Di koridor hotel, terlihat 2 orang yang dulunya merupakan sepasang kekasih. Sania bertemu dengan Jeremy. Bertahun-tahun telah berlalu. Jeremy terlihat jauh lebih dewasa dan tegas daripada dulu. Namun, begitu melihat Sania, ekspresi Jeremy menjadi dipenuhi ketulusan."Sania, lama nggak ketemu!" sapa Jeremy yang biasanya selalu bersikap dingin. Namun, hubungan mereka hanya mengizinkan mereka berbasa-basi seperti ini. Di luar itu, mereka sudah termasuk melampaui batas.Sudah bertahun-tahun berlalu sejak Faisal meninggal. Jeremy dan istrinya juga sudah lama bercerai. Tidak ada lagi halangan apa pun di sekitar mereka. Seluruh kekuasaan Keluarga Lutaha juga berada di tangan Jeremy.Sejak Sania pulang ke Kota Brata, Jeremy terus mencari kesempatan untuk muncul di dekatnya. Dia juga pernah meminta bantuan Annika untuk mengungkapkan perasaannya kepada Sania. Setiap kali Sania berulang tahun, Jeremy juga menyiapkan hadiah dan mengirimkannya untuknya.Namun, Jeremy tidak pernah mendapatkan balasa
Malik merasa agak sedih. Dia teringat pada hari di mana dirinya melihat Clara. Suasana saat itu juga sangat ramai. Seluruh kediaman keluarga Sadali terang benderang. Sinar lampu hari itu sungguh indah.Malik memanggil Surya, mengatakan dirinya ingin melihat lampu itu dan menyuruh Surya mengambilnya.Surya termangu. Sesaat kemudian, dia menuangkan secangkir teh untuk Malik dan berkata dengan lembut, "Pak, kamu sudah lupa, semua lampu itu sudah dipecahkan."Malik tertegun sesaat sebelum membalas, "Semua sudah pecah? Masa nggak ada satu pun yang tersisa?"Surya tidak tahu harus mengatakan apa. Malik pun tidak bertanya lagi. Dia hanya duduk dengan tenang menikmati kesepian ini.Seiring berjalannya waktu, Malik makin merasa kesepian. Demi Clara, Vigo diam-diam melawannya tahun itu. Veren dan Agus juga menjauh darinya. Kalau Renata, Malik tidak punya urusan dengannya.Ketika Malik merasa tak berdaya, seorang bawahan tiba-tiba melapor, "Pak, Axel demam lagi."Malik segera tersadar dari kesedi
Di bangsal VIP, Vigo dan Renata sama-sama menjaga Axel. Keduanya bertatapan. Suami istri yang awalnya dekat kini menjadi asing.Axel berbaring di ranjang dengan tenang. Keringat terus bercucuran di dahinya. Dia bergumam tanpa henti, "Ayah, Ibu ...."Renata merasa sangat tidak tega melihatnya. Dia mengeluh, "Aku nggak peduli penyebab Axel menderita penyakit seperti ini. Tapi, kamu harus berjanji satu hal. Kalau nggak ada anggota keluargamu yang sumsum tulang belakangnya cocok dengan Axel, kalian harus menyuruh Clara atau Joe menjadi pendonor. Yang penting, aku mau Axel sembuh."Vigo termangu sebelum menyahut, "Mau menjadi pendonor atau nggak, itu kebebasan orang untuk memilih. Apalagi, Clara lagi hamil."Renata berkata dengan lantang, "Dia bisa saja menggugurkan kandungannya."Begitu ucapan ini dilontarkan, Vigo langsung melayangkan tamparan ke wajah Renata. Telinga Renata sontak berdengung. Setelah lebih tenang, dia membentak dengan ekspresi kecewa, "Vigo, ini anak kita! Untuk apa aku
Dengan wajah mungil yang dipenuhi kekesalan, Joe memelototi Renata sambil menyahut, "Dia bukan ibuku! Dia vampir wanita!"Ekspresi Renata sontak berubah. Meskipun demikian, dia tetap berjongkok di hadapan Joe dan membujuk dengan penuh kasih sayang, "Joe anak paling patuh. Adikmu sakit dan butuh donor sumsum tulang belakang. Apa Joe bisa membantu?""Tentu saja nggak mau! Jangan dekat-dekat! Kamu vampir!" pekik Joe.Wali kelas Joe melihatnya sehingga datang untuk membujuk. Sesaat kemudian, Aida datang untuk menjemput Joe dan kebetulan melihat pemandangan ini. Dia segera memeluk Joe dan memelototi Renata sambil mengejek, "Ada apa denganmu? Keluarga Sadali sudah bangkrut, jadi kamu mau menculik anak kecil?""Aku istri Vigo!" seru Renata dengan wajah pucat.Aida meludah sebelum menimpali, "Kenapa memangnya? Aku mertua Satya! Bukannya menjaga suamimu, malah membiarkannya berkeliaran di rumah kami terus. Yang nggak tahu mungkin akan mengira kamu merayu Satya. Asal kamu tahu, dia sangat menjag
Wajah Clara seketika memerah. Setiap kali Satya membalas kebaikannya, kaki Clara akan lemas hingga tidak sanggup berjalan. Meskipun dirinya sedang hamil, Satya tetap punya cara untuk membuatnya terbang ke awang-awang.Clara tidak mau terlihat takut. Dia mengambil bukunya, lalu menepuk kepala Satya dan menyahut, "Aku nggak butuh balasan apa pun!"Tingkah Clara sungguh menggemaskan. Meskipun Satya sedang tidak ingin melakukannya, dia tidak bisa menahan diri untuk mendekapkan Clara ke pelukan, membujuknya untuk memberitahunya rencananya.Clara membenamkan wajahnya di pelukan Satya. Piama sutra berwarna hitam memperlihatkan kulitnya yang putih dan mulus. Sungguh menggoda.Clara mengelus wajah tampan Satya sambil memberi tahu rencananya. Satya makin luluh dibuatnya. Dia menjadi ingin melakukannya dengan Clara.Setelah merenung sejenak, Satya berkata, "Oke, lakukan saja. Ada aku di belakangmu. Aku akan menjadi tamengmu!"....Tiga hari kemudian, di pesta yang diadakan Keluarga Wirawan di Kot
Malam sudah larut dan sepi.Rumah Keluarga Sadali tampak sunyi. Di kamar tidur utama di lantai dua, Veren sedang membereskan barang-barangnya di dalam lemari pakaian. Pakaian dan perhiasan yang biasa dipakainya sudah dimasukkan ke dalam dua koper besar ....Agus sedang merokok di luar kamar. Asbaknya sudah penuh dengan puntung rokok.Veren menarik kopernya keluar, lalu bertanya kepada suaminya, "Agus, kamu mau pergi denganku nggak? Kalau mau, kita masih bisa jadi pasangan yang harmonis .... Kalau nggak, aku juga akan menghormati pilihanmu. Tapi, hubungan kita sebagai suami istri akan berakhir sampai di sini." Suara wanita itu terdengar menahan emosi ketika melanjutkan, "Aku nggak bisa lagi tinggal di rumah ini."Veren sangat menghormati Malik dan menganggapnya seperti ayah kandung sendiri. Namun, takdir malah mempermainkannya. Dia tidak pernah menyangka bahwa orang tua yang bijaksana itu ternyata begitu bodoh. Malik tidak mau mengobati cucu kandungnya sendiri karena takut merusak keseh
Clara tersenyum dengan paksa. Keduanya berbincang cukup lama. Saat hendak tidur, ponsel Satya yang diletakkan di samping bantal berbunyi ....Melihat siapa yang menelepon .... Satya sontak memicingkan mata, lalu menjawab telepon itu.Di ujung telepon, terdengar suara pria paruh baya. "Malik diam-diam melakukan pencocokan untuk Clara dan ternyata cocok dengan Axel. Aku rasa Malik bakal segera bertindak. Aku tahu Pak Satya punya pengaruh di Kota Handa.""Menurutku, sebaiknya Clara segera pergi ke Kota Handa .... Kedua anaknya sebaiknya juga ikut. Tinggal di Kota Brata terlalu berbahaya. Bu Veren bahkan sedang ditahan di rumah. Sekarang, Malik benar-benar sudah gila," tambah orang itu.....Satya menjawab tanpa ekspresi, "Oke."Setelah menutup telepon, pria itu menatap Clara. Tadi, Clara telah mendengar semuanya. Namun, hatinya malah terasa tenang.Satya merangkulnya dengan lembut dan membiarkan wanita itu bersandar di bahunya. Kemudian, dia menjelaskan rencananya, "Orang yang menggantika
Di tempat parkir, Surya hendak masuk ke dalam mobil. Namun, Malik berucap dengan tenang, "Surya, urusan selanjutnya adalah urusan keluarga. Kamu nggak perlu ikut."Surya berujar seraya tersenyum, "Urusan Pak Malik adalah urusanku juga."Malik menatapnya sejenak sebelum merespons, "Tapi, aku nggak ingin ada masalah tambahan."Surya tidak berani menanggapi lagi. Dia hanya bisa melihat enam mobil hitam melaju pergi dari pandangannya. Begitu mobil-mobil itu keluar dari gerbang, dia segera mengeluarkan ponselnya, mengganti kartu SIM, dan menelepon seseorang ....Surya berucap, "Pak Satya, gawat. Pak Malik nggak kasih aku ikut .... Aku juga nggak tahu mereka bakal pergi ke rumah sakit mana."....Di kantor Presdir Grup Chandra.Satya menutup telepon, lalu langsung keluar. Saat melewati kantor Gracia, dia memerintahkan dengan tenang, "Kumpulkan semua agen keamanan yang bisa dihubungi .... Ikut aku keluar untuk mengurus sesuatu."Makin singkat ucapannya, maka makin besar masalahnya. Gracia men