Pada akhirnya, Vigo hanya cinta bertepuk sebelah tangan. Vigo tersenyum tipis dengan menyedihkan, "Hidup ini adalah penderitaan tiada akhir." Dia telah memutuskan untuk tidak mencintai siapa pun kelak. Sebab, pengorbanan mencintai seseorang terlalu besar.Sebuah sosok yang membawa payung berjalan menghampiri Vigo. Orang itu adalah kepala pelayan yang telah lama bekerja di rumah Keluarga Sadali. Dia memayungi Vigo dengan buru-buru, "Tuan Vigo, baru saja ada telepon dari rumah sakit. Katanya mereka sudah menemukan donor yang cocok, Tuan Axel bisa diselamatkan .... Aku sudah siapkan mobil, Anda cepat ke rumah sakit untuk melihatnya! Duh, Tuan basah kuyup, sebaiknya ganti pakaian dulu di mobil."Axel bisa diselamatkan .... Vigo tersentak mendengar kabar tersebut. Dia langsung bergegas mengikuti kepala pelayan. Setelah masuk ke mobil, tubuhnya masih meneteskan air hujan.Kepala pelayan mengantarkan pakaian bersih dan handuk ke mobil itu. Vigo langsung mengganti pakaiannya di mobil. Sambil m
Vigo merebut kembali rokoknya, lalu mengisapnya dan mengembuskan asap. Di balik asap rokok itu, dia berbicara dengan nada datar, "Aku nggak berniat bercerai! Kalau kamu masih punya sedikit perasaan sama keluarga ini, kita bisa terus hidup bersama .... Tapi syaratnya, kamu harus mutusin semua hubungan dengan pria-pria di luar sana. Kalau kamu punya kebutuhan fisik, aku bisa memenuhinya."Renata tertegun sejenak. Kemudian, dia berkata dengan suara serak, "Vigo, kamu juga nggak tega berpisah denganku, 'kan? Setelah semua yang terjadi, kamu sudah menyadari kebaikanku? Kita hidup bersama dengan baik ya."Renata memang pernah mencintai Vigo. Oleh karena itu, dia langsung menyatakan kesetiaannya, "Aku akan putusin semua pria itu dan kembali ke keluarga ini. Kita sama-sama besarin anak-anak kita."Renata memberikan ciuman mesra dan Vigo menerimanya. Namun di saat mereka berciuman, Vigo tidak menutup matanya. Sepasang matanya tetap menatap Renata yang hanyut dalam ciumannya ....Vigo tidak ingi
Kota Handa.Clara baru menyelesaikan masa nifasnya dan bersiap-siap untuk pulang ke Kota Brata bersama teman-temannya. Sebelum berangkat, dia pergi mencari Diana untuk menanyakan apakah dia mau mengikuti Clara untuk hidup di Kota Brata. Diana mengiakannya.Kini dia telah menyelesaikan prosedur perceraian dengan Jazli, membagi harta gono-gini, dan pisah ranjang. Mendapat penawaran dari Clara, Diana merasa lebih lega. Dia membereskan semua barang-barangnya untuk melanjutkan kehidupan yang bahagia di Kota Brata. Dengan dilindungi oleh Satya dan Clara, ditambah lagi dia masih punya uang triliunan sebagai tabungan, Diana merasa akan bisa hidup bahagia. Kekurangannya saat ini hanyalah seorang anak.Diana benar-benar merasa senang karena tidak perlu melayani pria itu lagi. Di saat Diana sedang beres-beres, pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Terdengar suara Jazli yang berat, "Diana, ini aku."Setelah berkata demikian, Jazli mendorong pintu untuk masuk. Diana merasa kesal, tetapi dia tetap
Diana membeli sebuah rumah kecil bergaya barat dengan dekorasi yang mewah. Bukan hanya nyaman untuk ditinggali, rumah itu juga cocok untuk mengadakan pesta kecil. Kedatangannya di Kota Brata membawa ambisi besar. Dia ingin menetap di Kota Brata dan hidup dengan penuh jati diriTentu saja, Clara turut merasa senang untuknya. Diana memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik, sehingga Clara memintanya untuk membantu mengelola galeri seni. Pekerjaan ini ternyata sangat cocok untuknya. Sehari-hari, Diana sering mengunjungi anak-anak selagi bekerja.Tentu saja, dia paling menyayangi Alaia. Alaia juga memanggilnya sebagai bibi. Hari-hari berlalu dengan cepat. Dalam sekejap mata, bulan Oktober telah tiba di depan mata.Sore itu, langit dipenuhi dengan awan berwarna kemerahan. Ivander baru saja bangun tidur. Dia meregangkan tubuh mungilnya dan kakinya terus menendang-nendang sambil terus tersenyum. Tingkahnya ini benar-benar menggemaskan.Clara menggendong Ivander, lalu duduk di sofa dekat jen
Menjelang malam, di penjara Kota Brata. Di antara jendela besi, terlihat sepasang majikan dan mantan bawahannya. Malik mendapat sebatang rokok. Dia mengisapnya sambil berkata pada Surya, "Surya, dulu aku meremehkan merek ini. Aku selalu merasa orang yang mengisap rokok merek ini adalah orang rendahan. Nggak kusangka suatu hari aku butuh bantuanmu hanya demi mendapatkan sebatang rokok ini. Waktu memang sudah berubah."Asap yang samar-samar mengepul di udara .... Malik terbatuk sejenak. Mungkin karena sudah terbiasa, Surya berkata dengan penuh perhatian, "Kamu harus jaga kesehatanmu."Malik mendongak dengan ekspresi sinis. "Surya, kamu ini terlalu mendalami peran sampai nggak bisa balik lagi sampai sekarang ya? Kamu merahasiakannya dengan sangat baik, tapi sekarang aku tahu, pasti Keluarga Cahyadi yang mengutusmu, 'kan? Mereka benar-benar bersusah payah .... Akhirnya aku dikalahkan olehmu."Bagaimanapun, Malik tetap merasa sangat tidak puas. Dia bertanya lagi, "Satya pernah menyogokmu ng
Dengan tangan gemetaran, Malik menyalakan rokok kesukaannya. Setelah mengisapnya sekali, dia melanjutkan, "Satya memang hebat, kalian beruntung."Clara tidak menjawab. Dia memang merasa dirinya beruntung. Kalau tidak, Ivander pasti sudah diberikan pada Keluarga Sadali. Clara juga tidak mengungkit soal Nella yang mendonorkan tali pusar anaknya kepada Axel.Pada saat ini, Malik telah menghabiskan setengah dari rokoknya. Akhirnya dia mulai masuk ke topik pembicaraan, "Kamu benci aku ya?"Clara menggeleng perlahan. Dia menatap pria tua di hadapannya ini dengan ekspresi datar, "Aku nggak benci kamu! Aku juga nggak merasa bisa menggantikan posisi Vigo dalam hatimu. Karena saat kekuasaanmu benar-benar terancam, kamu bahkan bisa mengorbankan Kakak dan Vigo .... Apa gunanya aku peduli pada hubungan yang sudah dipertimbangkan dengan cermat?"Setelah mengatakan semua itu, hati Clara akhirnya menjadi lega. Kini, dia punya keluarga dan anak-anak sendiri. Suaminya juga merupakan sebuah tokoh besar y
Baru saja Diana selesai bicara, terdengar suara dehaman dari depan pintu. Ternyata orang yang datang itu adalah Jazli. Dia datang ke Kota Brata untuk melaporkan tugas. Mendengar bahwa hari ini adalah ulang tahun Clara, dia menyempatkan diri untuk datang mengantarkan hadiah. Tak disangka, dia malah mendengar gosip dari mantan istrinya.Suasana terasa sangat canggung. Setelah beberapa saat, Diana kembali menimpali, "Dia itu sudah kayak toilet umum."Jazli menatap mantan istrinya. Sejenak kemudian, dia memberikan hadiah itu pada Clara dan berkata dengan tulus, "Ini adalah hadiah ulang tahun dariku untuk Bu Clara dan sedikit hadiah untuk Ivander. Aku baru lihat anaknya, kelihatannya sehat sekali."Clara tidak menolaknya, dia tidak ingin menambah musuh di saat seperti ini. Dia menerima hadiah dan berbasa-basi sejenak dengan Jazli. Namun, Jazli terlihat jelas sedang tidak fokus. Terutama setelah Diana berpamitan, beberapa kali Jazli memberikan jawaban yang tidak nyambung dengan pertanyaan Cl
Melihat penampilan Jazli yang rapi, pelayan di rumah itu langsung tahu bahwa pria ini adalah tamu terhormat. Oleh karena itu, mereka melayaninya dengan hangat.Diana mengerutkan alisnya, "Daun teh mahal waktu itu aku beli khusus untuk menjamu Pak Juan. Buatkan teh merah untuk Pak Jazli saja."Jazli memprotes, "Sekarang aku bahkan nggak bisa dibandingkan lagi sama orang luar? Apa hubunganmu sama Juan itu?"Diana sama sekali tidak ingin menggubrisnya. Di duduk di sofa sambil menelepon seseorang, "Dokter, mohon datang ke sini sebentar. Aku mau periksakan seseorang punya penyakit menular seksual atau nggak."Jazli kesal mendengar ucapannya. Dia menunjuk Diana sambil memarahinya, "Kita baru cerai tiga bulan. Apa perlu sampai periksa kesehatan dulu sebelum tidur denganmu? Aku nggak sakit .... Sudah berapa banyak pria yang kamu periksa sebelumnya? Diana, kamu ke kota ini cuma untuk cari pria ya?"Diana menutup teleponnya, lalu menyalakan sebatang rokok lagi. Dia berkata dengan tak acuh, "Kala