Clara tidak pernah lagi berkencan buta. Namun, dia juga tidak menerima Satya.Di sisi lain, Satya hidup bersama Alaia. Keadaannya memang tidak begitu baik. Dia bekerja dalam waktu yang lama sehingga sering kesakitan di bagian hati. Ditambah lagi, dia juga meminum banyak obat pereda nyeri. Dokter menyarankannya untuk menjaga kesehatan.Satya selalu mengaku baik-baik saja. Ketika bekerja dalam keadaan sakit, dia sering mengingat kejadian hari itu di Kediaman Sadali. Dia juga mengenang masa lalu ketika masih mampu membeli berbagai hal yang disukai oleh Clara, tetapi sekarang dia tidak bisa memberikan apa-apa lagi. Dia bekerja keras untuk mendapat uang, bahkan proyek kecil pun diterimanya.Malam hari telah tiba.Satya masih sedang bekerja. Melihat situasi ini, Aida merasa kasihan. Dia memasak semangkuk sup telur manis dan membawanya ke meja kerja. Aida berbicara dengan lembut, "Makanlah sedikit sebelum bergadang lagi!"Satya menerima perhatian itu. Dia menutup laptop, lalu mulai makan.Aid
Sesuatu mendadak pecah, itu adalah gelas air di atas meja.Alaia pun terbangun. Dia memandang ayahnya dengan bingung. Alaia melihat Satya yang berkeringat deras dan tampak kesakitan. Kini, gadis kecil itu berdiri di ranjangnya. Dia memeluk lengan ayahnya dengan kuat dan meniru orang dewasa untuk meniup Satya. Dia melakukan itu supaya ayahnya tidak merasa sakit lagi .... Tindakan Alaia yang lembut ini membuat Satya terharu.Pria itu pun memeluknya dengan lembut. Dia memeluk Alaia sambil menangis. Hanya Satya yang tahu alasan dirinya bersikeras mempertahankan Alaia. Selain ingin mendapatkan kembali Clara ... dia juga sedang menebus penyesalannya atas Vlori yang tidak sempat lahir.Dengan tangan gemetar, Satya mengeluarkan ponselnya. Dia ingin menelepon Gracia, tetapi dia malah menelepon Clara karena tangannya gemetar .... Dia bersandar di dinding sambil terengah-engah.Alaia mendengar suara Clara. Dia terus-menerus memanggil, "Ayah! Ayah!"Clara pun datang di tengah malam. Begitu dia tib
Clara memejamkan matanya dan berucap, "Jangan begitu. Satya, lepaskan aku."Satya tidak mau melepaskan Clara. Kedua lengannya merangkul pinggang Clara dengan erat. Clara berusaha memberontak, tetapi Satya tetap bergeming. Rambut Clara tergerai, dia tampak menggoda. Satya menatap Clara lekat-lekat, lalu mendekatinya dan mencium bibirnya.Satya tidak memejamkan matanya dan terus memperhatikan perubahan ekspresi Clara. Saat sikap Clara mulai melunak, Satya mengangkat pinggang Clara dan menempelkannya ke tubuhnya. Clara mendesah. Dia tampak lemah di depan Satya.Satya dan Clara terus berciuman. Setelah selesai, Clara menempelkan wajahnya di bahu Satya. Dia merasa bersalah."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Satya. Dia tetap merangkul pinggang Clara. Namun, Satya tidak melakukan hal lain lagi dan hanya mengamati Clara. Rambut Clara berantakan dan pakaiannya sedikit terbuka. Satya menghela napas.Di dalam kamar tidur yang sempit tercium aroma susu di tubuh Alaia sehingga hasrat Clara dan Satya
Sebenarnya Satya juga sedikit ragu. Dia bahkan memikirkan kemungkinan terburuk. Jika dirinya tidak mampu bertahan, dia akan meminta maaf kepada Clara sebelum mati. Dia telah merusak kehidupan Clara yang indah.Terdengar suara langkah kaki dari belakang. Clara berjalan keluar dari dapur. Dia memandang Satya sembari berkata, "Buburnya ada di panci. Cepat makan telurnya selagi panas. Aku juga menggoreng 2 butir telur dan memasak mie. Nggak ada Aida yang menjaga kalian. Sebaiknya kamu cepat cari pembantu."Satya berbalik, lalu menyahut seraya memandang Clara, "Aku akan suruh Gracia untuk cari pembantu. Kamu sarapan dulu sebelum pergi."Clara menolak, "Aku nggak tenang tinggalkan Joe di rumah."Clara melihat ke kamar tidur dengan ekspresi enggan. Namun, dia tetap memakai jaket dan hendak pergi. Satya meraih tangan Clara dan memohon, "Kalau begitu, kita makan sama-sama hari Jumat nanti."Clara memakai sepatunya dengan pelan. Setelah beberapa saat, Clara baru menyetujui ajakan Satya.Satya me
Clara masuk ke ruang kerja. Pintu ruangan tidak ditutup. Terdengar suara barang pecah dari dalam ruangan, lalu Malik menegur, "Sekolah di luar negeri atau menikah! Kamu harus pilih salah satu sekarang!"Entah apa yang dikatakan Vigo sehingga Malik makin marah. Dia membentak, "Kamu masih merasa bangga? Keluarga Sadali telah dipermalukan olehmu! Kami sudah mencari begitu banyak guru hebat untukmu agar bisa mengajarimu menjadi orang yang bijak! Tapi, kamu malah belajar hal yang memalukan seperti ini! Beri tahu aku, kapan itu terjadi?""Sudah lama," sahut Vigo. Darah mengalir dari dahinya, tetapi dia sama sekali tidak takut. Vigo bahkan menegaskan, "Aku sudah lama menyukai Clara dan nggak pernah berhenti sampai sekarang!"Malik melempar sebuah pajangan ke arah Vigo lagi dan marah-marah, "Beraninya kamu bicara begitu! Dasar anak durhaka!"Clara mengadang tubuh Vigo sehingga dia membelakangi Malik. Bahunya dihantam pajangan itu dan dia saling bertatapan dengan Vigo. Kala ini, ekspresi Vigo t
Clara berucap dengan pelan, "Ayah, aku akan pergi ke luar negeri dalam waktu tiga hari."Malik terkejut. Veren juga tercengang, tetapi kesadarannya segera kembali. Dia meraih lengan Clara sambil berbisik, "Masalah ini nggak begitu serius. Aku akan memohon kepada Ayah lagi, oke?"Clara menggeleng dengan perlahan.Malik meletakkan tangannya di belakang punggung. Di hadapannya adalah satu rak yang berisi buku-buku. Clara menghampiri Malik yang sedang membelakanginya. Tubuhnya masih ramping, sifatnya juga masih pendiam. Dia berkata kepada Malik, "Setelah aku pergi kali ini, aku juga nggak tahu kapan akan kembali. Ayah, jaga dirimu baik-baik."Ketika datang, hati Clara tidak tenang. Ketika pergi, dia akhirnya paham. Inilah yang Malik ingin Clara lakukan. Clara harus melakukannya karena ini adalah keputusan yang terbaik untuk semuanya. Vigo tidak perlu dijodohkan. Malik juga tidak perlu khawatir sepanjang hari. Yang dibutuhkan hanyalah Clara tinggal di luar negeri dan tidak kembali.Clara sa
Di atas langit, tampaknya ada bintang jatuh. Raut wajah Satya yang dingin terlihat linglung. Alaia sedang memeluk lengan Satya di dalam pelukannya. Alaia menggigit otot Satya yang terhalangi pakaian. Anak ini memelas dengan kasihan, "Ayah, aku lapar."Satya menunduk menatap Alaia. Dia mengelus wajah Alaia sambil bertutur, "Ayo kita makan."....Di sebelahnya, ada restoran 24 jam yang menjual bubur. Pemiliknya berasal dari Kota Aruma, jadi rasa buburnya sangat autentik dan lezat.Alaia sangat menyukainya. Dia makan semangkuk kecil penuh. Setelah kenyang, dia tidur di gendongan Satya. Lantaran hatinya masih merindukan Clara, dia terus mengigau, "Ibu, Ibu."Satya menenangkan Alaia seraya melihat ke arah luar. Dia telah mencoba menghubungi Clara, tetapi ponsel Clara tidak aktif.Satya khawatir terjadi sesuatu kepada Clara, jadi dia pergi ke kediaman Keluarga Sadali saat dini hari. Namun, pelayan Keluarga Sadali bungkam dan tidak mau mengatakan apa pun. Satya meninggalkan kediaman Keluarga
"Semena-mena?" balas Malik. Dia duduk sembari memandang putra semata wayangnya. Ekspresinya tampak sedih dan muram. Dia berdiri, lalu berjalan keluar.Sesaat, Malik berkata dengan suara rendah ke arah ruang kerja, "Agus, bukankah kamu bilang aku semena-mena? Kalau begitu, ikutlah denganku untuk lihat segila apa putra kesayanganmu sekarang. Kamu harus dengar sendiri kata-kata mengejutkan yang keluar dari mulutnya!"Agus sontak terperanjat. Dia teringat dengan istrinya yang menangis sepanjang hari. Dia juga teringat ada dokter yang sering datang ke rumah. Bukan hanya dokter gizi, tetapi juga ada psikiater terkemuka di Kota Brata. Mereka mengepung Vigo, sedangkan Agus tidak boleh menemuinya.Malik membuka pintu kamar. Vigo sedang berbaring di kasur. Dia terlihat makin kurus. Ada dokter di kedua sisinya. Malik meminta dokter pergi.Kini, hanya ada tiga generasi pria Keluarga Sadali di dalam kamar. Malik berjalan ke arah kasur dengan perlahan. Dia memandang wajah Vigo dan berujar dengan eks