"Nona, ini kamar anda jika ada apa-apa panggil saja saya, kamar saya ada disebelah sana,” ucap Jerry seraya menunjuk sebuah kamar yang terletak diujung lorong.
“Terimakasih, maaf telah merepotkan anda tuan. Kalau boleh tahu nama anda siapa?” tanya Mysel menundukkan pandangannya dari mata elang Jerry.
“Saya Jerry, saya sekretaris tuan Nicko,” sahut Jerry kalem.
Mysel mengangguk sedangkan satu tangannya sedari tadi tidak henti memegangi pelipisnya yang terluka.
“Lukamu masih berdarah?” tanya Jerry.
“Iya tuan, tapi enggak apa-apa nanti juga berhenti,” sahut Mysel enggan meminta bantuan pada Jerry ia tidak ingin merepotkan Jerry karena sejak tadi kalau bukan dari bantuannya pasti ia tidak akan bisa lolos dari Jamil dan anak buahnya.
“Tunggu disini!” ucap Jerry seraya berlalu menuju dan mengetuk pintu kamar yang lainnya.
Tidak butuh waktu lama seorang wanita bertubuh gemuk keluar dari dalam sana rambutnya acakan, pipinya tembem, hidungnya pesek, bibirnya indah sedangkan kedua alisnya tampak tipis mungkin sudah cukuran. Wanita itu memandang Mysel dengan pandangan selidik.
“Mungkin dia yang dikatakan janda gatal oleh mereka tadi?” batin Mysel bertanya.
“Oh tuan Jerry kapan pulang? Mana kekasihku tuan Nicko?” tanyanya dengan gaya gatalnya.
“Tidak salah lagi pasti dia janda gatal itu,” gumam Mysel, dirinya menahan tawa.
“Pinjam aku baju tidurmu, setelah itu ambilkan kotak P3K! sekarang Inem!” hardik Jerry pada Inem yang bukannya langsung bergerak tapi mematung seraya senyum-senyum sendiri memperhatikan wajahnya yang tampan, senyuman dingin Jerry bagaikan buah sawo matang, begitu manis dan legit.
“Siap, siap tuan!” ucap Inem menghentakkan kakinya ke lantai dengan gaya siap dan berlalu masuk ke dalam, tidak lama setelah itu membawa gaun malam tanpa lengan dan terbuka, berukuran cukup besar.
Inem menyerahkan gaun malam itu pada Jerry dan tersenyum, saat Jerry berbalik Inem tampak menyipitkan matanya pada Mysel sebagai bentuk dirinya tidak suka.
“Inem, ambilkan kotak P3K sekarang!” pekik Jerry pada Inem yang masih berdiri didepan pintu kamarnya.
“Baik tuan!” sahut Inem berlarian dan kembali membawa kotak P3K ditangannya lalu menyerahkan pada Jerry.
“Sekarang masuklah kembali ke kamarmu!” perintah Jerry ketika dilihatnya Inem masih dengan gaya khasnya tersenyum saat memandangi wajah tampannya.
“Berjanjilah tetap jaga hatimu untukku sayang,” ucap Inem sebelum akhirnya berlalu.
Berhasil membuat Jerry memejamkan mata dan menarik napas dalam ketika mendengar kembali kata-kata yang selalu dilontarkan wanita itu padanya.
Setelah Inem berlalu, Jerry mengalihkan pandangannya pada Mysel dan berkata.
“Siapa namamu tadi?” tanya Jerry.
“Mysel tuan,” sahutnya.
“Pakailah ini, nanti kau bisa sakit. Besok pagi dirimu mulai bekerja dirumah ini menggantikan posisi Inem,” ucap Jerry menyerahkan gaun malam berwarna ungu ditangannya pada Mysel.
“Terimakasih tuan, anda sudah terlalu baik,” tutur Mysel menundukkan pandangannya.
“Ini kotak P3K balut lukamu,” timpal Jerry dan akhirnya berlalu.
Jerry meninggalkan Mysel yang masih mematung dipintu kamar, dirinya tidak langsung masuk ia tampak menaiki anak tangga.
Setelah Jerry hilang dari pandangan matanya Mysel melangkah masuk, ia memperhatikan setiap sudut kamar, ditempatnya berdiri didapatinya sebuah ruangan yang cukup luas, dengan peralatan yang tersusun rapi.
“Setidaknya malam ini ada tempat untuk kuberteduh dan aku tidak harus melayani para laki-laki hidung belang itu,” batin Mysel meremas kuat dadanya yang terasa sesak.
“Jangan menangis Mysel, dirimu pasti bisa melalui ini semua kau patutnya bersyukur karena bisa lepas dari Jamil yang hanya mengambil keuntungan dari indahnya tubuhmu,” lagi-lagi Mysel membatin ia berusaha sekuat hatinya untuk melupakan beberapa malam yang ia lalui selama menjadi anak asuh pria mucikari itu.
Ketika dirasanya kepalanya semakin pusing, Mysel bergegas mengganti gaunnya yang kuyup.
“Lihatlah aku, aku tampak aneh dengan daster ungu ini,” kikik Mysel seakan dapat hiburan untuk dirinya sendiri.
Tanpa mandi dan makan Mysel merebahkan diri diranjang yang nyaman tubuhnya yang lelah sejenak beristirahat.
Dilantai dua rumah megah Nicko …
“Ada yang anda butuhkan tuan?” tanya Jerry tiba-tiba muncul dari depan pintu ia melangkah pelan dan mengambil posisi disamping ranjang, seperti kebiasaan Nicko dirinya selalu membiarkan pintu kamarnya terbuka.
“Jerry kau terlalu perhatian pada gadis itu, apa kau berharap sesuatu darinya?” tanya Nicko yang tampak sibuk mengenakan kaos oblong di depan cermin lemari pakaiannya, Nicko tampak jauh lebih segar setelah mandi.
“Mengharapkan sesuatu? Maksudmu tuan?” tanya Jerry tidak mengerti.
“Sudahlah Jerry, kita sudah sama-sama dewasa masa kau tidak tahu kemana arah pembicaraanku? Dia itu gadis malam!” ucap Nicko tanpa basa-basi pada sekretarisnya.
“Aku melihatmu tadi saat kau menyerahkan gaun berwarna ungu pada gadis itu, dan aku juga melihat bagaimana cara kau menatapnya,” ucap Nicko santai seolah tidak tahu kalau hati sekretarisnya itu sekarang bagai terbakar mendengar tuduhan yang terlontar dari bibirnya.
“Anda salah paham tuan, saya hanya kasihan padanya, dia terluka karena saya, dia juga kedinginan dia menggigil itu sebabnya saya begitu,” ucap Jerry menjelaskan.
Nicko tergelak mendengar jawaban sekretaris yang sudah dianggap seperti saudara sendiri, pria yang lebih muda darinya satu tahun itu tampak menundukkan pandangannya dari tatapan mata Nicko yang dingin.
Nicko duduk dipinggir ranjangnya yang luas, memperhatikan Jerry berdiri dihadapannya dengan kedua tangan ia silangkan di depan perutnya.
“Aku telah merasakan betapa sakitnya patah hati karena dikhianati, aku tidak ingin kau merasakan hal yang sama denganku hanya itu, kegagalan yang pernah aku rasakan berhasil membuatku terus curiga pada wanita disekitarku,” ucap Nicko.
“Tuan, itu hanya ketakutanmu saja. Tidak semua wanita seperti Noury, kegagalan itu lah yang menyebabkan anda memiliki trauma untuk kembali mengenal seorang wanita,” sahut Jerry.
Nicko berdiri dari duduknya bertepuk tangan dengan gaya sombong karena setelah sekian lama baru kali ini Jerry lancar bicara dihadapannya hanya demi membela gadis tadi.
“Jerry apa kau tertarik pada pelacur itu?” tanya Nicko menyipitkan mata berulang kali ia merendahkan Mysel dengan kata-katanya.
“Kenapa anda berkata begitu, anda salah paham tuan bukankah tadi sudah saya katakan saya hanya kasihan padanya,” terang Jerry berulang kali menjelaskan pada Nicko.
“Tuan, tampaknya anda capek sebaiknya anda istirahat,” ucap Jerry tanpa menunggu aba-aba dari Nicko dirinya beranjak menuju pintu.
“Jerry apa aku memintamu untuk meninggalkan kamar ini?” tanya Nicko berhasil membuat langkah Jerry terhenti.
Jerry berbalik badan dirinya menatap Nicko tidak mengerti, dalam hati ia bertanya ada apa dengan tuannya yang tiba-tiba sentiment.
“Apa anda membutuhkan sesuatu tuan?” tanya Jerry.
Nicko sejenak tampak berpikir keras.
“Minta gadis itu membawakan segelas air hangat untukku,” ucap Nicko pada Jerry.
“Tapi tuan, gadis itu mungkin sudah tidur,” ucap Jerry.
“Aku tidak peduli! Jerry, kenapa sejak kedatangan gadis itu kau sekarang susah dikasih tau?” ucap Nicko kembali menyalah Mysel disetiap kata-kata yang terucap dari mulutnya.
“Baik tuan,” jawab Jerry berlalu tanpa menutup pintu.
“Dia menuduhku, sekarang malah dia sendiri yang mengundang gadis itu ke kamarnya, dasar!” umpat Jerry.
Sepeninggal Jerry, Nicko tampak mengambangkan senyum kemenangan dibibirnya.
Jerry begegas menuruni anak tangga satu persatu kembali menuju pintu kamar Mysel yang sudah tertutup rapat.
Ketukan ringan dari jemari Jerry menyetuh daun pintu membuat Mysel yang baru saja terlelap beberapa saat terbangun dari tidurnya, seketika pusing menyerang kepala gadis muda itu baru saja tubuh kecilnya rehat sejenak ketukan diluar membuatnya harus segera bangkit.
Dengan langkah tergopoh Mysel berjalan medekati pintu lalu ditariknya gagang dan di dapatinya Jerry berdiri dan menatapnya lekat dengan tatapan yang teramat dingin.
“Ya, ada apa tuan?” tanya Mysel.
Jerry yang hatinya jauh lebih lembut dibanding Nicko merasa kasihan pada Mysel, gadis itu jelas terlihat sedang tidak baik-baik saja.
“Maafkan aku, tuan Nicko memintamu untuk mengantarkan segelas air hangat ke kamarnya,” ucap Jerry bernada tidak enak.
Sesaat keheningan tercipta segala macam pikiran buruk terlintas dibenak Mysel.
“Kenapa harus aku? Apa jangan-jangan pria itu akan melakukan hal yang tidak-tidak padaku?” batin Mysel larut dalam pikirannya.
“Baik tuan Jerry,” sahut Mysel tertahan.
“Kalau begitu saya tinggal dulu,” ucap Jerry berlalu ke lorong arah dapur dimana di sana ada sebuah kamar sebelum ruang makan.
Mysel dengan segala macam pikirannya menutup pintu kamar, perlahan dirinya mengimbangi langkah Jerry, dilihatnya pria itu berlalu ke dalam sedang dirinya terus menuju dapur.
“Ya Tuhan, padahal baru saja aku merebahkan diriku, tuan arrogan itu seakan tidak puas melihat aku menderita,” batin Mysel mengambil segelas air hangat.
Mysel melempar pandangan matanya ke setiap sudut dapur, dapur itu tampak mewah dengan segala macam peralatan tersusun rapi di sana, bersih dan jauh dari kata bau membuat siapa saja nyaman berlama-lama di sana.
“Setidaknya aku terlepas dari Jamil, walau ibarat kata lepas dari kandang buaya masuk ke kandang macan,” gumam Mysel sebelum akhirnya berlalu .
“Permisi tuan,” sapa Mysel berdiri di depan pintu sedangkan tangannya membawakan segelas air hangat untuk Nicko.“Masuk!” seru Nicko tidak melihat pada siapa yang datang, ia tampak sibuk dengan ponselnya duduk disandaran ranjang.Mysel melangkah masuk dirinya teramat canggung dengan suasana seperti ini dimana dirinya berada di dalam satu ruangan yang sama dengan seorang pria asing.“Taruh dimana tuan?” tanya Mysel sopan.Seketika membuat Nicko mengangkat pandangannya, matanya menyipit saat dilihatnya Mysel mengenakan daster ungu yang biasa dipakai oleh Inem.“Taruh dikamar mandi, ya di atas meja lah!” hardik Nicko tidak suka saat Mysel menanyakan hal yang sepatutnya tidak perlu ia tanyakan.“Maaf tuan,” ucap Mysel dengan nada menyesal.Setelah menaruh gelas berisi air hangat di atas meja, rencananya Mysel hendak berlalu kembali ke kamar untuk melanjutkan istirahat.“Siapa yang menyuruhmu untuk meninggalkan kamar ini?” bentak Nicko
Mysel yang mulanya meringkuk dengan gerakan cepat berdiri dan berlari meninggalkan kamar tanpa peduli dengan Nicko, sedangkan Nicko seketika tersenyum puas menyaksikan ketakutan yang dialami Mysel karena ulahnya.Mysel menutup rapat pintu kamar, duduk dipinggir ranjang Tubuhnya berguncang hebat, jelas segala ketakutan sekarang menyelimuti dirinya perlakuan Nicko tadi berhasil membuat dirinya mengingat betapa sulitnya hidup dalam asuhan Jamil yang terus memaksa dirinya untuk melayani para laki-laki hidung belang.***Seminggu yang lalu, disebuah rumah yang dijadikan tempat prostitusi.“Kenakan gaun itu sekarang juga! Kau akan melayani tiga orang pria malam ini!” ucap Jamil pada Mysel.Seketika mata Mysel terbelalak dibuatnya, ia tidak pernah menyangka kalau tetangganya Jamil membawa dirinya ke kota untuk dijual pada laki-laki hidung belang.Pria dewasa dengan postur tubuh tinggi besar, mata merah dan sangar itu terlihat jauh berbeda dari Jamil yang du
Pagi harinya …Setelah selesai mandi Nicko turun dari kamarnya ke lantai dasar, pagi ini rumah tampak sepi. Ia melempar pandangan kesetiap sudut ruangan yang bisa dijangkau matanya tidak dilihatnya Jerry yang biasa berolahraga di Minggu pagi.Nicko langsung menuju meja makan untuk sarapan dilihatnya Inem sibuk diwaterfall dapur entah apa yang dilakukannya di sana.“Jerry!” teriak Nicko memanggil sekretarisnya itu.Berhasil membuat Mysel terperanjat dan bangun dari tidurnya mendengar teriakan Nicko memanggil nama Jerry.Tidak butuh waktu lama Jerry keluar dari dalam kamarnya dilorong sebelum dapur.“Ya tuan?” sahut Jerry.“Darmi mana saja kamu?” tanya Nicko bersuara santai.“Baru selesai mandi habis olahraga,” jawab Jerry menarik salah satu kursi dan turut duduk disamping Nicko.Nicko tidak mempedulikan Jerry yang mulai sibuk mengolesi roti miliknya dengan selai nanas.Tiba-tiba Nicko mengingat perihal gadis semalam yang dib
Mysel terpaku di depan pintu ia melempar pandangannya ke segala arah di dalam kamar didapatinya sprei dan selimut yang berantakan, Mysel menarik napas dalam dan membuang kasar lewat mulut mencari ketenangan dalam dirinya sendiri agar jangan mengeluh dan merasa terbebani dengan profesi barunya sebagai pengasuh bayi tua.Mula Mysel membereskan sprei yang berantakan dan menggantinya dengan yang baru, menyapu, mengepel dan membersihkan perabotan di dalam sana dari debu. Mysel berdiam menghenyakkan diri di atas ranjang nan luas lagi nyaman pandangannya menerawang ia tidak pernah menyangka akan sampai di rumah yang tuannya sangat-sangat tidak punya perasaan seperti Nicko.Mysel mengusap keringat di dahinya mengipas-ngipas leher dengan jemari tangannya tiba-tiba perhatiannya tertuju pada photo berukuran kecil yang terpajang di atas nakas. Mysel meraih dan dilihatnya seorang wanita cantik tinggi semampai berkulit putih dengan raut wajah yang ayu tersenyum.“Pasti dia, gadi
Mysel menuruni anak tangga satu persatu, sementara matanya mendapati Jerry duduk diruang tengah dengan tangan memegang segelas kopi yang mengepulkan asap di atasnya. Pandangan mata mereka saling beradu saat Jerry menyadari Mysel mendekat padanya.“Bisa bantu tunjukkan mana kamar tamu tuan? Tuan Nicko meminta saya mengganti baju, katanya bau!” ucap Mysel bicara sopan sedangkan wajahnya tertunduk dalam, pandangan mata Jerry dan Nicko sama dinginnya dengan ketampanan yang berbeda namun memiliki nilai yang sebanding.“Inem!” teriak Jerry dengan maksud hati menggantikan dirinya menemani Mysel mengambil pakaian di kamar tamu.“Tuan, maaf! Tuan Nicko meminta anda yang menemani katanya tidak percaya sama orang asing,” imbuh Mysel tahu maksud Jerry meminta bantuan Inem menggantikan menemani dirinya ke kamar tamu.Jerry tersenyum, ia dibuat bingung dengan bossnya Nicko yang eksra hati-hati pada gadis baik seperti Mysel, ia tidak mengerti kenapa Nicko seperti itu pada M
Nicko memberanikan diri memeluk tubuh ramping Mysel di dekapannya, membenamkan kepala Mysel di dada bidangnya berusaha menenangkan gadis itu dari ketakutan yang ia rasakan.“Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu,” bisik Nicko ditelinga Mysel.“Ya Tuhan, aku memeluknya?” batin Nicko tidak percaya dengan apa yang dilakukannya.Pelukan hangat Nicko perlahan berhasil menenangkan Mysel dari isak tangisnya dalam ketakutan yang ia rasanya, dada dengan bulu-bulu halus dimana Mysel membenamkan wajahnya dapat merasakan kehangatan dari sentuhan kulit mereka. Cepat Mysel berusaha kembali menguasai dirinya lepas dari ketakutan trauma yang ia rasakan.Dengan gerakan sigap Mysel mundur melepaskan diri dari pelukan Nicko, menundukkan pandangannya dan berdiri. Disaat bersaamaan rasa pusing dikepalanya semakin kuat hingga ia kehilangan kesadaran dan jatuh, beruntung Nicko cepat menangkap tubuh ramping Mysel dalam kedakapannya.Nicko sedikit panik, ia menggendong Mysel
Satu setengah jam lamanya Mysel masih belum sadarkan diri, sedangkan Nicko sudah kembali dari pertemuannya. Nicko melangkahkan kaki menaiki anak tangga dan berdiri di depan pintu kamar dilihatnya Jerry masih setia menunggu Mysel sembari duduk disofa putih memperhatikan Mysel dari sana.“Dia belum bangun?” tanya Nicko.“Belum tuan,” sahut Jerry khawatir.“Tuan, apa tidak sebaiknya bawa dia ke rumah sakit?” imbuh Jerry.Nicko mendekat ke ranjang tidak menghiraukan usulan Jerry, sesampai di pinggir ranjang Nicko memperhatikan wajah pucat Mysel. Tanpa permisi ia menyentuh kening gadis itu dan dirasakannya tubuh Mysel panas.“Jerr, siapkan mobil. Dia demam kita bawa dia ke rumah sakit sekarang!” perintah Nicko.“Baik tuan,” Jerry beranjak.Saat Nicko hendak menggendong tubuh Mysel, disaat itu pula ia bangun dan membuka matanya perlahan.“Hey, kau bangun?” tanya Nicko.Tidak ada jawaban berarti dari Mysel ia mengeryitkan kening m
Malam harinya setelah Mysel merasa jauh lebih baik ia kembali ke kamarnya, ia duduk dipinggir ranjang dengan pikiran menerawang. Jauh dalam hatinya Mysel saat ini menghadapi dilema yang teramat padahal sebelumnya ia berniat untuk pulang kampung menemui ayah dan ibunya menceritakan semua kejahatan yang telah dilakukan Jamil padanya, tapi seketika niat itu ia urungkan setelah hati dan pikirannya tenang karena dengan menceritakan semuanya akan membuat orang tuanya sedih dan kecewa mendengar kabar yang ia bawa.“Mana mungkin aku pulang dan menciritakan pada ayah dan ibu? Pasti mereka bersedih sebaiknya aku mencari pekerjaan dikota ini dan uangnya akan kukirim untuk ayah dan ibu dikampung,” batin Mysel.Tekad Mysel yang semula bulat sekarang tidak lagi, ia memilih untuk bertahan dikota yang keras ini dan mencari pekerjaan.“Tapi bagaimana kalau sampai Jamil menemukan aku lagi?” tiba-tiba Mysel kepikiran tentang Jamil yang telah menjual dirinya pada pria hidung belang.