Share

Bab 242

Annika tahu apa yang dipikirkan sahabatnya. Dia menatap Sania, lalu berkata sambil tersenyum dan menangis, "Kenapa nggak sepadan? Demi kamu, semua ini sepadan .... Kamu harus cepat sembuh!"

Di sudut mata Sania, air matanya terus mengalir. Annika memeluknya erat-erat sambil bergumam, "Kamu nggak tahu gimana aku hidup selama beberapa hari ini. Aku sudah hampir gila!"

Sania sangat lemas sekarang, tetapi dia tetap mengerahkan semua tenaga untuk mengangkat tangannya dan memeluk Annika secara lembut ....

....

Setelah menyantap sedikit makanan, dokter pun memeriksa tubuh Sania. Sementara itu, Annika keluar dari kamar pasien terlebih dahulu. Begitu keluar dari sana, dia berjalan ke ujung lorong luar yang panjang dan diam-diam menatap matahari di luar. Pada saat ini, dia benar-benar merasa lega.

Untungnya, Sania sudah bangun. Untungnya, sahabatnya itu tidak menyalahkan dirinya sendiri. Dia masih memiliki keberanian untuk hidup.

Namun, ketika Annika memikirkan anak itu, hidungnya masih saja berk
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status