Bagus juga kalau begitu. Biar dia memulai kembali semuanya." Dia tidak ingin terlalu berbelit-belit dalam masalah ini, sehingga langsung menutup teleponnya. Melihat Clara yang menatapnya, Satya berkata dengan pelan, "Nell
Pada akhirnya, Vigo hanya cinta bertepuk sebelah tangan. Vigo tersenyum tipis dengan menyedihkan, "Hidup ini adalah penderitaan tiada akhir." Dia telah memutuskan untuk tidak mencintai siapa pun kelak. Sebab, pengorbanan mencintai seseorang terlalu besar.Sebuah sosok yang membawa payung berjalan menghampiri Vigo. Orang itu adalah kepala pelayan yang telah lama bekerja di rumah Keluarga Sadali. Dia memayungi Vigo dengan buru-buru, "Tuan Vigo, baru saja ada telepon dari rumah sakit. Katanya mereka sudah menemukan donor yang cocok, Tuan Axel bisa diselamatkan .... Aku sudah siapkan mobil, Anda cepat ke rumah sakit untuk melihatnya! Duh, Tuan basah kuyup, sebaiknya ganti pakaian dulu di mobil."Axel bisa diselamatkan .... Vigo tersentak mendengar kabar tersebut. Dia langsung bergegas mengikuti kepala pelayan. Setelah masuk ke mobil, tubuhnya masih meneteskan air hujan.Kepala pelayan mengantarkan pakaian bersih dan handuk ke mobil itu. Vigo langsung mengganti pakaiannya di mobil. Sambil m
Vigo merebut kembali rokoknya, lalu mengisapnya dan mengembuskan asap. Di balik asap rokok itu, dia berbicara dengan nada datar, "Aku nggak berniat bercerai! Kalau kamu masih punya sedikit perasaan sama keluarga ini, kita bisa terus hidup bersama .... Tapi syaratnya, kamu harus mutusin semua hubungan dengan pria-pria di luar sana. Kalau kamu punya kebutuhan fisik, aku bisa memenuhinya."Renata tertegun sejenak. Kemudian, dia berkata dengan suara serak, "Vigo, kamu juga nggak tega berpisah denganku, 'kan? Setelah semua yang terjadi, kamu sudah menyadari kebaikanku? Kita hidup bersama dengan baik ya."Renata memang pernah mencintai Vigo. Oleh karena itu, dia langsung menyatakan kesetiaannya, "Aku akan putusin semua pria itu dan kembali ke keluarga ini. Kita sama-sama besarin anak-anak kita."Renata memberikan ciuman mesra dan Vigo menerimanya. Namun di saat mereka berciuman, Vigo tidak menutup matanya. Sepasang matanya tetap menatap Renata yang hanyut dalam ciumannya ....Vigo tidak ingi
Kota Handa.Clara baru menyelesaikan masa nifasnya dan bersiap-siap untuk pulang ke Kota Brata bersama teman-temannya. Sebelum berangkat, dia pergi mencari Diana untuk menanyakan apakah dia mau mengikuti Clara untuk hidup di Kota Brata. Diana mengiakannya.Kini dia telah menyelesaikan prosedur perceraian dengan Jazli, membagi harta gono-gini, dan pisah ranjang. Mendapat penawaran dari Clara, Diana merasa lebih lega. Dia membereskan semua barang-barangnya untuk melanjutkan kehidupan yang bahagia di Kota Brata. Dengan dilindungi oleh Satya dan Clara, ditambah lagi dia masih punya uang triliunan sebagai tabungan, Diana merasa akan bisa hidup bahagia. Kekurangannya saat ini hanyalah seorang anak.Diana benar-benar merasa senang karena tidak perlu melayani pria itu lagi. Di saat Diana sedang beres-beres, pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Terdengar suara Jazli yang berat, "Diana, ini aku."Setelah berkata demikian, Jazli mendorong pintu untuk masuk. Diana merasa kesal, tetapi dia tetap
Diana membeli sebuah rumah kecil bergaya barat dengan dekorasi yang mewah. Bukan hanya nyaman untuk ditinggali, rumah itu juga cocok untuk mengadakan pesta kecil. Kedatangannya di Kota Brata membawa ambisi besar. Dia ingin menetap di Kota Brata dan hidup dengan penuh jati diriTentu saja, Clara turut merasa senang untuknya. Diana memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik, sehingga Clara memintanya untuk membantu mengelola galeri seni. Pekerjaan ini ternyata sangat cocok untuknya. Sehari-hari, Diana sering mengunjungi anak-anak selagi bekerja.Tentu saja, dia paling menyayangi Alaia. Alaia juga memanggilnya sebagai bibi. Hari-hari berlalu dengan cepat. Dalam sekejap mata, bulan Oktober telah tiba di depan mata.Sore itu, langit dipenuhi dengan awan berwarna kemerahan. Ivander baru saja bangun tidur. Dia meregangkan tubuh mungilnya dan kakinya terus menendang-nendang sambil terus tersenyum. Tingkahnya ini benar-benar menggemaskan.Clara menggendong Ivander, lalu duduk di sofa dekat jen
Menjelang malam, di penjara Kota Brata. Di antara jendela besi, terlihat sepasang majikan dan mantan bawahannya. Malik mendapat sebatang rokok. Dia mengisapnya sambil berkata pada Surya, "Surya, dulu aku meremehkan merek ini. Aku selalu merasa orang yang mengisap rokok merek ini adalah orang rendahan. Nggak kusangka suatu hari aku butuh bantuanmu hanya demi mendapatkan sebatang rokok ini. Waktu memang sudah berubah."Asap yang samar-samar mengepul di udara .... Malik terbatuk sejenak. Mungkin karena sudah terbiasa, Surya berkata dengan penuh perhatian, "Kamu harus jaga kesehatanmu."Malik mendongak dengan ekspresi sinis. "Surya, kamu ini terlalu mendalami peran sampai nggak bisa balik lagi sampai sekarang ya? Kamu merahasiakannya dengan sangat baik, tapi sekarang aku tahu, pasti Keluarga Cahyadi yang mengutusmu, 'kan? Mereka benar-benar bersusah payah .... Akhirnya aku dikalahkan olehmu."Bagaimanapun, Malik tetap merasa sangat tidak puas. Dia bertanya lagi, "Satya pernah menyogokmu ng