Home / Romansa / Tuan, Aku Hamil! / Blindspot Rumah Devan

Share

Blindspot Rumah Devan

Author: kodav
last update Last Updated: 2024-09-02 11:00:29

Aku menunggu dengan perasaan cemas saat Sus Wulan menyerahkan ponsel padaku. Tanganku sedikit gemetar saat menggenggam telepon itu, membayangkan segala kemungkinan percakapan yang akan terjadi.

"Halo, Nyonya," sapaku dengan suara yang berusaha stabil, meski hatiku berdegup kencang.

"Ratih, aku nemu baju yang lucu buat kamu," kata Talitha dengan nada ceria.

"Baju, Nyonya?" tanyaku dengan sedikit keheranan.

"Iya, kamu pasti suka," sahutnya dengan semangat, membuatku ingin tahu namun tetap fokus pada yang lebih penting.

"Nyonya, maaf tadi ada masalah kecil," kataku, mencoba menjaga nada suara agar tetap tenang.

"Masalah apa?" tanya Talitha, suaranya tetap ringan.

"Tadi saat saya mengganti seprai tempat tidur Prince, botol susu tidak sengaja tersenggol dan tumpah, Nyonya," jelasku, merasa tatapan Sus Wulan masih terarah padaku.

"Ah, ada Tuti kan? Sudah dibersihkan?" Talitha menanggapi dengan santai, tak terdengar khawatir.

"

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tuan, Aku Hamil!   Pertemuan Terlarang

    Seketika, suasana berubah. Seolah disiram air dingin, aku tersentak kembali ke kenyataan. Devan mengendurkan pelukannya, namun tatapannya tetap tertuju padaku.Gelombang malu dan gugup bercampur aduk dalam diriku. Aku merapikan pakaian dengan cepat, berusaha menguasai kembali diri dari situasi yang berubah drastis. Devan tersenyum tipis, mencoba menenangkan suasana dengan pandangan lembutnya."Maafkan aku," ucapku pelan, menundukkan kepala sejenak sebelum bangkit dari pangkuannya, berusaha mengalihkan perhatian pada tugas yang menunggu. Devan menahan tanganku sejenak."Nanti malam ke sini lagi," ucapnya dengan nada yang menggoda, meninggalkan jejak janji yang menggantung di udara. Aku tertegun, terbelah antara rasa penasaran dan ketidakpastian yang menyertai undangannya.Suara langkah kaki yang menaiki tangga, dari ruang service mengingatkanku pada realitas yang tak bisa dihindari. Ketegangan menebal, mendorongku untuk segera bertindak."Tuan, turu

    Last Updated : 2024-09-02
  • Tuan, Aku Hamil!   Kenikmatan Terlarang Devan

    Devan menyentuh bibirku dengan lembut, seolah setiap ciumannya membawa pesan yang tak terucapkan. Aku pun membalas ciumannya, membiarkan perasaan yang selama ini tersimpan meledak dalam kehangatan yang membara. Saat ciuman kami semakin dalam, Devan menarikku lebih dekat, menghapus jarak di antara kami. Jemarinya menyusup di bawah kausku, menyentuh kulitku dengan sentuhan yang membangkitkan.Namun, meskipun keinginanku kuat, aku menahan tangannya dengan lembut dan melepaskan ciumannya perlahan."Tuan..." bisikku sambil menggeleng ringan, menenangkan hasrat yang berkecamuk dalam diriku."Kenapa? Masih takut?" tanyanya lembut, suaranya seperti bisikan yang menenangkan."Banyak orang di bawah, tuan," bisikku, napasku masih memburu, berusaha mengendalikan gejolak dalam dada.Tanpa diduga, Devan berdiri dan mengangkat tubuhku, membawaku dalam gendongannya menuju ruangan di lantai tersebut. Aku terkejut, seketika melingkarkan lengan di lehernya dan mengun

    Last Updated : 2024-09-03
  • Tuan, Aku Hamil!   Bayangan yang Mengintai

    "Ratih…," bisiknya, suaranya penuh keintiman. Jarinya mengusap pipiku, lalu turun ke leherku, memberikan sentuhan lembut yang menenangkan.Aku memejamkan mata, menikmati momen ini. Semua rasa bersalah dan ketakutan lenyap, digantikan oleh kehangatan yang Devan berikan. Perlahan, aku membuka mataku lagi dan menatapnya, merasa terhubung dengan cara yang belum pernah kurasakan sebelumnya."Tuan…," bisikku, suaraku lembut, hampir seperti sebuah doa yang tak terucapkan. Aku tahu, hubungan ini salah, tapi di momen ini, di tengah keintiman yang baru saja kami bagi, aku merasa lebih hidup daripada sebelumnya.Devan menunduk dan mencium dahiku dengan penuh kasih sayang, sebuah gerakan yang terasa sangat intim dan tulus. Saat bibirnya menyentuh kulitku, aku merasakan hangatnya cinta yang mengalir di antara kami."Aku tak ingin membuatmu merasa bersalah, Ratih," katanya pelan, seolah membaca pikiranku. "Tapi aku tak bisa menahan diri… Kau membua

    Last Updated : 2024-09-03
  • Tuan, Aku Hamil!   Sus Wulan Curiga

    "Ratih?" Suara Mbok Yanti memecah keheningan."Iya, Mbok," jawabku, ketika menapakkan kakiku menuruni tangga dengan hati-hati."Di atas ngapain malam-malam begini?" tanyanya dengan nada curiga. Aku perlahan mendekatinya, berusaha menyembunyikan kegundahan yang menggelayuti hatiku."Cari angin, Mbok," jawabku, mencoba terdengar tenang meski denyut nadi terasa berdegup kencang."Ta kirain siapa loh, cari angin atau cari angin? Malam-malam gini bukannya istirahat, sampai keringetan begitu,” Mbok Yanti menambahkan, menatapku dengan pandangan penuh perhatian.Aku hanya tersenyum tipis, meski menyadari bahwa jawabanku tidak sepenuhnya meyakinkan. Dalam kesunyian malam ini, setiap detil tampak lebih mencolok, dan aku merasa Mbok Yanti dapat merasakan ada sesuatu yang tak biasa."Ya sudah, Mbok mau tidur lagi. Besok harus bangun pagi, Nyonya Talitha sudah pulang," ujar Mbok Yanti, suaranya mulai lembut setelah sebelumnya penuh selidik. Aku men

    Last Updated : 2024-09-04
  • Tuan, Aku Hamil!   Pelet atau Pesona?

    "Iya, Sus. Tadi Tuan Devan mengumpulkan dulu baju kotornya," jawabku sambil melanjutkan langkahku, berharap bisa segera keluar dari situasi ini."Ratih, berhenti!" seru Sus Wulan, suaranya tegas memanggilku kembali. Aku menghentikan langkahku seketika, merasa jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya."Ada apa, Sus?" tanyaku, berusaha terdengar setenang mungkin meski rasa was-was mulai merayap dalam diriku.Sus Wulan mendekat, wajahnya serius. "Jangan sampai terjadi apa-apa antara kamu dengan Tuan Devan," katanya, tatapannya menembus hingga ke dalam hatiku."Maksud Sus Wulan?" tanyaku, berpura-pura tidak mengerti meski perutku terasa mulas. Aku tahu betul apa yang dia maksud, tapi aku terlalu takut untuk mengakuinya. Pandangan Sus Wulan tetap terpaku padaku, seolah menunggu jawaban yang lebih jujur dariku."Heh, aku punya feeling yang kuat, Ratih," lanjut Sus Wulan, suaranya rendah namun penuh arti, sebelum berbalik dan melangkah masuk ke dala

    Last Updated : 2024-09-04
  • Tuan, Aku Hamil!   Di Ujung Kesabaran

    "Pakai pelet apa? Jawab! Atau kamu bilang yang tidak-tidak dengan Tuan dan Nyonya?" desak Sus Wulan, semakin mendekatiku."Sudah cukup," batinku mulai terpancing, kemarahan memuncak di dalam diri. Perasaan lelah setelah hari yang panjang dan penuh tekanan membuat emosi ini tak lagi bisa kutahan.Perlahan, aku menyimpan piringku di meja yang berada di sampingku, lalu berdiri dengan mantap. Kutatap Sus Wulan dengan tatapan tajam, sekuat tenaga kutahan gejolak yang membara di dalam dada. Tanpa basa-basi, kudorong Sus Wulan hingga terjerembab ke tembok. Langkahku mendekat, bayangan amarah terpantul dalam matanya."Sus Wulan, sebetulnya ada masalah apa dengan saya?" tanyaku, suaraku bergetar menahan emosi yang meluap."Saya tidak pernah berpikir untuk mengambil pekerjaan Sus Wulan merawat Prince. Itu sudah tugas Sus Wulan sebagai suster, bukan tugas saya," lanjutku, nada bicaraku mulai berubah, menyerupai seseorang yang berbeda, lebih dingin dan penuh tekad.

    Last Updated : 2024-09-05
  • Tuan, Aku Hamil!   Getaran Cinta Talitha

    Talitha memandangku dengan senyum lebar yang penuh arti, senyum yang membuat tubuhku seakan beku di tempat. Ia masih berdiri di depan cermin, menatap refleksinya dengan penuh percaya diri.Talitha memandangku dengan senyum lebar yang penuh arti, senyum yang membuat tubuhku seakan membeku di tempat. Ia masih berdiri di depan cermin, menatap refleksinya dengan penuh percaya diri, seakan tahu betul bahwa pandanganku tak pernah bisa lepas darinya."Ratih, kenapa jadi malu-malu lagi?" katanya, suaranya terdengar ceria namun mengandung sesuatu yang lebih dalam. "Kamu kan sudah pernah melakukan ini sebelumnya," ia menambahkan, mengingatkan tentang momen yang dulu, saat pertama kali ia memintaku untuk berganti pakaian di depannya. Saat itu, aku juga merasa gugup, namun entah bagaimana, aku tetap melakukannya.Ak

    Last Updated : 2024-09-05
  • Tuan, Aku Hamil!   Terjerat Talitha

    Talitha tidak bergerak selama beberapa detik, membiarkan bibir kami bersentuhan, seolah memastikan bahwa aku tidak akan menolaknya. Pada awalnya, aku merasa ingin mundur, rasa takut dan ragu menyeruak di dalam benakku. Namun, ada sesuatu yang menahanku di tempat. Sentuhan bibirnya begitu lembut, begitu berbeda dari apa pun yang pernah kurasakan. Perlahan-lahan, rasa penasaran dan keinginan yang tak bisa kuhindari mulai menyelinap di pikiranku, menggantikan ketakutan yang tadinya mendominasi. Aku merasakan diriku mulai melebur ke dalam kehangatan ciumannya, bibirku perlahan membalas ciumannya, membuka diri pada sensasi yang baru ini.Talitha memperdalam ciumannya, bibirnya bergerak dengan lembut tapi penuh gairah, seolah-olah mencari lebih banyak dariku. Tangannya menyentuh pinggulku, menarikku lebih dekat ke arahnya. Aku bisa merasakan dadaku menekan dadanya, kain dress yang tipis di antara kami seolah-olah tidak cukup untuk menahan gesekan yang membuat kulitku terasa panas. Napas kam

    Last Updated : 2024-09-06

Latest chapter

  • Tuan, Aku Hamil!   Extra Part 6 - EPILOG

    ///BACK STORIES RINOA USIA 23 TAHUNAku mulai mempengaruhi Widodo agar menggunakan kedekatan nya untuk mengenalkanku kepada keluarga Devan, untuk mencari pekerjaan di tempat Devan dan Talitha dengan alasan untuk membantu kondisi ekonomi kami. Setiap kali dia pulang dari bekerja, aku akan berbicara dengan lembut, menanamkan ide itu di benaknya.Akhirnya, kesempatan itu akhirnya datang. "Ratih, aku denger dari Pak Devan, kayaknya mereka lagi butuh pembantu baru di rumah. Gimana kalau kamu coba lamar?" tawarnya dengan santai.Hatiku berdegup kencang, meski aku berusaha keras untuk tetap tenang. "Serius? Kamu yakin aku bisa kerja di sana?" tanyaku, pura-pura ragu.Widodo mengangguk yakin. "Pasti bisa. Aku kenal beberapa orang di rumah itu, nanti aku bantu rekomendasiin. Kamu mau coba, kan?"Aku tersenyum kecil, berusaha terlihat tidak terlalu bersemangat. "Ya, kalau memang ada kesempatan, kenapa tidak?"Dalam hatiku, aku tahu. Ini adalah langkah pertama yang selama ini kutunggu. Melalui W

  • Tuan, Aku Hamil!   Extra Part 5

    Kepergian Ibu... adalah sesuatu yang selalu kutakutkan, tapi aku tidak pernah siap menghadapinya. Semua rasa sakit, semua rasa kesepian, tiba-tiba menghantamku sekaligus. Dunia yang selama ini sudah terasa begitu berat kini menjadi gelap gulita. Aku tidak lagi punya siapa-siapa. Tidak ada lagi yang menunggu di rumah, tidak ada lagi senyum hangat Ibu yang menyambutku pulang.Aku tetap di samping tubuh Ibu selama berjam-jam, tidak tahu harus melakukan apa. Aku tidak ingin meninggalkannya. Aku tidak tahu harus pergi ke mana. Hanya ada rasa kosong yang besar di dalam dadaku, sebuah lubang menganga yang sepertinya tak akan pernah bisa tertutup. Aku menangis, menangis begitu keras, berharap tangisku bisa membangunkannya, mengembalikannya kepadaku. Tapi semua itu hanya harapan kosong.Malam mulai turun, tapi aku masih tetap duduk di sana, menggenggam tangan dingin Ibu

  • Tuan, Aku Hamil!   Extra Part 4

    Malam itu, setelah ibu tertidur, aku duduk di samping tempat tidurnya, memikirkan segala hal yang baru saja aku dengar. Pikiranku dipenuhi oleh rasa penasaran yang membara. Aku ingin tahu siapa keluarga Hartanta sebenarnya. Apakah mereka benar-benar begitu dingin, begitu tak peduli? Atau apakah mereka tidak tahu tentang keberadaanku? Aku tidak bisa berhenti bertanya-tanya.Dengan rasa penasaran yang semakin kuat, aku mulai mencari cara untuk lebih dekat dengan mereka. Aku tidak ingin datang begitu saja, mengetuk pintu rumah besar mereka dan mengaku sebagai anak Bastian. Itu akan sia-sia. Aku tahu, tak ada yang akan percaya pada seorang gadis miskin yang mengaku bagian dari keluarga kaya. Jadi, aku memilih cara lain—cara yang lebih halus.Setiap hari, aku pergi ke rumah besar keluarga Hartanta. Aku tidak pernah mendekat, hanya berdiri di seberang jalan, me

  • Tuan, Aku Hamil!   Extra Part 3

    ///BACK STORIES RINOA USIA 18 TAHUNKetika aku berusia 18 tahun, hidupku berubah dengan cara yang tak pernah kuperkirakan sebelumnya. Selama bertahun-tahun, aku selalu memandang hidup kami sebagai sebuah perjuangan tanpa akhir. Ibu adalah satu-satunya orang yang selalu ada untukku, meski tubuhnya semakin lemah dan penyakitnya semakin menggerogotinya. Namun, di balik semua itu, ternyata ada rahasia besar yang selama ini disimpannya.Hari itu, ibu semakin lemah. Batuknya semakin sering, dan wajahnya semakin pucat dari biasanya. Aku duduk di samping tempat tidurnya, mencoba memberinya air minum dengan hati-hati. Setiap kali dia batuk, aku merasa ada sesuatu yang pecah di dalam diriku. Aku ingin dia sembuh, tapi aku tahu... aku tahu bahwa waktu kami bersama semakin menipis."Rinoa..." suaranya pelan, hampir seperti bisikan. Aku menoleh, mema

  • Tuan, Aku Hamil!   Extra Part 2

    ///BACK STORIES RINOA USIA 5 TAHUNSaat itu, di pemakaman ayahku, Bastian Hartanta, suasana begitu sunyi. Tidak ada yang datang, baik dari keluarga besar Hartanta maupun sanak saudara. Hanya ada aku dan ibu, berdiri di tepi makam, menatap tubuh papa yang perlahan-lahan diturunkan ke dalam tanah. Udara terasa dingin, meski sinar matahari menembus awan tipis di langit yang cerah. Aku, yang baru berusia 5 tahun, tidak sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi.Dengan mata penuh kebingungan, aku menarik ujung rok ibu, yang terus terisak di sebelahku. "Ibu, papa kenapa?" tanyaku, suaraku kecil dan polos, berusaha memahami kenapa ayahku tidak lagi bersamaku.Ibu menoleh ke arahku, wajahnya basah oleh air mata yang terus mengalir. Namun, dia mencoba tersenyum, meskipun lelah dan sedih begitu tampak jelas di matanya. "Papamu... papamu naik ke

  • Tuan, Aku Hamil!   Extra Part 1

    Ruangan langsung dipenuhi keheningan yang berat. Talitha, yang sebelumnya tersenyum bahagia, sekarang tampak kebingungan. Dia menoleh padaku, lalu ke arah Opa, dan kembali lagi ke aku, wajahnya menyiratkan ketidakpastian. “Bastian?” tanyanya sambil memandangiku, jelas terkejut.“Kenapa Bastian, Ratih?” Talitha akhirnya bertanya, suaranya terdengar ragu, tapi juga penuh rasa ingin tahu. Bastian adalah nama yang berat, nama yang memiliki makna besar dalam keluarga Talitha, namun tak pernah mereka duga akan kutautkan ke dalam hidupku.Aku menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa momen ini akan mengubah segalanya. Aku tersenyum kecil, meski dalam hati ada perasaan yang bercampur aduk. “Karena Bastian adalah nama papaku,” jawabku pelan, suaraku penuh emosi.Tatapan Talitha berubah seketika. Keheranan mulai tergambar je

  • Tuan, Aku Hamil!   Pengungkapan - End

    Dokter menarik napas panjang, menatap layar dengan seksama. “Janin posisinya sungsang,” kata dokter pelan, tapi suaranya penuh dengan kepastian. “Bayi Anda terbelit tali pusar. Ini situasi yang cukup serius.”Jantungku seakan berhenti. Kata-kata itu menusukku dengan rasa takut yang luar biasa. Aku menoleh ke Gavin, dan tatapannya langsung berubah. Wajahnya pucat, meskipun dia berusaha keras tidak menunjukkan kepanikan. Tangannya mencengkeram tanganku lebih erat, sementara tatapan Talitha dari sisi lain semakin cemas."Apa artinya, Dok?" Gavin bertanya lagi, suaranya sekarang terdengar tegang.Dokter menatap kami dengan tenang, tetapi jelas situasinya serius. "Bayi Anda terlilit tali pusar dan posisinya sungsang, artinya posisi kepalanya masih di atas, padahal seharusnya sudah di bawah. Ini berbahaya jika dilahirkan

  • Tuan, Aku Hamil!   Kontraksi

    Pada bulan ke-8, Gavin benar-benar menepati janjinya. Dia tinggal di Kudus, menjaga dan memanjakanku setiap hari. Setiap pagi dan malam, dia selalu memastikan aku merasa nyaman. Bahkan, dia memaksaku untuk mengambil cuti melahirkan lebih awal, meskipun awalnya aku enggan karena merasa masih bisa bekerja. Tapi Gavin tak mau kompromi. Pada bulan ke-9, Opa sering datang ke rumah Talitha, terutama karena Talitha juga lebih sering menghabiskan waktu di Kudus akhir-akhir ini. Devan pun, meskipun sibuk, kadang terbang ke Kudus untuk bersama kami di akhir pekan.Suatu malam, ketika Opa datang ke rumah Talitha, kami semua makan malam bersama di meja besar. Rasanya hangat, penuh dengan canda dan tawa, dan Opa tampak senang melihat kami berlima berkumpul seperti keluarga besar yang harmonis.“Gimana, Ratih? Udah siap-siap jadi ibu nih?” tanya Devan sambil ters

  • Tuan, Aku Hamil!   USG Lagi

    Seperti yang sudah direncanakan, keesokan harinya, Gavin tiba di Kudus, ia langsung menuju pabrik untuk berbincang dengan Opa. Sementara itu, aku dan Talitha sibuk membicarakan tentang produk baru yang sedang kami rancang—rokok mini dengan varian rasa buah dan mentol yang terus kami kembangkan. Ada rasa puas di dalam hati karena kami sudah mulai melihat ide itu tumbuh menjadi sesuatu yang lebih konkret.Menjelang sore, aku dan Gavin bersiap untuk pergi ke dokter kandungan, sebuah kunjungan yang sudah lama dinantikan. Kami berkendara dalam diam sejenak, sebelum akhirnya Gavin membuka percakapan.“Gimana kabarnya?” Gavin bertanya dengan sedikit canggung, mungkin mencoba memecah kesunyian.Aku tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan dengan godaan ringan. “Baik. Kamu dan Sheila gimana?” tanyaku dengan nada bercanda, meskipun ada sedikit rasa penasaran di dalamnya.Gavin mendesah pelan, tatapannya berubah serius. “Ratih, kamu tahu sendiri kan, aku dan Sheila nggak mungkin. Aku sudah

DMCA.com Protection Status