Share

Rahasia Malam Pertama

Mas Widodo menggauliku hanya sekejap sebelum dia mencapai puncaknya. Ada penyesalan yang terpancar di wajahnya, namun juga kilatan rasa penasaran yang sulit kulupakan.

‘Apakah tatapan penasaran itu muncul karena aku tak lagi murni saat menikah dengannya?’ pikirku. Sejak awal pernikahan, Mas Widodo tak pernah menyinggung masa laluku, dan aku pun merasa tak perlu membahasnya. Mungkin ia tak terlalu peduli, atau mungkin terlalu sopan untuk bertanya. Namun, pertanyaan itu terus menghantuiku. Seakan ada bagian dari diriku yang selalu tersembunyi, tak pernah benar-benar terbuka pada siapa pun.

Ya, memang kesucianku bukan direnggut oleh Mas Widodo, tetapi akibat keisenganku kala SMA di Tulungagung. Aku tidak bisa menahan libidoku yang tinggi. Jari-jariku sendiri yang merobek selaput daraku, jari-jari nakal yang selalu menghantarkan puncak pelepasan setiap malamnya. Dan pria yang pertama kali memasukkan bendanya ke dalamku adalah mantanku yang kini telah menikah dengan gadis pilihan orang tuanya.

Aku masih ingat jelas malam itu, sebuah malam yang penuh dengan gairah dan kebingungan. Kami berdua masih muda dan bodoh, terbawa oleh nafsu yang membara. Setelah kejadian itu, aku merasa ada sesuatu yang hilang dalam diriku, sesuatu yang tak akan pernah kembali.

Memikirkan masa lalu itu, ditambah sentuhan Devan tadi pagi, membuatku seketika merasa basah dibawah sana. Aku berusaha keras mengalihkan pikiranku, tetapi kenangan itu terus datang menghantui.

Setelah bermain dengan Prince, aku melanjutkan rutinitasku dengan hati yang masih penuh dengan pertanyaan dan keraguan. Aku memutuskan untuk menenangkan diriku dengan membersihkan kamar, sebuah kegiatan yang selalu memberiku rasa damai. Namun, pikiran tentang masa laluku terus menghantui setiap langkahku.

"Apakah aku akan pernah bisa melupakan semua ini?" tanyaku dalam hati.

Kembali ke kenyataan, aku mendengar suara Prince yang memanggilku, "Mbak, main, main!" Aku tersenyum dan mengangguk, berusaha mengusir semua pikiran negatif dari benakku.

Setelah beberapa saat, Prince mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. "Prince, sudah saatnya tidur siang," bisikku lembut sambil menggendongnya menuju kamar. Prince memeluk leherku erat, membuat hatiku terasa hangat.

Aku menidurkan Prince di tempat tidurnya dengan hati-hati. "Tidur yang nyenyak, Sayang," bisikku, mengecup dahinya. Setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman, aku keluar dari kamar dengan perlahan, kembali ke rutinitas harian.

*****

"Kemarin kan sudah foto, kenapa harus foto studio lagi?" seru Devan di ruang keluarga di lantai dua malam itu. Aku baru saja menghampiri mereka untuk membawakan susu untuk Prince saat mendengar percakapan tersebut.

"Ayo lah, Pap. Prince kan cuma sekali umur dua tahun. Kita harus buat foto keluarga yang bagus," bujuk Talitha dengan nada memohon.

"Haduhh, kamu itu selalu buang-buang waktu," ujar Devan dengan nada kesal sambil meninggalkan ruang keluarga.

"Pap, besok jam 7 malam aku sudah booking studionya," seru Talitha sambil fokus pada ponselnya.

"Permisi, Nyonya. Ini susu untuk Prince," ucapku, berusaha tidak mengganggu terlalu banyak.

"Ratih, anakku ada di kamar. Tolong bantu tidurkan, ya. Maaf merepotkan, Ratih. mungkin beberapa hari ini kamu yang menggantikan Sus Wulan," kata Talitha dengan nada lembut namun penuh harapan.

"Tentu, Nyonya. Saya akan berusaha sebaik mungkin," jawabku dengan tulus.

"Sepertinya Prince menyukaimu, Ratih. Biasanya Prince cukup pilih-pilih suster. Sus Wulan adalah pengasuhnya yang paling lama, setelah beberapa kali pergantian," tambah Talitha.

"Oh, begitu. Baiklah, Nyonya. Saya akan berusaha menjaga Prince dengan sebaik-baiknya," kataku sambil tersenyum, merasa sedikit bangga dan tersentuh.

Aku berjalan menuju kamar Prince sambil membawa botol susu untuknya. Ketika aku membuka pintu kamarnya perlahan, ternyata ada Devan yang sedang bermain dengan Prince. Pemandangan ini membuat hatiku hangat. Devan, yang biasanya terlihat sibuk dan tegang, tampak sangat santai dan bahagia saat bersama putranya.

Prince tertawa riang, memegang mainan favoritnya sambil duduk di pangkuan Devan.

"Dad, cal, cal!" seru Prince dengan suara ceria.

"The car is spinning around, Prince. Great job!" seru Devan dengan penuh semangat.

Aku berdiri di ambang pintu, menonton kebersamaan mereka dengan hati yang penuh rasa syukur. Kehangatan dan cinta yang terlihat dalam momen ini sangat menyentuh. Meskipun Devan dan Talitha sering berselisih pendapat, jelas bahwa mereka sangat mencintai Prince.

"Permisi, Tuan. Saya membawa susu untuk Prince," aku menyela dengan lembut agar tidak mengganggu terlalu banyak.

"Bawa ke sini, Ratih," Devan mengulurkan tangannya.

Ketika aku menyerahkan botol susu, tangannya mengusap telapak tanganku sekilas. Devan menoleh, tersenyum, dan mengambil botol susu itu.

"Time to bed, Prince, okay?" kata Devan dengan suara lembut.

Prince mengangguk dengan antusias, tetapi matanya mulai tampak berat. Devan membimbingnya menuju tempat tidur, sementara aku membantu merapikan mainan yang berserakan di lantai.

Setelah Prince nyaman di tempat tidurnya, Devan mengecup dahinya dengan penuh kasih sayang. "Goodnight, little buddy," bisiknya.

"Night, Dad," jawab Prince dengan suara mengantuk.

Seketika aku merasa haru menyaksikan momen tersebut.

"Terima kasih, Ratih," katanya dengan tulus.

"Sama-sama, Tuan," jawabku sambil tersenyum.

Devan menahanku sejenak sebelum keluar kamar.

"Ratih," bisiknya sambil menahan tanganku, membuatku sedikit terkejut.

"Ya, Tuan?" tanyaku dengan suara rendah, mencoba memahami apa yang akan disampaikan.

"Aku masih kepikiran kejadian tadi pagi," bisiknya, matanya menatap dalam ke mataku.

Tangannya merayap ke pinggulku, membuat tubuhku bergetar dengan campuran rasa gugup dan antisipasi. 

Devan mendorongku perlahan ke dinding, meredupkan lampu besar. Wajahnya mendekat, membuat jantungku berdebar kencang. Cahaya remang-remang lampu kuning menyelimuti ruangan, menciptakan suasana yang intim dan menegangkan.

“Tuan, Nyonya ada di luar,” bisikku, berusaha mengingatkannya pada kenyataan. Namun, dalam hati, aku bertanya-tanya, mengapa aku mengingatkannya tentang Talitha? Apakah aku juga menginginkannya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status