Kuda yang ditunggangi sedang beristirahat setelah beberapa waktu berjalan menjelajahi hutan sampai ke tepian sungai. Baik yang hitam maupun cokelat telihat tenang menikmati rerumputan hijau di dekatnya.Roland pun terlihat tenang beristirahat—duduk di sebuah kayu cukup besar yang berada di bawah pohon besar nan rindang.Pria itu hanyut dalam suasana tenang yang tak didapatkan ketika berada di kesibukan kota. Semilir angin yang menerpa wajah begitu menyejukkan sampai Roland terlena memejamkan mata.Suasana tenang itu merileksasikan pemikiran Roland dari segala beban di pundak. Dia merasakan ketenangan penuh sampai dia membayangkan sebuah keindahan dari sosok indah yang mengendap di pikiran.Jauh di dalam khayalan, Roland sedang terbuai dalam sosok Michelle yang tersenyum manis penuh kelembutan. Sebuah senyuman yang ditunjukkan tulus, sampai senyar kehangatan yang menyelimuti di senyuman itu tersampaikan sempurna di hati Roland.Roland mengakui, dia sangat menyukai cara Michelle menatap
“Dia sudah berjanji tidak mengganggu hidupku setelah aku menuruti keputusannya itu. Selain itu juga, aku berhasil membuktikan bahwa keputusannya itu salah,” jelas Roland yang sudah memalingkan pandangan ke depan.David mengangguk lemah. “Ayahmu terlalu keras padamu. Padahal tanpa pernikahan bisnis itu pun, kau mampu menaikkan nama perusahaan. Tapi aku penasaran, apa alasanmu menceraikan Ella? Padahal saat itu Ella sedang bahagia setelah mengumumkan kehamilannya.”Lidah Roland sudah berdecak kesal, mengisyaratkan David tak boleh bertanya-tanya lebih.“Aku hanya penasaran karena kau terlalu menutup diri selama enam tahun ini.” David tertawa tenang sembari menepuk ringan bahu Roland. Dia berusaha menghilangkan suasana mencekam yang Roland ciptakan. “Setelah aktif di perusahaan, kau selalu pelit informasi tentang kehidupanmu,” lanjutnya mengejek.Roland mengendus kesal setelah menyingkirkan tangan David di bahunya. “Kau sendiri sudah tua tapi masih mau main-main dengan wanita,” balasnya m
Dari jendela kamar, Michelle bisa melihat keadaan di luar vila yang menyajikan halam depan. Di mana saat itu dia mengunci tatapan pada Roland beserta David yang kembali dari kegiatan berkuda.Pikiran Michelle masih dipenuhi dengan aduan Daniel, bahwa Roland menceraikan Ella karena sebuah alasan yang tidak bisa diberitahu. Bahkan ketika Michelle pelan-pelan mendesak pun Daniel enggan memberitahu.Michelle disarankan untuk bertanya sendiri kepada Roland.Tidak peduli bagaimana meluapnya rasa ingin tahunya, Michelle tidak akan mencari tahu. Sejak Roland mencampakkan dirinya, itu sudah menegaskan Michelle tak boleh terlibat apa pun dengan pria itu.Roland adalah individu yang sangat penuh perhitungan dan kejam. Emosinya selalu berhasil memusingkan Michelle. Untuk itu Michelle tak perlu mendekatkan diri pada sebuah masalah yang berkaitan dengan Roland.Rasa nyeri di perut menarik perhatian Michelle. Detik itu pun Michelle memalingkan pandangan, sementara tangan sudah memegangi perutnya yan
“Tadi saya tidak sengaja menabrak Tuan Roland,” jelas Michelle yang terburu-buru melepakan diri dari pelukan Roland.“Ahh ... begitu.” David menanggapi sembari berjalan menghampiri.“Tuan Roland menolong saya yang hampir terjatuh.” Michelle menimpali penjelasan dengan gugup. Dia merasa cemas pada tatapan David yang mencurigai.David mengangguk lemah. “Aku pikir dia mau mengganggumu lagi. Karena kau merasa tidak nyaman sejak tadi kita bersama dia.”Michelle meringis senyuman lemah. “Semua adalah kesalahan saya yang tidak berhati-hati.”“Aku harap kau agak sedikit sabar menghadapi Roland, Michelle. Dia memang selalu suka menguji kesabaran orang dengan mulut tajamnya itu. Tapi, dia memiliki sisi baik yang jauh ... sangat jauh-jauh sekali di dalam dirinya.” David memberi pemahaman mengenai Roland yang mendengkus sinis di sebelah Michelle.Michelle sendiri sangat tahu bagaimana seorang Roland. Bahkan, Michelle merupakan salah satu korban dari sikap menjengkelkan Roland.Tetapi, Michelle ti
Hujan deras tiba-tiba turun ketika perjalanan baru ditempuh belum separuhnya. Derasnya ritme hujan membuat pandangan kabur sehingga Roland berhati-hati mengemudi. Angin kencang yang turut serta juga menyulitkan Roland.Namun, Roland tak sedikit pun berniat balik. Pria itu tetap melanjutkan perjalanan setelah melihat Michelle yang terus memegangi perut dengan sesekali mengerang sakit.Roland tahu bahwa saat itu Michelle sedang mengalami sakit perut akibat siklus bulanan kewanitaannya. Dia teringat bagaimana dulu Michelle mengalami sakit yang serupa.“Kenapa kau tidak membawanya? Padahal kau selalu tahu siklus bulananmu.” Roland memecahkan keheningan yang mendominasi di dalam mobil.Michelle tercengang sendiri, tetapi dia tidak menoleh kepada Roland yang fokus mengemudi. “Bagaimana kau bisa tahu aku sedang mengalami siklus bulanan?”“Kau terus memaksa ingin sendiri membeli sesuatu. Itu artinya kau ingin membeli sesuatu bersifat pribadi yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Sejak t
“Keluar.”Mata Michelle melebar pada kalimat yang penuh perintah itu. Meskipun dilafalkan dengan tenang, Michelle tahu jika perkataan itu tak boleh dibantah.“Keluar dari mobil ini sekarang juga.” Mata tajam Roland mendikte tegas kepada Michelle yang terperangah kaku.Emosi Roland benar-benar memusingkan! Sebelumnya dia melarang Michelle keluar dari mobil. Dia rela berlari sampai basah demi memenuhi yang Michelle butuhkan. Tapi, sekarang dia mengusir Michelle tanpa peduli keadaan Michelle dan derasnya hujan.Segenap perasaan benci telah menyelimuti hati Michelle. Matanya memerah, wajah cantiknya pun telah memerah kesal. Di dalam hati Michelle merutuk kesal, seharusnya enam tahun lalu dia menyumpahi Roland lebih sadis dari sekadar tidak menemukan kebahagiaan sebelum bersujud meminta maaf di kaki Michelle. Harusnya Michelle menyumpahi Roland mati saja.Karena sampai detik itu pun Roland tetap terlihat baik, jauh lebih baik seolah sumpah Michelle tidak memiliki efek sedikit pun terhadap
Roland menghentikan mobil yang dikendarai sendiri di tepian jalan. Dia memukul kesal setir kemudi, menumpahkan emosi yang tak bisa ditahan.Roland sangat tersinggung pada Michelle yang menuduhnya sembarangan. Padahal dia sudah menunjukkan kepedulian yang tak pernah dilakukan sebelumnya.Roland memahami Michelle yang kesakitan menyambut siklus bulanan, tanpa Michelle beri tahu. Pria itu juga menawarkan untuk pergi bersama, padahal dia tidak memerlukan apa pun saat itu.Roland bisa saja menyuruh Daniel secara diam-diam tanpa dia turun tangan. Dia bisa menyuruh Daniel memenuhi kebutuhan Michelle, kemudian diam-diam memberikan hal itu kepada Michelle tanpa David ketahui.Tetapi, melihat Michelle yang berusaha menahan sakit telah menghasut jiwa Roland sampai bertindak impulsif. Walaupun terselimut gengsi, dia bertindak tulus membantu Michelle sampai rela tubuhnya sedikit basah akibat berlari menuju apotek.“Dasar wanita keras kepala! Dia marah sampai membanting pintu seperti itu?!” Roland
Plak! Michelle berhasil menepis tangan pria di depannya yang mencoba menyentuh pipinya. Wanita itu beringsut ke belakang, berusaha menjauh dari pria pemabuk yang mencoba mengganggu.“Wanita galak memang menari. Kau kedinginan, kan? Ayo, ikut saja denganku.”“Jangan sentuh aku!” Michelle memekik marah ketika pria itu kembali mencoba menyentuhnya.“Kau suka memukul? Ah, pukul aku saja nanti di ranjang. Ayo, kita cari hotel di dekat sini. Atau jika kau tidak sabar, kita bisa melakukannya di mobil.”Plak! Kali itu Michelle berhasil mendaratkan tangannya dengan keras di wajah pria itu. Gerakan nekat itu Michelle lakukan karena sudah jijik dengan mulut pria itu. Michelle sampai merinding setiap kali pria itu membuka mulut. Aroma alkohol yang menyengat dan memusingkan kepala membuat Michelle ingin melarikan diri.Bukannya sadar, pria itu malah seperti kesetanan menatap Michelle. Dia melotot kepada Michelle, seperti ingin memakan Michelle atas perbuatan Michelle yang memicu amarah.“Beraninya
Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap
Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den
“Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se
Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa
Beberapa jam kemudian Michelle telah dipindahkan ke kamar inap setelah kondisinya dinyatakan stabil. Selang oksigen yang terpasang sudah dilepaskan, kecuali jarum beserta selang infus yang masih terpasang.Meski kondisinya dinyatakan lebih baik dari sebelumnya, Michelle masih bersikap sama yaitu tak mengendurkan sedikit rasa takut dan cemas.Jemarinya bertindak egois terhadap Valencia, tak ingin melepaskan sedikit tangan Valencia dari genggamannya. Bahkan ketika dokter memeriksakan keadaannya, Michelle tak ingin ditinggalkan sedetik pun oleh Valencia.Semua karena bayangan mengerikan itu mengisi seluruh pikiran Michelle.Ketika matanya terbuka, Michelle berpikir dirinya telah tidak lagi berada di bumi karena pandangan mata yang kabur pada warna putih mendominasi. Hal hampir serupa pernah Michelle rasakan ketika tak sadarkan diri sewaktu pasca melahirkan Leah.Namun setelah beberapa kali mengerjapkan mata dan penglihatan mata kembali jernih, Michelle menyadari dirinya yang masih bernya
Valencia membasuh air mata yang membasahi wajah cantiknya dengan sapu tangan pemberian suaminya. Napasnya masih saja sesak setelah memaksa diri agar berhenti dari tangisannya. Duduk di ruang tunggu itu, Valencia berakhir menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Apa yang aku lakukan sudah benar, ‘kan?” tanya Valencia dengan nada masih sedikit terisak.“Mendengar bentakannya tadi, aku bisa menebak rasa terkejut dan kemarahan Kak Roland.” Albert berkomentar tenang.“Dia langsung mematikan telepon tanpa memberitahu apa yang akan dilakukan. Tetapi aku bisa menebak, dia pasti akan langsung ke sini tanpa peduli betapa penting pekerjaannya di sana.”Valencia berkomentar serupa ketika menormalkan kembali napasnya.“Aku hanya berharap Michelle cepat sadar agar bisa memberitahukan semua yang dia lalui sendirian,” lanjutnya berbicara.“Sebaiknya kau pulang saja, Valen. Aku akan menunggu perkembangan tentang Michelle di sini.”Pernyataan Albert membuat Valencia mengangkat kepalanya yang tenang be
Roland terduduk lemas di kursi penumpang belakang pada mobil yang dinaiki. Pria itu mengendurkan dasi yang melingkar rapi di leher, sengaja memberi ruang bebas pada tenggorokan yang dipenuhi sesak tak mengenakkan. Sementara itu mata abu-abunya menatap kosong ke arah depan, tak peduli pada Daniel yang melirik cemas seperti ingin menarik perhatian.Pembicaraan intens beberapa menit lalu bersama Alins dan Danny benar-benar menguras perasaan Roland. Selain mengetahui cerita hidup Michelle yang tertutup sempurna, dia juga mengetahui perihal penyakit dari dua orang yang seperti orang tua pengganti bagi Michelle.Alins mengidap kanker lambung stadium empat, di mana hari itu dokter di rumah sakit itu menyampaikan kabar buruk perihal kanker itu sudah menyebar dan menggerogoti ke jaringan lain di tubuhnya. Sementara Danny disarankan untuk beristirahat dari pekerjaannya dan melakukan tindakan pengobatan pada penyakit jantung yang diderita.Tak ada yang bisa Roland lakukan kecuali terdiam dan men
Roland terhenyak dalam pertanyaan Alins sampai mulutnya bungkam tidak bisa menjawab. Padahal pertanyaan yang diucapkan sudah Roland ketahui sendiri jawabannya, tetapi rasa penasaran mendesaknya ingin mencari tahu secara langsung.“Dibandingkan Michelle, kami sudah siap jika sewaktu-waktu kau mengetahui perihal Leah.” Danny memecahkan keheningan diri yang sebelumnya memilih menjadi pendengar. “Karena sebuah rahasia tidak ada yang abadi untuk disembunyikan,” lanjutnya menimpali.“Apa tujuanmu datang kali ini di kehidupan Michelle masih sama, Roland?” tanya Alins dengan kelembutan namun terselip sebuah ketegasan yang dirasakan kental.Roland masih bersikap sama. Entah mengapa mulutnya terasa sulit untuk terbuka dan bersuara.“Sejak kecil Michelle tak pernah mau menyulitkan siapa pun termasuk ibunya. Michelle kecil selalu terbiasa mandiri dengan sosok orang tua tunggal yang dia miliki. Mungkin karena ibunya yang merupakan kakak kandungku sudah memberitahu bahwa hanya Michelle hanya memili
Di dalam lift yang dinaiki, Roland melepaskan napas kasar. Pria itu merengkuh sedikit kelegaan setelah berbicara dengan Jullian. Setelah sekian lama berlalu, Roland tak lagi ragu ingin mengungkapkan alasan menceraikan Ella.Dia memiliki alasan yang tepat untuk tidak mengubur aib itu sendirian. Jika dulu dia memilih acuh, kali itu dia terdorong harus demi menata masa depan indah bersama wanita yang dicintai.“Sore ini bisa kosongkan jadwalku? Aku ingin menjemput daddy yang pulang sore ini.” Roland tenang meminta pada Daniel yang berdiri di belakang.“Saya akan mengatur untuk Anda.” Daniel mengulas senyuman getir setelah terpaksa memenuhi permintaan Roland.“Oh ... iya, Tuan. Saat menunggu Anda tadi, Nyonya Valencia menghubungi saya. Beliau menanyakan perihal Anda yang tidak menjawab telepon. Saya mengatakan jika Anda sedang menjenguk Tuan Jullian.”Roland tersadar pada handphone-nya yang di-silent-kan di dalam saku dalam jas setelah Daniel mengadu. Tanpa menuda pria itu merogoh saku dal