Malam itu hujan turun sangat deras Jerry mengemudikan mobil yang dibawanya dengan sangat hati-hati menyusuri jalanan yang sepi dan jauh dari keramaian sesekali kilat dan petir bersahutan sambar menyambar, sedangkan disisi sebelah kirinya Nicko atasannya tampak menyandarkan diri, ia terlihat lelah setelah meninjau proyek pembangunan dikota tetangga.
Sesekali Jerry melirik jam dipergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 22:00 malam, seharian bekerja dilapangan berhasil membuat pria itu merasa tubuhnya panas dingin.
Ciiiitt …!!! Decit rem terdengar memekakan telinga, mobil yang dikemudikan Jerry berhenti paksa setelah tadi menabrak tubuh seorang gadis yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
“Ya Tuhan!” pekik Jerry, dirinya bersitatap dengan Nicko yang tampak santai tidak ada khawatirnya sama sekali.
“Jerry, apa kau telah menabrak seseorang? Kalau iya maka siap-siap gajimu akan kupotong untuk biaya pengobatannya,” ucap Nicko kesal, dirinya masih bertanya padahal ia sudah tahu Jerry telah melakukan itu.
Jerry ketakutan dirinya tidak peduli mau Nicko memotong gajinya atau tidak yang jelas saat itu ia panik, bagaimana jika seseorang yang ditabraknya tadi sampai kehilangan nyawa karena dirinya?
Bukannya langsung turun, Jerry menatap lekat Nicko karena takut akhirnya, mereka melihat seorang gadis muda dengan rambut berantakkan memakai gaun terbuka seraya menjinjing highheels ditangannya berdiri perlahan, lampu mobil menyilaukan matanya, dibawah rintik hujan yang deras gadis itu tampak ketakutan ia memperhatikan sekelilingnya.
Dengan tertatih gadis itu mendekat dirinya mengetuk kaca mobil wajahnya panik.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jerry menurunkan kaca mobil.
“Tuan, aku butuh bantuanmu! Biarkan aku ikut denganmu, Jamil dan anak buahnya mengejar-ngejar diriku, aku takut! Tuan tolonglah!” ucap gadis itu seraya menyapu darah yang mengalir dipelipis matanya.
Seketika Jerry melirik ke arah Nicko, tuannya itu tidak peduli sikap cueknya bisa diartikan kalau ia tidak tertarik untuk membantu gadis malang yang saat itu menggigil kedinginan dibawah guyuran hujan.
Sementara dari kejauhan empat orang pria bertubuh besar memakai pakaian serba hitam berlarian mengejar buruannya.
“Dimana dia?” teriak salah satu dari mereka yang sepertinya boss dari tiga anak buahnya.
“Tuan tolong bantu aku, biarkan aku ikut denganmu. Dia akan menjualku, jika tuan menolongku maka aku bersedia memenuhi apa yang tuan inginkan. Aku tidak ingin bekerja di sana lagi, tuan tolonglah!” ucap gadis tadi seraya merapatkan kedua tangannya diatas kepalanya sebagai bentuk permohonan pada kedua pria yang duduk di dalam mobil.
“Boss itu dia!” seru salah satu dari mereka membuat gadis itu begitu ketakutan saat preman tadi mengetahui dirinya berada dibalik mobil.
“Tuan, ku mohon!” gadis itu menjatuhkan airmatanya.
Diwaktu sesempit itu Jerry melirik Nicko seraya berkata,
“Tuan, kasihan gadis malang itu sebaiknya kita tolong dia!” ucap Jerry berharap Nicko sedikit bersimpatik.
Keempat preman tadi hendak menyebrang jalan, tapi sayang Nicko masih belum mengiyakan, sikap dingin dan tidak kenal kasihan inilah yang sejak dulu dibenci Jerry dari tuannya.
“Tuan kumohon, aku akan lakukan apa pun untukmu jika kamu membantu, aku tidak sanggup lagi berlari,” mohon gadis muda itu berulang kali sedangkan darah dipelipis matanya mengalir semakin deras.
“Masuk!” ucap Nicko saat dilihatnya para preman tadi sudah berada didepan mobilnya.
Secepat kilat gadis malang itu masuk ke dalam mobil dan membanting pintu sekuat-kuatnya sedangkan Jerry dengan sigap tancap gas menabrak salah satu dari mereka yang berusaha menghalagi laju mobil.
Mobil mewah berwarna hitam metalik itu melaju dengan kecepatan penuh meninggalkan sekawanan preman tadi.
Dikursi penumpang gadis muda yang tadi antara hidup dan mati terdengar mengatur napasnya yang sesak, ia menyeka darah yang mengalir dari pelipis matanya menggunakan gaun yang ia kenakan. Dari kursi kemudi Jerry memperhatikan pergerakannya melalui sebuah kaca kecil.
Hening …
Jerry melirik Nicko membuang wajahnya ke luar jendela, ia tahu betul tuannya Nicko begitu kesal pada gadis yang ikut dengannya. Karena sejak dikhianati Noury mantan kekasihnya, Nicko seakan menjaga jarak dengan gadis mana pun.
“Tuan terimakasih telah membawaku ikut denganmu aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika tadi Jamil dan anak buahnya bisa menangkapku dan membawa aku ikut bersamanya. Sekali lagi aku ucapakan terimakasih, oh iya kenalkan namaku Mysel,” ucap gadis itu seraya memperkenalkan diri.
Tidak ada jawaban berarti dari Nicko, gadis itu tentu bisa menebak kalau pria yang tadi telah membantunya lolos dari Jamil adalah seorang pria yang sombong, angkuh dan arrogan.
“Jerry turunkan dia diperempatan jalan!” perintah Nicko seakan merasa jijik dengan gadis yang baru saja ditolongnya, gaya bicaranya itu berhasil membuat Mysel merasa direndahkan.
“Ba, baik tuan!” sahut Jerry mengerti atas perintah Nicko padanya.
Tiba-tiba isak tangis terdengar lirih bagaikan nyanyian rindu yang menyayat hati siapa saja mendengarnya, berulang kali gadis itu mengusap wajahnya kasar.
“Hey kenapa kau menangis? Bukankah aku tadi telah menolongmu?” tanya Nicko mengubah posisi duduknya dan melihat ke belakang dimana Mysel bersandar dengan kedua telapak tangan menutup wajahnya.
“Tuan, kumohon bawa aku bersamamu!” rengek Mysel pada Nicko.
Seketika Nicko tergelak mendengar Mysel memintanya untuk membawa dirinya ikut pulang ke rumah.
“Hey, dari awal aku sudah menduga kau pasti akan membuatku susah. Sekarang lihat! benarkan dugaanku? kau malah meminta ikut pulang bersamaku!” caci Nicko pada Mysel.
Mysel terdiam, dirinya terpaksa berkata begitu karena ia tidak punya saudara atau pun teman dikota ini. Dirinya telah dijebak oleh orang sekampungnya yang awalnya mengatakan akan memberi pekerjaan yang layak setelah sampai Jakarta tapi ternyata Mysel dijadikan wanita malam, untung berhasil kabur dari pria yang bernama Jamil tadi.
Mysel hanya diam, apa pun yang dikatakan Nicko padanya terpaksa ia telan karena jika tidak dirinya tidak tahu akan pergi kemana setelah ini.
“Mau tidak mau aku harus terima saja mau pria itu berkata apa padaku, andai saja aku punya uang, tidak mungkin aku akan meminta dia membawaku ikut bersamanya,” batin Mysel disela lamunannya memikirkan nasib naas menimpa dirinya.
“Jerry dipertigaan jalan depan turunkan gadis ini!” sergah Nicko ketika mereka telah melewati perempatan, mulai muak dengan drama yang diperankan Mysel, tubuh lelahnya membuat sifat temperamentalnya kambuh.
“Tuan, ku mohon! Aku akan melakukan apa saja untukmu! Apa saja tuan!” ucap Mysel merendahkan dirinya di hadapan Nicko.
“Tuan, bagaimana kalau jadikan saja gadis ini sebagai pembantu? Kita bisa mengganti Inem dengan dirinya bukankah sebelumnya tuan pernah berkata kalau tuan tidak menyukai janda gatal itu,” kata Jerry menemukan ide cermelang.
“Ya Tuhan, pembantu?” batin Mysel sedikit lega karena ia tidak jadi gelandangan dijalanan ia takut kalau-kalau Jamil dan anak buahnya akan menemukannya lagi.
Seketika Nicko mengangkat satu bibirnya ke atas ketika ia rasa Jerry memberi usulan yang bagus, telah lama dirinya ingin menggantikan posisi Inem sebagai pembantu dirumanya janda gatal yang selalu merayu dirinya dan berulang kali menggoda untuk bisa tidur bersamanya.
"Nona, ini kamar anda jika ada apa-apa panggil saja saya, kamar saya ada disebelah sana,” ucap Jerry seraya menunjuk sebuah kamar yang terletak diujung lorong.“Terimakasih, maaf telah merepotkan anda tuan. Kalau boleh tahu nama anda siapa?” tanya Mysel menundukkan pandangannya dari mata elang Jerry.“Saya Jerry, saya sekretaris tuan Nicko,” sahut Jerry kalem.Mysel mengangguk sedangkan satu tangannya sedari tadi tidak henti memegangi pelipisnya yang terluka.“Lukamu masih berdarah?” tanya Jerry.“Iya tuan, tapi enggak apa-apa nanti juga berhenti,” sahut Mysel enggan meminta bantuan pada Jerry ia tidak ingin merepotkan Jerry karena sejak tadi kalau bukan dari bantuannya pasti ia tidak akan bisa lolos dari Jamil dan anak buahnya.“Tunggu disini!” ucap Jerry seraya berlalu menuju dan mengetuk pintu kamar yang lainnya.Tidak butuh waktu lama seorang wanita bertubuh gemuk keluar dari dalam sana rambutnya acakan, pipinya tembem, hidungnya pesek,
“Permisi tuan,” sapa Mysel berdiri di depan pintu sedangkan tangannya membawakan segelas air hangat untuk Nicko.“Masuk!” seru Nicko tidak melihat pada siapa yang datang, ia tampak sibuk dengan ponselnya duduk disandaran ranjang.Mysel melangkah masuk dirinya teramat canggung dengan suasana seperti ini dimana dirinya berada di dalam satu ruangan yang sama dengan seorang pria asing.“Taruh dimana tuan?” tanya Mysel sopan.Seketika membuat Nicko mengangkat pandangannya, matanya menyipit saat dilihatnya Mysel mengenakan daster ungu yang biasa dipakai oleh Inem.“Taruh dikamar mandi, ya di atas meja lah!” hardik Nicko tidak suka saat Mysel menanyakan hal yang sepatutnya tidak perlu ia tanyakan.“Maaf tuan,” ucap Mysel dengan nada menyesal.Setelah menaruh gelas berisi air hangat di atas meja, rencananya Mysel hendak berlalu kembali ke kamar untuk melanjutkan istirahat.“Siapa yang menyuruhmu untuk meninggalkan kamar ini?” bentak Nicko
Mysel yang mulanya meringkuk dengan gerakan cepat berdiri dan berlari meninggalkan kamar tanpa peduli dengan Nicko, sedangkan Nicko seketika tersenyum puas menyaksikan ketakutan yang dialami Mysel karena ulahnya.Mysel menutup rapat pintu kamar, duduk dipinggir ranjang Tubuhnya berguncang hebat, jelas segala ketakutan sekarang menyelimuti dirinya perlakuan Nicko tadi berhasil membuat dirinya mengingat betapa sulitnya hidup dalam asuhan Jamil yang terus memaksa dirinya untuk melayani para laki-laki hidung belang.***Seminggu yang lalu, disebuah rumah yang dijadikan tempat prostitusi.“Kenakan gaun itu sekarang juga! Kau akan melayani tiga orang pria malam ini!” ucap Jamil pada Mysel.Seketika mata Mysel terbelalak dibuatnya, ia tidak pernah menyangka kalau tetangganya Jamil membawa dirinya ke kota untuk dijual pada laki-laki hidung belang.Pria dewasa dengan postur tubuh tinggi besar, mata merah dan sangar itu terlihat jauh berbeda dari Jamil yang du
Pagi harinya …Setelah selesai mandi Nicko turun dari kamarnya ke lantai dasar, pagi ini rumah tampak sepi. Ia melempar pandangan kesetiap sudut ruangan yang bisa dijangkau matanya tidak dilihatnya Jerry yang biasa berolahraga di Minggu pagi.Nicko langsung menuju meja makan untuk sarapan dilihatnya Inem sibuk diwaterfall dapur entah apa yang dilakukannya di sana.“Jerry!” teriak Nicko memanggil sekretarisnya itu.Berhasil membuat Mysel terperanjat dan bangun dari tidurnya mendengar teriakan Nicko memanggil nama Jerry.Tidak butuh waktu lama Jerry keluar dari dalam kamarnya dilorong sebelum dapur.“Ya tuan?” sahut Jerry.“Darmi mana saja kamu?” tanya Nicko bersuara santai.“Baru selesai mandi habis olahraga,” jawab Jerry menarik salah satu kursi dan turut duduk disamping Nicko.Nicko tidak mempedulikan Jerry yang mulai sibuk mengolesi roti miliknya dengan selai nanas.Tiba-tiba Nicko mengingat perihal gadis semalam yang dib
Mysel terpaku di depan pintu ia melempar pandangannya ke segala arah di dalam kamar didapatinya sprei dan selimut yang berantakan, Mysel menarik napas dalam dan membuang kasar lewat mulut mencari ketenangan dalam dirinya sendiri agar jangan mengeluh dan merasa terbebani dengan profesi barunya sebagai pengasuh bayi tua.Mula Mysel membereskan sprei yang berantakan dan menggantinya dengan yang baru, menyapu, mengepel dan membersihkan perabotan di dalam sana dari debu. Mysel berdiam menghenyakkan diri di atas ranjang nan luas lagi nyaman pandangannya menerawang ia tidak pernah menyangka akan sampai di rumah yang tuannya sangat-sangat tidak punya perasaan seperti Nicko.Mysel mengusap keringat di dahinya mengipas-ngipas leher dengan jemari tangannya tiba-tiba perhatiannya tertuju pada photo berukuran kecil yang terpajang di atas nakas. Mysel meraih dan dilihatnya seorang wanita cantik tinggi semampai berkulit putih dengan raut wajah yang ayu tersenyum.“Pasti dia, gadi
Mysel menuruni anak tangga satu persatu, sementara matanya mendapati Jerry duduk diruang tengah dengan tangan memegang segelas kopi yang mengepulkan asap di atasnya. Pandangan mata mereka saling beradu saat Jerry menyadari Mysel mendekat padanya.“Bisa bantu tunjukkan mana kamar tamu tuan? Tuan Nicko meminta saya mengganti baju, katanya bau!” ucap Mysel bicara sopan sedangkan wajahnya tertunduk dalam, pandangan mata Jerry dan Nicko sama dinginnya dengan ketampanan yang berbeda namun memiliki nilai yang sebanding.“Inem!” teriak Jerry dengan maksud hati menggantikan dirinya menemani Mysel mengambil pakaian di kamar tamu.“Tuan, maaf! Tuan Nicko meminta anda yang menemani katanya tidak percaya sama orang asing,” imbuh Mysel tahu maksud Jerry meminta bantuan Inem menggantikan menemani dirinya ke kamar tamu.Jerry tersenyum, ia dibuat bingung dengan bossnya Nicko yang eksra hati-hati pada gadis baik seperti Mysel, ia tidak mengerti kenapa Nicko seperti itu pada M
Nicko memberanikan diri memeluk tubuh ramping Mysel di dekapannya, membenamkan kepala Mysel di dada bidangnya berusaha menenangkan gadis itu dari ketakutan yang ia rasakan.“Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu,” bisik Nicko ditelinga Mysel.“Ya Tuhan, aku memeluknya?” batin Nicko tidak percaya dengan apa yang dilakukannya.Pelukan hangat Nicko perlahan berhasil menenangkan Mysel dari isak tangisnya dalam ketakutan yang ia rasanya, dada dengan bulu-bulu halus dimana Mysel membenamkan wajahnya dapat merasakan kehangatan dari sentuhan kulit mereka. Cepat Mysel berusaha kembali menguasai dirinya lepas dari ketakutan trauma yang ia rasakan.Dengan gerakan sigap Mysel mundur melepaskan diri dari pelukan Nicko, menundukkan pandangannya dan berdiri. Disaat bersaamaan rasa pusing dikepalanya semakin kuat hingga ia kehilangan kesadaran dan jatuh, beruntung Nicko cepat menangkap tubuh ramping Mysel dalam kedakapannya.Nicko sedikit panik, ia menggendong Mysel
Satu setengah jam lamanya Mysel masih belum sadarkan diri, sedangkan Nicko sudah kembali dari pertemuannya. Nicko melangkahkan kaki menaiki anak tangga dan berdiri di depan pintu kamar dilihatnya Jerry masih setia menunggu Mysel sembari duduk disofa putih memperhatikan Mysel dari sana.“Dia belum bangun?” tanya Nicko.“Belum tuan,” sahut Jerry khawatir.“Tuan, apa tidak sebaiknya bawa dia ke rumah sakit?” imbuh Jerry.Nicko mendekat ke ranjang tidak menghiraukan usulan Jerry, sesampai di pinggir ranjang Nicko memperhatikan wajah pucat Mysel. Tanpa permisi ia menyentuh kening gadis itu dan dirasakannya tubuh Mysel panas.“Jerr, siapkan mobil. Dia demam kita bawa dia ke rumah sakit sekarang!” perintah Nicko.“Baik tuan,” Jerry beranjak.Saat Nicko hendak menggendong tubuh Mysel, disaat itu pula ia bangun dan membuka matanya perlahan.“Hey, kau bangun?” tanya Nicko.Tidak ada jawaban berarti dari Mysel ia mengeryitkan kening m