Pagi itu Michelle masih berada di rumah Alins. Dia masih terbaring di ranjang tidur, kedua matanya masih terpejam rapat karena begitu lelahnya kemarin malam. Kedamaian yang dirasakan terganggu oleh sentuhan jemari di pipinya. Michelle enggan membuka mata, sebab dia tahu siapa yang sedang mengusiknya. “Kulit wajah Mommy lembut sekali.” Itu adalah Leah—yang memuji takjub dalam gumaman lemahnya. Michelle tersenyum dengan posisi mata tertutup, namun tak lama setelahnya Michelle membuka mata. “Good morning, Sweetheart.” “Mommy sudah bangun?” Leah tersentak sampai jemarinya membuka di wajah Michelle. “Bagaimana Mommy tidak bangun? Ada jari-jari nakal yang memegang-megang wajah Mommy,” protes Michelle bernada tak senang yang dibuat-buat. “Aku suka menyentuh wajah Mommy, lembut sekali.” Michelle menanggapi lewat senyuman lembut. Wanita itu menatap Leah sembari merapikan rambut Leah yang sedikit berantakan. “Bagaimana perasaanmu? Grandma Alins mengatakan kemarin malam kau ketakutan.” Mi
Michelle telah selesai mempersiapkan diri untuk bekerja di weekend itu. Beruntung dia memiliki beberapa pakaian yang pantas dipakai yang memang sengaja ditinggalkan di rumah Alins. Sehingga setiap kali ada hal mendadak serupa Michelle tak perlu repot-repot pulang ke rumah.Make up yang dipakai juga tepat pada situasi tak terlalu formal, sangat seirama dengan dress semi formal yang menonjolkan sisi feminim seorang Michelle.Namun, Michelle masih diselimuti rasa bersalah pada Leah.Ketika memberitahu Leah bahwa dia tidak bisa memenuhi janji, hati Michelle begitu sakit melihat ekspresi kecewa yang kental menyelimuti wajah cantik putrinya.Leah memang tidak mengeluh apalagi melarangnya pergi. Tetapi wajah murung yang berusaha keras disembunyikan membuat Michelle dihantui rasa bersalah.Michelle keluar dari kamar tidur itu dengan membawa tas pribadi beserta tas yang berisikan laptop dan tablet pc. Langkah kakinya menuju ke teras belakang di mana Alins dan Danny mengajak Lea bersantai.“Kau
Taksi yang ditumpangi hampir tiba pada lokasi tujuan Michelle. Namun Michelle merasa ragu atas tujuannya.Lokasi yang diberitahu David menuju ke bandara di mana semua private jet parkir dan lepas landas. Titik lokasi yang diberikan David pun berada di sebuah cafe yang berada di sekitar bandara.Apa David dan Roland benar-benar akan melakukan pembahasan bisnis pada tempat yang kurang sempurna itu?Pemikiran Michelle semakin menguat ketika dia taksi yang ditumpangi berhenti di titik tujuan. Michelle yang keluar dari taksi menatap bingung lokasi cafe itu. Cafe itu hanya sebuah tempat minum biasa yang jauh dari standart seorang David apalagi Roland.“Anda sudah datang, Nona Michelle?”Seketika Michelle berbalik saat disapa oleh seseorang dari arah belakang. Matanya yang kebingungan telah menatap seorang pria berkemeja formal.“Ya?” Michelle menatap waspada.“Saya adalah Daniel—sekretaris pribadi Tuan Roland.”Michelle langsung tersadar ketika pria itu memperkenalkan diri dan mengajak berj
“Anda bisa ikut duduk dengan saya di kabin belakang. Di sana masih tersedia seat untuk Anda, Nona Michelle.”Daniel berani mengajak Michelle yang menjadi bahan olok-olokan kedua atasan tak bermoral itu. Hal itu dia lakukan demi tak menunda keberangkatan.Michelle sendiri sudah mengangguk setuju pada ajakan Daniel yang menyelamatkannya. Namun, hatinya masih tak terima atas perbuatan Roland beserta David yang secara tak langsung telah melecehkan kehormatannya.“Saya mohon untuk tidak melakukan bercandaan seperti yang barusan kalian lakukan. Walaupun saya hanya seorang bawahan, tetapi saya tidak suka diperlakukan seenak hati dan dinilai murahan. Saya sangat menghormati Anda berdua, jadi tolong perlakukan saya dengan cara yang sama. Saya permisi, Tuan David ... Tuan Roland.”Michelle merundukkan kepala kepada kedua pria yang tertegun dibuatnya. Secara tidak langsung wanita itu menegaskan sikap hormat dari dirinya.Tak lama setelahnya Michelle mengikuti Daniel ke kabin belakang yang dibata
“Saya akan menganggap hal ini tidak pernah terjadi.”Jemari Michelle memegang lembut pergelangan tangan David, gerakannya sama lembutnya ketika menyingkirkan tangan David dari pipinya.“Saya sangat menghormati Anda sebagai atasan. Jadi, saya mohon jangan ciptakan ketidaknyamanan diantara kita.”Michelle mengulas senyum manis yang menunjukkan sisi baik dari dirinya. Bagi dia, itu adalah tindakan yang pantas dilakukan untuk menghindari rasa tidak nyaman setelah mendapatkan pengakuan David.“Sebaiknya Anda beristirahat di kamar. Kemarin Anda mabuk, akan berbahaya jika Anda kurang istirahat saat berkuda nanti,” ucap Michelle menasihati.“Aku sudah baik-baik saja. Kau juga jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Nikmati saja suasana di sini, kontrak kerjasama itu bisa disiapkan dengan perlahan.”Michelle menggelengkan kepala. “Sebagian isinya sudah saya kerjakan saat di pesawat tadi, sisanya akan dilanjutkan setelah membeli barang-barang keperluan Anda selama di sini.”“Kau bisa perg
Michelle masih terpaku menatap Daniel yang mengeluarkan pertanyaan tak terduga. Di dalam pikirannya telah berputar sederet pertanyaan yang mendesak rasa penasaran.Hatinya bertanya-tanya, dari mana Daniel mengetahui tentang dirinya padahal mereka belum bertemu. Dalam keheningan itu juga Michelle menerka-nerka, mungkin Daniel mengetahui dari Roland langsung.Tetapi hal itu tidak mungkin terjadi. Roland sangat menutup rapat hubungan mereka dulu, sampai tidak ada yang tahu kecuali orang-orang terdekat mereka.“Saya mendengar cerita seputaran tentang Anda saat baru bekerja untuk Tuan Roland.”Penjelasan singkat Daniel menuntun ingatan Michelle untuk kembali di mana dia diusir kejam dari perusahaan Roland. Michelle ingat bagaimana desas-desus seputaran pemecatannya yang tak terhormat itu. Sehingga dia berpendapat Daniel telah mengetahui dirinya lewat cerita-cerita yang tak benar itu.“Aku tidak bisa mengelak karena sepertinya kau telah mengetahui tentang diriku.” Michelle meringis senyuman
Kuda yang ditunggangi sedang beristirahat setelah beberapa waktu berjalan menjelajahi hutan sampai ke tepian sungai. Baik yang hitam maupun cokelat telihat tenang menikmati rerumputan hijau di dekatnya.Roland pun terlihat tenang beristirahat—duduk di sebuah kayu cukup besar yang berada di bawah pohon besar nan rindang.Pria itu hanyut dalam suasana tenang yang tak didapatkan ketika berada di kesibukan kota. Semilir angin yang menerpa wajah begitu menyejukkan sampai Roland terlena memejamkan mata.Suasana tenang itu merileksasikan pemikiran Roland dari segala beban di pundak. Dia merasakan ketenangan penuh sampai dia membayangkan sebuah keindahan dari sosok indah yang mengendap di pikiran.Jauh di dalam khayalan, Roland sedang terbuai dalam sosok Michelle yang tersenyum manis penuh kelembutan. Sebuah senyuman yang ditunjukkan tulus, sampai senyar kehangatan yang menyelimuti di senyuman itu tersampaikan sempurna di hati Roland.Roland mengakui, dia sangat menyukai cara Michelle menatap
“Dia sudah berjanji tidak mengganggu hidupku setelah aku menuruti keputusannya itu. Selain itu juga, aku berhasil membuktikan bahwa keputusannya itu salah,” jelas Roland yang sudah memalingkan pandangan ke depan.David mengangguk lemah. “Ayahmu terlalu keras padamu. Padahal tanpa pernikahan bisnis itu pun, kau mampu menaikkan nama perusahaan. Tapi aku penasaran, apa alasanmu menceraikan Ella? Padahal saat itu Ella sedang bahagia setelah mengumumkan kehamilannya.”Lidah Roland sudah berdecak kesal, mengisyaratkan David tak boleh bertanya-tanya lebih.“Aku hanya penasaran karena kau terlalu menutup diri selama enam tahun ini.” David tertawa tenang sembari menepuk ringan bahu Roland. Dia berusaha menghilangkan suasana mencekam yang Roland ciptakan. “Setelah aktif di perusahaan, kau selalu pelit informasi tentang kehidupanmu,” lanjutnya mengejek.Roland mengendus kesal setelah menyingkirkan tangan David di bahunya. “Kau sendiri sudah tua tapi masih mau main-main dengan wanita,” balasnya m