Veren melanjutkan, "Harus diakui, Satya memang cukup hebat karena bisa meminta bantuan Pak Adanu. Aku tebak Bu Aliyah pasti punya kelemahan yang dipegang Satya. Mungkin itu rahasia yang memalukan. Jadi, Bu Aliyah hanya bisa membujuk suaminya untuk membantu Satya."Kebetulan Satya juga melihat ke arah Clara dan Clara langsung memalingkan wajahnya. Clara berucap kepada Veren, "Satya memang orang yang licik."Veren pun mengangguk. Tiba-tiba, seorang pelayan masuk sambil membawa nampan yang dipenuhi buah-buahan. Pelayan itu meletakkan nampan di atas meja, lalu menjelaskan, "Ini pemberian Pak Satya. Selain itu, juga ada kudapan. Nanti aku akan mengantarkannya kemari."Clara berniat menolaknya, tetapi Veren malah menerimanya. Sesudah pelayan pergi, Veren berkata, "Satya pasti akan merasa bangga kalau kamu menolaknya. Sebaiknya kamu menanggapinya dengan santai supaya dia nggak bisa menebak pemikiranmu. Biar dia tahu perhatian yang nggak seberapa ini sama sekali nggak ada apa-apanya bagi anggo
Satya tidak melakukan apa-apa. Dia hanya mengikat pergelangan tangan Clara dengan dasinya dan mendekap Clara. Alhasil, Clara tidak bisa bergerak. Dia juga tidak berani berteriak karena Satya membuka pakaiannya. Satya menindih Clara sambil menatapnya lekat-lekat.Setelah beberapa saat, Satya bersandar di pelukan Clara. Tubuhnya Satya sangat kekar, sedangkan tubuh Clara sangat mungil. Namun, Satya terlihat lemah dan ketakutan. Selama ini, Satya sangat percaya diri. Dia merasa Clara tidak akan meninggalkannya apa pun yang terjadi. Hal ini karena Satya berkuasa dan dia bisa menggunakan berbagai cara untuk membatasi kebebasan Clara.Sekarang, sesuatu yang tak terduga terjadi. Malik merupakan ayah kandung Clara. Masalahnya, Malik sangat berpengaruh. Satya pun bertaruh dengan menggunakan semua yang dimilikinya. Dia tidak takut kalah dan kehilangan segalanya. Dia hanya takut Clara tetap akan meninggalkannya.Mungkin Satya membutuhkan waktu beberapa tahun untuk bangkit lagi. Saat itu, Satya sud
Sesudah beberapa saat, Satya bertanya, "Alamatnya di mana?"Malik tersenyum dan menyahut, "Di kediamanku saja. Aku nggak suka membicarakan urusan pribadi di kantor. Lagi pula, nanti masalahnya repot kalau diketahui banyak orang."Satya mengakhiri panggilan telepon. Dia menunduk, lalu bertanya kepada Gracia sembari menopang dagunya, "Aku sudah kalah telak, 'kan?"Gracia tidak menjawab pertanyaan Satya. Sementara itu, Satya bersandar di kursi dan melanjutkan seraya menatap Gracia, "Para dewan direksi takut kepada Malik. Mana ada yang berani membelaku secara terang-terangan dan menentang Malik? Aku rasa mereka diam-diam menjual saham Grup Chandra."Satya berkata kepada Gracia, "Aku akan membeli semua saham yang mereka jual."Gracia merasa cara ini kurang tepat. Satya menyalakan rokok, lalu meneruskan perkataannya, "Aku nggak bisa menang dari Malik. Tapi, aku nggak boleh kehilangan perusahaanku. Aku nggak membutuhkan semua uang itu dan aku hanya mau mempertahankan Grup Chandra. Dengan begi
Satya hanya tersenyum. Malik memang merupakan tokoh hebat. Setelah menyiksa Satya sekitar 1 bulan, sekarang Malik memberi Satya keuntungan. Dia meminta Satya untuk bercerai dengan Clara, tetapi dia juga memberi Satya proyek energi alternatif berskala besar di daerah utara. Proyek ini sudah cukup untuk membuat Grup Chandra yang terpuruk bangkit lagi.Satya mendengarkan ucapan Malik dengan saksama, lalu dia berkata, "Aku setuju untuk bercerai. Tapi, aku nggak mau terima keuntungan yang kamu berikan. Dulu aku bisa sukses setelah keluar dari penjara, sekarang juga sama."Malik mengamati ekspresi Satya. Dia mencibir dan berkomentar, "Waktu itu kamu masih muda."Satya mengabaikan sindiran Malik. Saat hendak berdiri, Satya baru teringat sebenarnya dia mempertimbangkan banyak hal sewaktu dalam perjalanan ke kediaman Keluarga Sadali. Dia berniat untuk bernegosiasi dengan Malik dan memikirkan pertimbangan lain. Namun, akhirnya Satya memutuskan dia tidak ingin pernikahannya dengan Clara menjadi s
Sore keesokan harinya, di pengadilan negeri. Satya tiba sebelum Clara. Clara melihat pria itu merokok di dalam mobil. Satya tidak memakai minyak rambut dan pakaiannya terlihat biasa-biasa. Matanya yang merah membuatnya terlihat sangat hancur.Satya menatap Clara melalui jendela mobil. Tatapannya dipenuhi keengganan akan berpisah. Clara berkata, "Sebenarnya kamu nggak perlu repot-repot kemari. Kamu punya pengacara, 'kan? Biasanya pengacara yang selalu membantumu mengurus hal seperti ini."Satya menatap Clara lekat-lekat. Mungkin karena sudah mau bercerai, suasana hati Clara menjadi sangat baik sampai-sampai bersedia berbicara sepanjang ini. Padahal, dulu wanita ini selalu menolak berbicara meskipun Satya menyiksanya di ranjang.Satya berucap dengan lirih, "Ayo, bicara lagi. Aku ingin mendengar suaramu."Clara merasa pria ini sakit jiwa. Dia tidak berbicara lagi, melainkan menggigit bibirnya. Penampilan seperti ini membuat Satya merasa lucu. Saking emosionalnya, Satya sontak meraih tanga
"Kamu benar. Kamu sudah bebas karena nggak ada istri yang mengekangmu lagi. Pergilah, Benira masih menunggumu." Usai mengatakan itu, Clara langsung menutup pintu mobil tanpa peduli pada tangan Satya. Setiap kali teringat pada Vloryne, matanya akan berkaca-kaca dan kebencian akan meliputi hatinya.Dengan demikian, mobil BMV putih melaju pergi dan melindas kotak perhiasan itu. Satya segera memungutnya, lalu menyingkirkan serbuk kayu dan mengeluarkan cincin berlian itu. Cincin masih aman, tetapi sudah berubah bentuk. Hati Satya terasa sakit melihatnya.Seminggu kemudian, Satya meninggalkan Grup Chandra pada tengah malam. Grup Chandra yang dulunya begitu sukses justru terlihat suram sekarang.Penjualan saham perusahaan dihentikan untuk sementara waktu. Hampir semua mobil mewah milik Satya telah digadaikan demi mempertahankan Grup Chandra. Meskipun begitu, perusahaan masih mengalami masalah operasional dan banyak karyawan yang dipecat.Satya memberi mereka pesangon. Mereka semua hanya orang
Satya menunduk menatap lantai, lalu perlahan-lahan memungut termos makanan itu dan melemparkannya ke tong sampah di depan. Dia tidak memerlukan simpati dari wanita. Dia selalu minum-minum untuk melupakan masalahnya. Ketika mabuk, dia akan memanggil nama Clara. Terkadang, dia juga bermimpi tentang pertemuan pertama mereka.Satya terbangun. Di depannya adalah gadis yang ditemuinya waktu itu. Gadis itu menyeka keringat Satya dengan hati-hati, lalu menunduk sambil bertanya dengan lirih, "Kamu terus memanggil nama Clara, apa kamu menyukainya?"Pikiran Satya masih kurang jernih. Sesaat kemudian, dia membalas dengan suara serak, "Dia istriku."Gadis itu memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa dia nggak pulang?"Satya tampak agak linglung. Dia mengeluarkan rokok dari saku, lalu menyalakannya dan menjawab dengan mata merah, "Kami nggak punya rumah lagi. Dia sudah pergi."Gadis itu tidak berani bertanya lagi. Dia meraih tangan Satya, lalu meletakkannya di payudaranya. Dia mengajari Satya cara
Sesaat kemudian, Satya baru bertanya, "Pasangan baru?"Clara tidak menyangkal. Dia mengangguk ringan dan membalas, "Keluargaku memperkenalkannya kepadaku. Kami makan bersama tadi."Kemudian, Clara menerima jas itu dan berpamitan dengan si pria. Pria itu tahu identitas Satya. Dia tidak menanyakan apa pun, bahkan memilih untuk mengalah. Kemudian, dia tersenyum pada Clara. Jelas, pria ini tertarik pada Clara dan ingin melanjutkan hubungan mereka.Mobil Clara melaju dengan perlahan. Pria itu juga sudah pergi. Satya berdiri di ujung jalan. Dia sudah tidak memiliki apa pun sekarang.Satya tiba-tiba merasa mual dan muntah-muntah. Seketika, berbagai adegan di masa lalu muncul di benaknya."Satya, aku bersedia mengikutimu ke Kota Aruma.""Kamu nggak boleh memberi tahu teman-teman kuliahku kalau kamu suamiku. Aku akan memanggilmu kakak supaya nggak ditertawakan mereka!""Satya, aku baru berusia 22 tahun lho!"Benar, Clara baru berusia 22 tahun waktu itu. Dia masih muda dan selalu malu-malu. Namu