"Semena-mena?" balas Malik. Dia duduk sembari memandang putra semata wayangnya. Ekspresinya tampak sedih dan muram. Dia berdiri, lalu berjalan keluar.Sesaat, Malik berkata dengan suara rendah ke arah ruang kerja, "Agus, bukankah kamu bilang aku semena-mena? Kalau begitu, ikutlah denganku untuk lihat segila apa putra kesayanganmu sekarang. Kamu harus dengar sendiri kata-kata mengejutkan yang keluar dari mulutnya!"Agus sontak terperanjat. Dia teringat dengan istrinya yang menangis sepanjang hari. Dia juga teringat ada dokter yang sering datang ke rumah. Bukan hanya dokter gizi, tetapi juga ada psikiater terkemuka di Kota Brata. Mereka mengepung Vigo, sedangkan Agus tidak boleh menemuinya.Malik membuka pintu kamar. Vigo sedang berbaring di kasur. Dia terlihat makin kurus. Ada dokter di kedua sisinya. Malik meminta dokter pergi.Kini, hanya ada tiga generasi pria Keluarga Sadali di dalam kamar. Malik berjalan ke arah kasur dengan perlahan. Dia memandang wajah Vigo dan berujar dengan eks
Satya tidak tahu bahwa Clara sudah meninggalkan Kota Brata. Hampir setiap hari, dia pergi ke restoran itu untuk duduk 2 jam. Demi menunggu Clara. Namun, Clara sudah pergi ke luar negeri. Bagaimana mungkin mereka bisa bertemu?Seiring berjalannya waktu, Satya mengira Clara telah menyesali pilihannya pada malam itu. Wanita ini tidak ingin membicarakan masa depan dengannya sehingga terus menghindar.Sebulan telah berlalu. Satya berpikir, 'Apa wanita ini tidak merindukan Alaia?' Satya berkali-kali mendatangi kediaman Keluarga Sadali. Namun, dengan statusnya yang sekarang, Satya tidak dapat menemui anggota penting Keluarga Sadali lagi.Pada akhir musim panas, kesehatan Satya makin memburuk. Annika membawanya ke rumah sakit dan memaksanya melakukan operasi serta beristirahat.Aida sudah pulang. Seperti biasa, dia merawat Satya dan Alaia. Kadang, Satya akan menanyakan lokasi Clara kepadanya. Namun, Aida sama sekali tidak tahu.Di bangsal VIP rumah sakit Keluarga Ruslan. Ini adalah hari ketiga
Lampu di jalanan berwarna-warni dan terlihat ramai. Namun, tidak ada lagi Clara ataupun Joe di kota ini. Satya berdiri sendirian dengan ekspresi suram.Tiba-tiba, Satya melihat Vigo. Vigo sedang berkencan di sebuah restoran kelas atas. Pasangan kencan butanya itu adalah seorang wanita terpelajar. Parasnya tidak terlalu cantik, tetapi auranya sungguh elegan. Kedua keluarga tampak harmonis.Satya memandang dari luar dengan tenang. Vigo memang terlihat ramah, tetapi tatapannya terlihat agak suram, tidak seperti dulu.Satya menunggu sampai Keluarga Sadali keluar. Ketika Agus dan istrinya keluar, mereka cukup terkejut melihat Satya, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Satya menatap Vigo dan berkata, "Aku ingin menanyakan beberapa hal kepadamu."Vigo mengangguk, lalu berkata kepada orang tuanya, "Kalian tunggu di mobil saja."Dengan demikian, hanya tersisa Satya dan Vigo. Vigo menatap perban di tubuh Satya dan berucap, "Kudengar kamu baru melakukan operasi." Satya tidak ingin berbasa-basi. Dia
Alaia menancapkan lilin berangka 26. Begitu melihatnya, Satya cukup terkejut. Dia mengira Alaia akan melupakan Clara seiring berjalannya waktu, tetapi nyatanya Alaia sering bertanya tentang Clara.Hari demi hari berlalu. Pada ulang tahun Clara yang berikutnya, Satya membawa Alaia ke Kota Aruma. Tahun berikutnya lagi, Satya membeli kembali Grup Chandra dan vilanya. Satya berhasil mencapai kesuksesannya kembali hingga statusnya setara lagi dengan Keluarga Sadali.Pada tahun yang sama, istri Vigo melahirkan anak kembar. Satya membawa Alaia pulang untuk merayakan satu bulan kelahiran bayi kecil itu. Dia memberikan angpao besar kepada anak-anak Vigo.Istri Vigo juga memberikan angpao kepada Alaia. Dia berkata kepada Satya sambil tersenyum, "Jimat pelindung yang dipakai putrimu sangat indah."Tahun ini, Alaia sudah berusia 4 tahun. Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik. Entah berapa banyak gadis kecil yang iri melihatnya digendong oleh ayahnya seperti itu.Satya menyentuh jimat pelindung itu
Payung hitam dan terusan hitam itu bak lukisan cat air di tengah-tengah hujan. Empat tahun telah berlalu, Clara akhirnya pulang.Hari kedua setelah pulang ke Kota Brata, Clara yang sedang merapikan barang-barangnya tiba-tiba teringat pada kejadian 4 tahun lalu. Saat itu, Satya mengajaknya bertemu dan mengatakan ada hal penting yang ingin dibicarakan.Sayangnya, Clara dipaksa untuk meninggalkan Kota Brata. Sebenarnya dia tidak melupakan janji itu, tetapi perubahan terjadi terlalu mendadak. Clara cukup menyayangkannya, tetapi tidak pernah menyesali semua yang terjadi.Kedatangan Clara ke restoran ini bisa dibilang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada masa lalu. Empat tahun telah berlalu, mungkin sudah saatnya mereka melupakan segalanya.Hujan masih belum berhenti. Genangan air memantulkan sebuah sosok. Begitu melihat wajah yang samar itu, Satya sontak terkejut. Dia menatap sosok itu dengan tidak percaya. Seluruh emosinya bergejolak hebat. Jelas-jelas suasana begitu hening, tetapi Sat
Hati Clara terasa sakit. Dia tahu bahwa Satya sudah salah paham. Tadi, di telepon itu adalah Roy. Mereka bertemu di Luzano dan Roy pernah merawatnya. Kadang kala, mereka masih berhubungan. Roy juga mengetahui kabar tentang Clara yang pulang bersama Joe.Hanya saja, Clara tidak menjelaskan apa-apa. Dalam hatinya, masa lalunya dengan Satya hanyalah sebuah penyesalan. Diamnya seorang wanita biasanya dianggap sebagai pengakuan.Suara rem mendadak yang tajam terdengar. Mobil Satya yang berwarna sampanye berhenti di pinggir jalan.Hujan masih turun pada malam hari. Satya yang bersikap anggun diam-diam memandang keluar. Melalui kaca jendela mobil yang terhalang hujan, wiper terus menyapu. Akan tetapi, pandangannya tetap buram. Setelah beberapa saat, dia mengeluarkan rokok.Satya mengambil satu batang dan menyalakannya. Aroma rokok yang lembut menyebar di dalam mobil, bercampur dengan aroma aftershave yang harum dari tubuhnya. Ini menciptakan wangi khas pria yang unik ....Satya merokok seteng
Satya tidak menyalakan lampu. Dia duduk di tepi ranjang. Dengan mengandalkan cahaya samar-samar, dia menatap satu-satunya anak kandungnya itu.Setelah beberapa saat, Satya meraih tangan Joe dengan lembut. Bocah itu berguling dan berbaring telentang. Hidungnya yang mancung dan ujung matanya sangat mirip dengan Clara ketika masih berusia 20 tahunan .... Kenangan masa lalu kembali menancap dalam-dalam di hati Satya seperti pisau. Hal ini membuatnya sangat menderita. Masih ada luka di hati Satya ....Empat tahun sudah berlalu. Kini, Satya juga sudah meraih kesuksesan. Semua orang mengira bahwa luka-lukanya sudah sembuh, bahkan dia sendiri juga berpikir bahwa dia tidak lagi begitu peduli. Namun setelah bertemu dengan Clara lagi, dia baru menyadari bahwa luka-lukanya hanya membusuk.Tak lama kemudian, Satya pergi dari sana. Ketika dia pergi, Clara berdiri di depan jendela dengan gaun hitam yang menyatu dengan kegelapan .... Dia melihat pria itu turun dan masuk ke mobil hitam. Begitu mulai me
Aroma teh menguar di udara.Hanya saja ketika Malik meminumnya, dia merasa sangat pahit. Pria tua itu menatap putrinya yang sudah empat tahun tidak ditemuinya. Dia berbicara dengan lembut, "Sudah pulang beberapa hari ... kenapa nggak bawa Joe pulang ke rumah?"Clara melihat ke arah Surya. Orang itu segera berdiri dan berjalan menjauh untuk melihat-lihat buku.Clara mengalihkan pandangannya kembali dan menjawab dengan lembut, "Menurutku kurang pantas."Suara Malik terdengar tertekan ketika berucap, "Kenapa kurang pantas? Vigo sudah lama menikah dan punya anak. Kejadian itu sudah menjadi masa lalu, nggak akan ada lagi yang mengungkitnya .... Clara, aku tahu kamu menyalahkanku. Tapi, saat itu aku punya alasan. Pulanglah, Ayah sudah tua. Aku cuma berharap anak-anakku bisa berada di sisiku."Clara perlahan menyesap setengah cangkir teh. Dia menggeleng seraya membalas, "Lebih baik jangan. Sekarang Vigo hidup dengan baik, bukankah itu bagus untuk semua orang? Kenapa aku harus kembali dan memb