Sesaat kemudian, Satya baru bertanya, "Pasangan baru?"Clara tidak menyangkal. Dia mengangguk ringan dan membalas, "Keluargaku memperkenalkannya kepadaku. Kami makan bersama tadi."Kemudian, Clara menerima jas itu dan berpamitan dengan si pria. Pria itu tahu identitas Satya. Dia tidak menanyakan apa pun, bahkan memilih untuk mengalah. Kemudian, dia tersenyum pada Clara. Jelas, pria ini tertarik pada Clara dan ingin melanjutkan hubungan mereka.Mobil Clara melaju dengan perlahan. Pria itu juga sudah pergi. Satya berdiri di ujung jalan. Dia sudah tidak memiliki apa pun sekarang.Satya tiba-tiba merasa mual dan muntah-muntah. Seketika, berbagai adegan di masa lalu muncul di benaknya."Satya, aku bersedia mengikutimu ke Kota Aruma.""Kamu nggak boleh memberi tahu teman-teman kuliahku kalau kamu suamiku. Aku akan memanggilmu kakak supaya nggak ditertawakan mereka!""Satya, aku baru berusia 22 tahun lho!"Benar, Clara baru berusia 22 tahun waktu itu. Dia masih muda dan selalu malu-malu. Namu
Clara tidak bisa mendengar ucapan Satya dengan jelas. Faktanya, dia juga tidak berniat untuk mendengarnya. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi di antara mereka berdua.Sebelum bercerai, Satya masih sempat membuat Clara merasa kesal. Setelah bercerai, Satya yang tertangkap basah mencari wanita penggoda malah datang mencarinya lagi.Clara memalingkan wajahnya dan berkata, "Lepaskan tanganmu, jangan sampai statusmu menjadi rendahan di mataku."Clara mengira pria ini tidak akan melepaskannya, tetapi Satya malah perlahan-lahan melepaskan tangannya. DI bawah lampu remang-remang, Satya menatap wajah putih Clara. Dia berpikir, apa haknya untuk memiliki Clara sekarang? Dia sudah bangkrut dan miskin. Semua pria Keluarga Sadali jauh lebih baik darinya.Satya perlahan-lahan merapikan pakaian Clara. Dia tidak pergi, melainkan duduk di ranjang sambil mengeluarkan rokok. Satya menyalakannya dengan tangan bergetar. Dia tidak terlalu mengisapnya, melainkan terus menatap rokok itu.Setelah rokoknya ma
Mereka berciuman sekitar satu menit. Tubuh Clara sedikit bergetar. Herman memeluk pinggang ramping Clara, lalu menyandarkan kepalanya di leher Clara sambil berbisik, "Aku menyukaimu. Kamu sangat cantik."Herman sangat menghormati Clara. Meskipun mereka sama-sama pernah bercerai, dia tidak ingin melakukannya sebelum pernikahan. Setelah lebih tenang, Herman kembali ke mobilnya.Di kegelapan, terlihat Satya yang memegang kue kesukaan Clara. Dia secara khusus meminta orang membawakan kue ini dari Kota Aruma. Dia ingin melihat ekspresi terkejut dan gembira Clara. Alhasil, wanita ini malah berkencan dengan pria lain.Jika dibandingkan dengan pakaian mahal yang diberikan Herman, kue yang dibawa Satya tentu tidak ada apa-apanya. Namun, Satya hanya bisa memberi Clara kue ini untuk sekarang.Satya berdiri diam di tempatnya tanpa mengganggu kedua insan itu. Dia meletakkan kue di bawah pohon yang sering diduduki Clara. Ada lampu di bawah pohon itu. Setiap malam, Clara akan duduk di sana untuk memb
Clara menoleh. Dengan mata yang berkaca-kaca, dia menatap Veren. Veren meletakkan jaket di bahu Clara, lalu menatap kue itu dan bertanya, "Dia yang mengantarnya kemari?"Clara tidak membantah dan mengiakan dengan lirih. Veren mengembuskan napas panjang. Dia pun duduk di samping Clara, lalu merangkul bahunya dan berucap dengan lembut, "Kakakmu bilang perkembangan hubunganmu dengan Herman sangat lambat. Aku tahu kamu belum melupakannya.""Clara, waktu muda, kita semua pernah mencintai seseorang dengan menggebu-gebu. Kita seperti ingin menyerahkan seluruh jiwa dan raga kepadanya. Tapi setelah dewasa, kita akan menyadari yang kita inginkan hanya kehidupan yang damai."Clara termangu menatapnya, lalu bertanya, "Kak, kamu juga pernah mencintai seseorang dengan sepenuh hati?""Tentu saja. Aku dan kakakmu juga dijodohkan, tapi kami sangat bahagia." Veren membantu Clara merapikan rambut halus di dahinya, lalu meneruskan dengan serius, "Clara, lupakan masa lalu yang menyakitkan itu. Dengan begit
Satya meraih kerah baju Dennis, lalu mendorongnya dengan kuat ke dinding. Kepala Dennis langsung berdarah.Satya menarik rambut Dennis lagi dan menekan wajahnya ke dinding dengan kuat sambil berkata, "Kamu lupa gimana kamu berlutut dan memohon kepadaku waktu itu? Kamu ingin melarikan diri begitu saja setelah diberi kesempatan?"Dennis mencoba untuk menendang, tetapi semuanya sia-sia. Satya benar-benar kuat. Jika dia tidak memberikan sedikit informasi, Satya pasti akan membunuhnya. Dennis berujar dengan susah payah, "Besok malam jam 8, Bu Aliyah akan bermain kartu di Restoran Lumiere."Setelah mendengarnya, Satya pun mengempaskan Dennis dan melemparkan USB itu kepadanya. Dennis hanya bisa berbaring di lantai. Dia merasa dirinya tidak ada bedanya dengan seekor anjing di hadapan Satya, baik itu dulu maupun sekarang.....Keesokan malam, Aliyah merasa sangat senang karena memenangkan uang. Dia pun ingin mencari Dennis untuk bersenang-senang. Sebenarnya, dia sudah mulai merasa bosan dengan
Satya tersenyum tipis. Aida melihat-lihat baju yang dibeli oleh Satya, lalu berkata, "Ukurannya pas sekali. Tuan Joe sudah hampir 3 tahun, Nona Alaia juga sudah setahun dan sudah bisa berjalan. Tapi, Nona Alaia sangat pendiam. Untung ada Tuan Joe yang selalu mengajaknya bermain."Pelayan membawa kedua anak itu kemari. Joe langsung melemparkan diri ke pelukan Satya. "Ayah!"Satya memeluk putranya dan merasa getir. Mereka hanya tidak bertemu setengah tahun, tetapi Joe sudah makin tinggi.Sementara itu, Alaia baru bisa berjalan sehingga langkah kakinya tidak stabil. Dia meniru Joe yang melemparkan diri ke pelukan Satya, lalu memanggil, "Yah ...."Alaia memanggil beberapa kali sampai membuat Satya tertegun. Sesaat kemudian, dia menjulurkan tangan untuk menggendong gadis kecil itu.Alaia menunduk dan menggigit lengan Satya yang kekar. Anak ini sangat suka menggigit orang. Satya pun mengambil tisu untuk menyeka air liurnya. Sikapnya yang lembut membuatnya terlihat seperti seorang ayah yang b
Mengenang masa lalu hanya membuat hati terluka. Sayangnya, mereka tidak punya masa depan untuk dibicarakan.Keduanya berdiri diam untuk waktu yang cukup lama. Akhirnya, Satya tersenyum tipis dan berkata, "Aku pamit dulu."Satya menatap Clara lekat-lekat, lalu berbalik dan masuk ke mobil. Mobil melaju dengan perlahan. Beberapa saat kemudian, Clara masih berdiri di tempat semula.Angin dingin bertiup. Clara lupa memakai mantel sehingga menggigil kedinginan. Joe menghampiri dan memeluk kaki ibunya, lalu bertanya dengan manja, "Ibu nangis?"Clara membungkuk dan menggendong putranya. Dia meletakkan kepalanya di bahu Joe supaya Joe tidak melihat tatapannya yang sedih. Kemudian, dia membalas, "Nggak kok, anginnya terlalu kencang tadi."Joe memegang wajah Clara dan berkata, "Biar kutiup mata Ibu."Setetes air mata berlinang di wajah Clara ....Satya kembali ke apartemen dengan membawa sebungkus makanan. Sebelum Satya pulang, Annika sudah datang. Dia membantu Satya merapikan semuanya, meletakka
Alaia setengah tertidur dan setengah terjaga. Dia memejamkan matanya. Sekujur tubuhnya terasa sakit, wajahnya pucat pasi, bulu mata yang panjang bergetar. Dia menggenggam tangan Clara sambil memanggil tanpa henti.Clara merasa sangat sedih. Alaia bukan hanya anak adopsinya, tetapi satu-satunya keturunan Davin dan istrinya. Jika terjadi sesuatu pada Alaia, Clara tidak akan bisa memaafkan diri sendiri. Dengan ekspresi cemas, Clara menunduk mencium kening Alaia.Satya berdiri di depan pintu menyaksikan semua ini. Ketika Aida melihatnya, dia menyeka air mata sambil berkata, "Tuan Satya sudah datang."Clara menatap Satya. Mungkin karena sedang dalam kondisi tidak baik, Clara berucap dengan nada yang lebih lembut, "Alaia sakit, gimana aku harus menjelaskannya kepada orang tuanya nanti?"Satya menelan ludah sebelum membalas, "Hasilnya belum keluar, tenang dulu."Bagaimana Clara bisa tenang? Sebelum hasil keluar, setiap detik adalah siksaan bagi Clara. Dia tidak tahu sampai kapan penderitaan i