“Roland? Roland siapa yang kau maksud, Michelle?” Alins langsung bereaksi panik sesuai ekpektasi Michelle. Dia sampai duduk menegang dengan mata membulat sempurna.“Tuan David meneleponku dan aku menjawabnya dalam keadaan menyetir. Aku panik karena sudah sangat terlambat. Dan aku tidak sengaja menabrak mobil yang berada di depanku karena kelalaianku.”Michelle menghela napas kasar setelah menjelaskan awal kronologi kecelakaan yang dialami. Tak lama setelah itu dia kembali membuka mulut untuk melanjutkan cerita.“Awalnya aku mengira itu bukan Roland, karena pria yang pertama aku temui adalah orang lain. Tapi ketika aku berbicara dengan pria itu, Roland keluar dari mobil dan mengejutkanku,” jelasnya.“Bagaimana dengan Leah? Apa dia tahu saat itu kau bersama Leah.” Alins menyahut cepat.Michelle menggeleng. “Dia tidak menyinggung siapa pun kecuali aku. Aku juga telah memastikan Leah juga tidak melihatnya.”Alins mengembuskan napas kasar sembari memejam singkat mata. Duduknya yang menegan
Pagi itu Michelle masih berada di rumah Alins. Dia masih terbaring di ranjang tidur, kedua matanya masih terpejam rapat karena begitu lelahnya kemarin malam. Kedamaian yang dirasakan terganggu oleh sentuhan jemari di pipinya. Michelle enggan membuka mata, sebab dia tahu siapa yang sedang mengusiknya. “Kulit wajah Mommy lembut sekali.” Itu adalah Leah—yang memuji takjub dalam gumaman lemahnya. Michelle tersenyum dengan posisi mata tertutup, namun tak lama setelahnya Michelle membuka mata. “Good morning, Sweetheart.” “Mommy sudah bangun?” Leah tersentak sampai jemarinya membuka di wajah Michelle. “Bagaimana Mommy tidak bangun? Ada jari-jari nakal yang memegang-megang wajah Mommy,” protes Michelle bernada tak senang yang dibuat-buat. “Aku suka menyentuh wajah Mommy, lembut sekali.” Michelle menanggapi lewat senyuman lembut. Wanita itu menatap Leah sembari merapikan rambut Leah yang sedikit berantakan. “Bagaimana perasaanmu? Grandma Alins mengatakan kemarin malam kau ketakutan.” Mi
Michelle telah selesai mempersiapkan diri untuk bekerja di weekend itu. Beruntung dia memiliki beberapa pakaian yang pantas dipakai yang memang sengaja ditinggalkan di rumah Alins. Sehingga setiap kali ada hal mendadak serupa Michelle tak perlu repot-repot pulang ke rumah.Make up yang dipakai juga tepat pada situasi tak terlalu formal, sangat seirama dengan dress semi formal yang menonjolkan sisi feminim seorang Michelle.Namun, Michelle masih diselimuti rasa bersalah pada Leah.Ketika memberitahu Leah bahwa dia tidak bisa memenuhi janji, hati Michelle begitu sakit melihat ekspresi kecewa yang kental menyelimuti wajah cantik putrinya.Leah memang tidak mengeluh apalagi melarangnya pergi. Tetapi wajah murung yang berusaha keras disembunyikan membuat Michelle dihantui rasa bersalah.Michelle keluar dari kamar tidur itu dengan membawa tas pribadi beserta tas yang berisikan laptop dan tablet pc. Langkah kakinya menuju ke teras belakang di mana Alins dan Danny mengajak Lea bersantai.“Kau
Taksi yang ditumpangi hampir tiba pada lokasi tujuan Michelle. Namun Michelle merasa ragu atas tujuannya.Lokasi yang diberitahu David menuju ke bandara di mana semua private jet parkir dan lepas landas. Titik lokasi yang diberikan David pun berada di sebuah cafe yang berada di sekitar bandara.Apa David dan Roland benar-benar akan melakukan pembahasan bisnis pada tempat yang kurang sempurna itu?Pemikiran Michelle semakin menguat ketika dia taksi yang ditumpangi berhenti di titik tujuan. Michelle yang keluar dari taksi menatap bingung lokasi cafe itu. Cafe itu hanya sebuah tempat minum biasa yang jauh dari standart seorang David apalagi Roland.“Anda sudah datang, Nona Michelle?”Seketika Michelle berbalik saat disapa oleh seseorang dari arah belakang. Matanya yang kebingungan telah menatap seorang pria berkemeja formal.“Ya?” Michelle menatap waspada.“Saya adalah Daniel—sekretaris pribadi Tuan Roland.”Michelle langsung tersadar ketika pria itu memperkenalkan diri dan mengajak berj
“Anda bisa ikut duduk dengan saya di kabin belakang. Di sana masih tersedia seat untuk Anda, Nona Michelle.”Daniel berani mengajak Michelle yang menjadi bahan olok-olokan kedua atasan tak bermoral itu. Hal itu dia lakukan demi tak menunda keberangkatan.Michelle sendiri sudah mengangguk setuju pada ajakan Daniel yang menyelamatkannya. Namun, hatinya masih tak terima atas perbuatan Roland beserta David yang secara tak langsung telah melecehkan kehormatannya.“Saya mohon untuk tidak melakukan bercandaan seperti yang barusan kalian lakukan. Walaupun saya hanya seorang bawahan, tetapi saya tidak suka diperlakukan seenak hati dan dinilai murahan. Saya sangat menghormati Anda berdua, jadi tolong perlakukan saya dengan cara yang sama. Saya permisi, Tuan David ... Tuan Roland.”Michelle merundukkan kepala kepada kedua pria yang tertegun dibuatnya. Secara tidak langsung wanita itu menegaskan sikap hormat dari dirinya.Tak lama setelahnya Michelle mengikuti Daniel ke kabin belakang yang dibata
“Saya akan menganggap hal ini tidak pernah terjadi.”Jemari Michelle memegang lembut pergelangan tangan David, gerakannya sama lembutnya ketika menyingkirkan tangan David dari pipinya.“Saya sangat menghormati Anda sebagai atasan. Jadi, saya mohon jangan ciptakan ketidaknyamanan diantara kita.”Michelle mengulas senyum manis yang menunjukkan sisi baik dari dirinya. Bagi dia, itu adalah tindakan yang pantas dilakukan untuk menghindari rasa tidak nyaman setelah mendapatkan pengakuan David.“Sebaiknya Anda beristirahat di kamar. Kemarin Anda mabuk, akan berbahaya jika Anda kurang istirahat saat berkuda nanti,” ucap Michelle menasihati.“Aku sudah baik-baik saja. Kau juga jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Nikmati saja suasana di sini, kontrak kerjasama itu bisa disiapkan dengan perlahan.”Michelle menggelengkan kepala. “Sebagian isinya sudah saya kerjakan saat di pesawat tadi, sisanya akan dilanjutkan setelah membeli barang-barang keperluan Anda selama di sini.”“Kau bisa perg
Michelle masih terpaku menatap Daniel yang mengeluarkan pertanyaan tak terduga. Di dalam pikirannya telah berputar sederet pertanyaan yang mendesak rasa penasaran.Hatinya bertanya-tanya, dari mana Daniel mengetahui tentang dirinya padahal mereka belum bertemu. Dalam keheningan itu juga Michelle menerka-nerka, mungkin Daniel mengetahui dari Roland langsung.Tetapi hal itu tidak mungkin terjadi. Roland sangat menutup rapat hubungan mereka dulu, sampai tidak ada yang tahu kecuali orang-orang terdekat mereka.“Saya mendengar cerita seputaran tentang Anda saat baru bekerja untuk Tuan Roland.”Penjelasan singkat Daniel menuntun ingatan Michelle untuk kembali di mana dia diusir kejam dari perusahaan Roland. Michelle ingat bagaimana desas-desus seputaran pemecatannya yang tak terhormat itu. Sehingga dia berpendapat Daniel telah mengetahui dirinya lewat cerita-cerita yang tak benar itu.“Aku tidak bisa mengelak karena sepertinya kau telah mengetahui tentang diriku.” Michelle meringis senyuman
Kuda yang ditunggangi sedang beristirahat setelah beberapa waktu berjalan menjelajahi hutan sampai ke tepian sungai. Baik yang hitam maupun cokelat telihat tenang menikmati rerumputan hijau di dekatnya.Roland pun terlihat tenang beristirahat—duduk di sebuah kayu cukup besar yang berada di bawah pohon besar nan rindang.Pria itu hanyut dalam suasana tenang yang tak didapatkan ketika berada di kesibukan kota. Semilir angin yang menerpa wajah begitu menyejukkan sampai Roland terlena memejamkan mata.Suasana tenang itu merileksasikan pemikiran Roland dari segala beban di pundak. Dia merasakan ketenangan penuh sampai dia membayangkan sebuah keindahan dari sosok indah yang mengendap di pikiran.Jauh di dalam khayalan, Roland sedang terbuai dalam sosok Michelle yang tersenyum manis penuh kelembutan. Sebuah senyuman yang ditunjukkan tulus, sampai senyar kehangatan yang menyelimuti di senyuman itu tersampaikan sempurna di hati Roland.Roland mengakui, dia sangat menyukai cara Michelle menatap
Langkah kaki Roland begitu tak sabar dan tergesa-gesa. Dia sampai tak peduli pada orang-orang yang tidak sengaja tertabrak apalagi meminta maaf.Emosinya memuncak sampai tak bisa diredupkan sedikit pun setelah menjawab telepon dari David. Entah sengaja memprovokasinya keluar dari kamar itu atau tidak, amarah dan kebencian Roland seketika menggelegak setelah mendengarkan ucapan David.David ingin bertemu dan meminta maaf secara langsung kepada Michelle.Bukan penolakan yang Roland sampaikan, melainkan keinginan bertemu secara empat mata. Dan David menentukan parkiran bawah tanah rumah sakit itu yang sepi tanpa adanya orang-orang.Keputusan Roland tak ingin mengotori tangan dan pandangannya telah lenyap sepenuhnya. Rasa muak yang memuncak dan keinginan amarah untuk dilampiaskan terdorong semakin kencang ketika melihat David keluar dari mobilnya. Logika Roland telah porak-poranda oleh emosi melihat eksepresi muram David.Bugh!Pukulan keras dari tangan Roland menyapa David dengan segenap
Tanpa peduli pada handphone-nya yang Roland kembalikan, Michelle masih betah menatap Roland yang pergi meninggalkannya bersama Valencia.Wanita itu penasaran pada si penelepon yang merubah suasana hati Roland. Tanpa curiga pada apa pun, Michelle berpendapat jika panggilan telepon itu berkaitan dengan pekerjaan.“Padahal pekerjaannya sangat banyak. Tapi dia lebih memilih merawatku dan mengambil cuti tahunan,” Michelle bergumam lemah dengan naifnya.Valencia tersenyum lemah mendengarkan gumaman itu. “Harusnya kau bahagia karena Kak Roland lebih memilihmu dibandingkan pekerjaannya.”Nampan berisi makanan yang Valencia bawa berakhir di letakkan di meja nakas bersebelahan dengan ranjang pasien. Kemudian Valencia mengantur ranjang itu lewat satu tombol di ujung kasur yang berakhir membuat posisi Michelle menjadi duduk tanpa harus bergerak.“Itu artinya kau adalah prioritas utama di hidupnya,” lanjut Valencia mengejek sambil tersenyum.“Tapi aku belum terbiasa.” Michelle mengulas senyuman ke
Sebelum berakhir di depan kamar inap itu, David telah lebih dulu mendatangi rumah Michelle. Pria itu tidak menaruh rasa curiga sedikit pun pada kesunyian yang mendominasi di bagian depan rumah Michelle.Hal itu sudah biasa David temukan setiap kali mendatangi kediaman itu. Namun, langkahnya yang ingin keluar berhenti ketika melihat Daniel sedang berkeliaran di sekitar halaman rumah.Rasa curiganya semakin menguat melihat Daniel yang didampingi seseorang memerhatikan sekitar dengan telitinya. David menduga seseorang itu adalah bodyguard Roland.Apa yang mereka lakukan? Apalagi tingkah mereka seperti mencari-cari sesuatu.Kalimat-kalimat itu membujuk David untuk segera beranjak dari sana. Dia dengan hati-hati mengemudikan mobilnya, berusaha keras tak memancing perhatian Daniel.Dan ketika berhasil berpindah di tempat yang aman, David berusaha mencari-cari seseorang yang ada di lingkungan perumah Michelle.Usahanya itu langsung membuahkan ketika berhasil mencegah langkah seseorang. Lewat
Pria yang selalu kejam dan tak berperasaan itu masih menangis tersedu di kaki Michelle. Dia tak malu memohon ampun dengan ironinya.Padahal selama Michelle mengenalnya tak pernah sekalipun Roland menunjukkan kelemahan apalagi sampai merendahkan diri.Roland sudah benar-benar berubah. Dia menunjukkan ketulusannya tanpa ragu. Dia pula yang melindungi serta menjaga Michelle yang terlilit dalam masalah.Keyakinan itu mendorong Michelle untuk tidak ada lagi alasan tidak memaafkan Roland.Wanita itu cukup kesulitan membujuk Roland yang masih memohon ampunan di kakinya. Sampai akhirnya Michelle berhasil menarik Roland dan menatap wajah pria itu yang dibasahi oleh air mata.Mata keabu-abuan yang terbiasa dingin itu diselimuti rona marah bercampur basahnya air mata. Senyar malu dan tak percaya diri mendominasi tatapan serta wajah tampan Roland.Dibandingkan mengukir senyuman atas ras puas di hati, Michelle lebih memilih membujuk Roland untuk naik ke ranjang sempit itu. Dan di ranjang itu, Mich
Michelle sendiri masih terdiam menafsirkan arah pembicaraan diantara mereka. Keheningan yang membentang tidak membuatnya tenang dalam berpikir. Melainkan tenggelam dalam riak-riak canggung bercampur bingung oleh intimidasi tatapan Roland.Di dalam hati Michelle bertanya-tanya, apa Roland sudah mengetahui perihal Leah?Michelle memiliki firasat kuat jika pendapatnya itu tak salah. Tanpa peduli, dia mengalihkan pandangan ke arah meja di mana amplop cokelat itu berada. Kemudian dia kembali menatap Roland yang menanti jawaban.Pria itu adalah Roland—yang selalu mencari cara untuk memuaskan hati. Bisa dipastikan Roland sudah mencari tahu mengenai kehidupannya sampai berujung pada Leah.Ya! Michelle percaya diri pada kesimpulannya.“Michelle.”Roland memanggil lembut seperti membujuk seorang kekasih. Sentuhan bibirnya di punggung tangan Michelle turut serta merayu dengan cara sama, yaitu menciumi dengan hangat dan sayang.“Aku tidak akan menghakimimu. Tenang saja,” bisiknya penuh ironi.Per
Itu adalah hasil yang dinanti. Alih-alih merasakan kebahagian, segenap rasa bersalah dan penyesalan lebih mendominasi jiwa Roland.Roland menyadari sesuatu, apakah dia pantas menyandang status ayah dari Leah?Roland adalah tersangka utama yang mendorong Michelle ke dalam kesulitan hidup. Egonya menyakiti Michelle. Amarahnya menghardik Michelle sampai tak bisa berkutik. Keputusannya menjadi awal perubahan hidup Michelle yang mencekam.Dia mencampakkan Michelle dengan sadar, sampai terlahirlah Leah yang menjadi korban keduanya.“Aku memang bajingan,” gumamnya frustrasi menyalahkan diri.Lebih tepatnya, Roland adalah bajingan yang tak tahu malu karena masih mengharapkan perasaan Michelle.Tetapi menghindari apalagi menghilangkan permasalahan itu bukan jalan terbaik. Roland telah berniat membahas kabar itu dengan Michelle di waktu yang tepat dan tak menekan Michelle pada situasi yang merusak kenyamanannya.Dengan sesekali menahan sesak, Roland frustrasi dalam diam.Handphone yang bergeta
~ Satu jam sebelumnya ~Tepat di sebelah ranjang, Roland masih setia menemani Michelle. Pria itu tak bosan duduk di kursi sembari menatap Michelle yang tertidur lelap. Sesekali dia membelai pipi ataupun mengusap kepala Michelle ketika wanita itu bergerak gelisah dalam tidurnya.Dia berusaha tak menimbulkan suara apa pun yang mengusik kedamaian Michelle. Walau rasanya suara apa pun tak akan membuat Michelle sampai terbangun, karena Michelle bukanlah tipe orang yang sensitif saat tertidur.Ketukan pintu yang terdengar membuat Roland reflek mengalihkan pandangan. Dia melayangkan tatapan tajam kepada Daniel yang masuk dengan hati-hati. Roland juga memberikan kode kepada Daniel lewat telunjuknya yang menempel di bibir.“Jangan berisik! Michelle sedang tidur,” seru Roland mendikte tegas lewat tatapan sinis.Daniel yang mengangguk patuh tak mau membela diri atas sikapnya yang sudah hati-hati. Dia memilih untuk meletakkan barang-barang yang di bawa ke sudut santai ruangan kamar inap itu.“Apa
“Keluarlah!” David mengusir dengan acuhnya. “Sebaiknya kau desak tim legal untuk segera menyelesaikan masalah ini. Tekan juga tim IT dan humas untuk menghapus segala pemberitaan,” lanjutnya memberi perintah.David tak menggubris sahutan wanita itu karena muak dan tak puas pada kinerja wanita itu.Diselimuti keheningan yang mendominasi, David kembali terfokus pada pemikirannya mengenai Michelle.Jika memang benar sesuai, sangat tepat jika dia menilai kemarahan Roland bersinggungan dengan Michelle.David tak bisa melupakan bagaimana pasrahnya Michelle dalam pelukan dan gelutan bibir Roland. Dia juga tak bisa menghapus bagaimana emosi memuncak ketika Roland mengadukan hubungan yang terjalin dengan Michelle.Satu-satunya tindakan yang tepat dilakukan adalah menemui Michelle dan mengonfirmasi secara langsung.Sayangnya, wanita itu masih belum menunjukkan batang hidungnya di firma hukum. David semakin bertanya-tanya mengenai keadaan Michelle. Rasa penasarannya terdesak oleh pemberitaan meng
“Apa yang kau katakan?”Ella seketika beranjak dari tepian ranjang. Wanita yang baru saja menenangkan diri dari masalah memusingkan kepala itu telah mendekati asistennya, sementara matanya telah mendelik penuh rasa kesal.“Kau mengatakan Jemmy sudah tidak ada lagi di hotel itu?” desak Ella menggeram sampai gerahamnya beradu kasar.Wanita yang di depannya itu tertunduk takut. “S-saya ... saya sudah memastikan kepada pihak hotel jika Tuan Jemmy sudah meninggalkan hotel sejak kemarin malam—”“Bagaimana bisa kau kehilangan jejak pria sialan itu?!”Bentakan yang memekik sakit ke telinga itu menambah rasa takut pada asisten wanita itu. Bahkan, tubuhnya yang kurus dan kecil itu sudah gemetaran di hadapa Ella.“Aku sudah berulang kali katakan, jangan sampai pria sialan itu menghilang tanpa jejak! Aku juga sudah perintahkan untuk memata-matai segala gerak pria sialan itu!”Wajah Ella memerah, pun gemetaran setelah memekik marah. Wanita itu tak sedikit pun menyembunyikan emosinya kepada orang y