Satya memeluk Clara. Mata hitamnya menatap fokus pada Clara sementara dia terus-menerus merayunya. Beberapa kali, Clara tidak sanggup menahan rangsangan Satya, lalu hidung mungilnya akan bergerak pelan. Melihat reaksi wanita itu kian membangkitkan hasrat Satya untuk tidur dengannya. Clara yang tidak tahan lagi mendongak, lalu terisak pelan."Kenapa kamu menangis? Bukannya kamu senang waktu kita melakukannya di Kota Aruma? Jelas-jelas kita hanya bercinta sekali, tapi kamu sampai klimaks dua kali," ujar Satya sambil mengecup air mata Clara.Begitu kata-kata itu terlontar, Satya langsung ditampar Clara. Pipinya perih, tetapi ada rasa sakit yang lebih hebat di hatinya. Satya tanpa sadar mengusap pelan bagian dadanya untuk meredakan rasa sakit di sana.Clara sudah berada di ambang batas kekuatannya. Dia memejamkan matanya dan berujar pahit, "Satya, sekali lagi kamu berbuat begini, aku bersumpah nggak akan pernah menginjakkan kaki lagi di sini .... Jangan paksa aku!""Aku nggak memaksamu!" b
Satya menelan pil obat itu tanpa minum air. Usai menelan obat, rasa sakit itu menajam, tetapi beberapa saat kemudian jauh mereda. Setelah rasa sakitnya berkurang, mata Satya kembali berwarna. Dia menatap Clara yang tampak hancur, lalu membuka pintu mobil dan berujar serak, "Aku antar kamu pulang.""Aku bisa menyetir sendiri," tolak Clara."Clara, jangan membantah!" tegas Satya.Kata-kata ini mirip sekali dengan yang biasa Satya ucapkan ketika mereka belum lama menikah. Kala itu, Clara memanggilnya "Kak Satya". Pria itulah yang membuat keputusan untuk semua aspek hidup Clara, jadi dia sama sekali tidak perlu khawatir. Hanya saja, pernikahan yang awalnya berjalan indah itu harus berakhir dengan pahit.Setelah membuka pintu mobil dan mendorong Clara masuk, Satya bergegas memutar ke sisi mobil yang lain. Dia menaikkan suhu mobil, lalu menyuruh Clara menanggalkan pakaiannya yang basah kuyup.Clara memeluk tubuhnya sendiri dengan dua tangan dan menyahut datar, "Sebentar lagi juga sampai, ngg
Di Kediaman Sadali.Clara masuk ke ruang tamu. Ekspresi ketiga anggota Keluarga Suwandi tampak tidak senang. Tadi, mereka semua melihat Satya.Ibu Satya, Ranti, jelas-jelas kesal. Ketika berbicara, nadanya terdengar agak tajam. Dia berucap, "Clara, Keluarga Suwandi datang dengan tulus untuk melamarmu. Kalau kamu nggak suka sama Herman, nggak masalah kok. Tapi kamu nggak boleh bergaul sama pria yang nggak jelas. Itu bisa merusak nama baik Herman!"Ranti mendengus kesal sebelum melanjutkan, "Apa-apaan ini!"Clara menatap hadiah-hadiah itu, lalu berbicara dengan sangat tenang, "Pertama-tama, Satya bukan pria yang nggak jelas. Dia adalah mantan suamiku! Selain itu, aku dan Herman sudah lama putus. Jadi, nggak perlu bahas tentang lamaran .... Bawa kembali barang-barang ini. Aku nggak akan menerimanya dan juga nggak akan balikan sama Herman."Mendengar itu, Ranti merasa sangat malu. Dia meninggikan suaranya ketika bertanya,"Apa maksudmu? Herman bersedia menerimamu, seharusnya itu menjadi keb
Clara tidak pernah lagi berkencan buta. Namun, dia juga tidak menerima Satya.Di sisi lain, Satya hidup bersama Alaia. Keadaannya memang tidak begitu baik. Dia bekerja dalam waktu yang lama sehingga sering kesakitan di bagian hati. Ditambah lagi, dia juga meminum banyak obat pereda nyeri. Dokter menyarankannya untuk menjaga kesehatan.Satya selalu mengaku baik-baik saja. Ketika bekerja dalam keadaan sakit, dia sering mengingat kejadian hari itu di Kediaman Sadali. Dia juga mengenang masa lalu ketika masih mampu membeli berbagai hal yang disukai oleh Clara, tetapi sekarang dia tidak bisa memberikan apa-apa lagi. Dia bekerja keras untuk mendapat uang, bahkan proyek kecil pun diterimanya.Malam hari telah tiba.Satya masih sedang bekerja. Melihat situasi ini, Aida merasa kasihan. Dia memasak semangkuk sup telur manis dan membawanya ke meja kerja. Aida berbicara dengan lembut, "Makanlah sedikit sebelum bergadang lagi!"Satya menerima perhatian itu. Dia menutup laptop, lalu mulai makan.Aid
Sesuatu mendadak pecah, itu adalah gelas air di atas meja.Alaia pun terbangun. Dia memandang ayahnya dengan bingung. Alaia melihat Satya yang berkeringat deras dan tampak kesakitan. Kini, gadis kecil itu berdiri di ranjangnya. Dia memeluk lengan ayahnya dengan kuat dan meniru orang dewasa untuk meniup Satya. Dia melakukan itu supaya ayahnya tidak merasa sakit lagi .... Tindakan Alaia yang lembut ini membuat Satya terharu.Pria itu pun memeluknya dengan lembut. Dia memeluk Alaia sambil menangis. Hanya Satya yang tahu alasan dirinya bersikeras mempertahankan Alaia. Selain ingin mendapatkan kembali Clara ... dia juga sedang menebus penyesalannya atas Vlori yang tidak sempat lahir.Dengan tangan gemetar, Satya mengeluarkan ponselnya. Dia ingin menelepon Gracia, tetapi dia malah menelepon Clara karena tangannya gemetar .... Dia bersandar di dinding sambil terengah-engah.Alaia mendengar suara Clara. Dia terus-menerus memanggil, "Ayah! Ayah!"Clara pun datang di tengah malam. Begitu dia tib
Clara memejamkan matanya dan berucap, "Jangan begitu. Satya, lepaskan aku."Satya tidak mau melepaskan Clara. Kedua lengannya merangkul pinggang Clara dengan erat. Clara berusaha memberontak, tetapi Satya tetap bergeming. Rambut Clara tergerai, dia tampak menggoda. Satya menatap Clara lekat-lekat, lalu mendekatinya dan mencium bibirnya.Satya tidak memejamkan matanya dan terus memperhatikan perubahan ekspresi Clara. Saat sikap Clara mulai melunak, Satya mengangkat pinggang Clara dan menempelkannya ke tubuhnya. Clara mendesah. Dia tampak lemah di depan Satya.Satya dan Clara terus berciuman. Setelah selesai, Clara menempelkan wajahnya di bahu Satya. Dia merasa bersalah."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Satya. Dia tetap merangkul pinggang Clara. Namun, Satya tidak melakukan hal lain lagi dan hanya mengamati Clara. Rambut Clara berantakan dan pakaiannya sedikit terbuka. Satya menghela napas.Di dalam kamar tidur yang sempit tercium aroma susu di tubuh Alaia sehingga hasrat Clara dan Satya
Sebenarnya Satya juga sedikit ragu. Dia bahkan memikirkan kemungkinan terburuk. Jika dirinya tidak mampu bertahan, dia akan meminta maaf kepada Clara sebelum mati. Dia telah merusak kehidupan Clara yang indah.Terdengar suara langkah kaki dari belakang. Clara berjalan keluar dari dapur. Dia memandang Satya sembari berkata, "Buburnya ada di panci. Cepat makan telurnya selagi panas. Aku juga menggoreng 2 butir telur dan memasak mie. Nggak ada Aida yang menjaga kalian. Sebaiknya kamu cepat cari pembantu."Satya berbalik, lalu menyahut seraya memandang Clara, "Aku akan suruh Gracia untuk cari pembantu. Kamu sarapan dulu sebelum pergi."Clara menolak, "Aku nggak tenang tinggalkan Joe di rumah."Clara melihat ke kamar tidur dengan ekspresi enggan. Namun, dia tetap memakai jaket dan hendak pergi. Satya meraih tangan Clara dan memohon, "Kalau begitu, kita makan sama-sama hari Jumat nanti."Clara memakai sepatunya dengan pelan. Setelah beberapa saat, Clara baru menyetujui ajakan Satya.Satya me
Clara masuk ke ruang kerja. Pintu ruangan tidak ditutup. Terdengar suara barang pecah dari dalam ruangan, lalu Malik menegur, "Sekolah di luar negeri atau menikah! Kamu harus pilih salah satu sekarang!"Entah apa yang dikatakan Vigo sehingga Malik makin marah. Dia membentak, "Kamu masih merasa bangga? Keluarga Sadali telah dipermalukan olehmu! Kami sudah mencari begitu banyak guru hebat untukmu agar bisa mengajarimu menjadi orang yang bijak! Tapi, kamu malah belajar hal yang memalukan seperti ini! Beri tahu aku, kapan itu terjadi?""Sudah lama," sahut Vigo. Darah mengalir dari dahinya, tetapi dia sama sekali tidak takut. Vigo bahkan menegaskan, "Aku sudah lama menyukai Clara dan nggak pernah berhenti sampai sekarang!"Malik melempar sebuah pajangan ke arah Vigo lagi dan marah-marah, "Beraninya kamu bicara begitu! Dasar anak durhaka!"Clara mengadang tubuh Vigo sehingga dia membelakangi Malik. Bahunya dihantam pajangan itu dan dia saling bertatapan dengan Vigo. Kala ini, ekspresi Vigo t