Prolog
Duniaku hancur tatkala mendapat kabar bahwa Juan telah tiada. Aku hanya gadis biasa dan hidupku mulai berwarna ketika Juan berada di sampingku. Tapi secepat itu Tuhan mengambilnya dariku. Aku baru saja mendapat tangan terhangat yang sudi memelukku di saat sedih dan bahagia. Tapi tangan itu sudah ditarik oleh Tuhan kembali. Sepertinya Tuhan tidak menginginkan aku untuk bahagia selamanya.
***
"Siapa gadis itu?" tanya James Elard Connor soal gadis yang menarik perhatiannya. Bajunya hitam lusuh wajahnya berurai air mata membuat James penasaran.
Dari 1 jam yang lalu gadis tersebut menangis tak berdaya di atas kuburan Juan Lucano Connor, kembarannya. James bertanya-tanya dengan kehadirannya di tengah kerumunan pelayat, wajahnya sangat asing.
"Gadis itu yang kamu maksud?" tanya Vanda Barbara Connor. Dengan tatapan lemahnya yang berderai air mata dan dengan dagunya dia menunjuk Daisha Cheryl. Barusan dia menyeka air matanya.
Vanda adalah Ibunda si kembar James dan Juan sekaligus istri dari Dylan Connor pendiri State Group salah satu perusahaan terbesar di Asia tenggara.
"Ya dia," jawab James.
"Gadis itu, gadis yang disukai Juan yang sering dia ceritakan padaku! Aku kira Putraku menyukai gadis yang selevel dengan kita, ternyata dia hanyalah gadis jelata!" gerundel nya.
"Oh ya? Ckckck selera Juan jelek sekali," ucap James mengejek mendiang Juan.
"Sangat tidak habis pikir ternyata dia berasal dari panti asuhan yang rutin mendapat donasi dariku, maka sebab itulah Juan tidak ingin memberitahu latar belakang gadis itu kepadaku karena dia hanyalah seorang gadis panti!" timpal Vanda.
Vanda sangat terpukul almarhum putranya mencintai seorang gadis jelata, bahkan menjelang kematiannya Juan berpesan dalam secarik surat agar mengeluarkan Daisha dari panti asuhan dan tinggal di kediaman Connor. Sehingga itu membuat Vanda sangat sedih dan kesal.
"Jadi selama ini mereka berpacaran diam-diam di belakang Ibu? Luar biasa sekali Juan, dia bisa mencoreng nama baik keluarga Connor jika semua orang tahu hubungannya itu," ucap James terus mengompor-ngompori Vanda.
"Aku pusing! Harus kuapakan gadis itu? Putraku memintaku untuk membawanya ke Constone, tapi aku tidak ingin melakukannya, tidak bisa sembarangan memasukkan orang asing ke Constone, semuanya perlu persetujuan dari Ayahmu! Jika tidak Ayahmu akan marah! Untungnya Ayahmu masih sibuk dengan pekerjaannya, jikalau dia melihat gadis itu menangis-nangis di atas kuburan Juan, aku tak bisa membayangkan reaksinya bagaimana," ucap Vanda.
"Di saat seperti ini Ibu masih memikirkan reputasi Juan, lagi pula dia sudah menjadi mayat," gumam James sangat lirih sampai Vanda tidak bisa mendengarnya.
"Aku bingung pada putraku sendiri, kenapa seleranya begitu rendahan sekali, apa istimewanya gadis itu sampai-sampai memintaku membawanya ke Constone!" kelakar Vanda dengan nada kesal. Padahal suaranya hampir hilang karena menangis seharian atas kepergian putranya.
James mengusap dengan sungkan pundak ibunya.
"Tenang Bu! Jangan menyalahkan Juan lagi, dia sudah tenang di alam sana," ucap James dengan simpati palsu.
Vanda bimbang, apakah harus dia bawa gadis itu ke Constone atau tidak melakukannya. Akan tetapi dia sangat takut Juan tidak tenang dalam kuburnya.
Saat hatinya sedang berkabung kehilangan Juan, di lain sisi dia juga takut salah langkah jika membawa Daisha ke Constone.
"Kita tidak perlu persetujuan Ayah untuk membawanya ke Constone, lagi pula siapa yang sudi menjadikan gadis jelata bagian dari keluarga terhormat seperti Connor," ucap James sembari senyum menyeringai.
"Tidak ada yang gratis di dunia ini, termasuk menjadi bagian keluarga Connor," timpalnya lagi.
"Maksudmu?" tanya Vanda bingung. Kedua alisnya bertaut.
"Jadikan saja dia pembantu, Ayah tidak perlu tau apa yang terjadi dan pastinya Ayah tidak akan mencurigainya, gadis itu perlu membayar kebaikan Juan yang menginginkannya keluar dari panti asuhan, setidaknya pembantu keluarga kami mendapat jaminan yang bagus," kata James melanjutkan.
"Itu ide yang buruk James, kau ingin melakukannya demi Juan?" tanya sang Ibu ragu.
"Tak usah dipikirkan Bu, biar aku saja yang urus, ayo kita kembali ke rumah, hari sudah hampir gelap!" ajak James sembari merangkul pundak Vanda.
***
Sejak setelah hari pemakaman Juan, Daisha keluar dari panti asuhan. Setelah perdebatan yang cukup panjang yang di lakukan asisten pribadi James untuk membujuk Daisha. Akhirnya gadis itu menerima permintaan mendiang Juan.
James tanpa dikawal body guard menjemput Daisha dari panti asuhan ke kediaman Connor yaitu Constone Mansion. Mereka hanya berdua saja.
Lain sisi, Daisha masih berkabung dan tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, matanya sembab. Seharian dia menangisi kepergian Juan. Pria baik yang sangat dia cinta dan sayangi.
Kesedihan tak bisa dibendung, air mata tetap saja mengalir. Apalagi kini saudara kembar Juan duduk bersebelahan dengannya. Meskipun kembar tak identik, tetap saja ada kemiripan di antara mereka yang membuatnya mengingat Juan. Dan parfum itu, baunya mirip yang dipakai Juan.
"Hapus air matamu! Aku benci melihat wanita menangis duduk di sampingku! Aku juga tidak mau adikku tersiksa gara-gara tangisanmu itu! Biarkan dia tenang dalam peristirahatannya!" kata James terdengar kasar.
Mata pria itu enggan menatap pada Daisha, sedikit memancarkan rasa jijik.
Meskipun James terlihat dingin dan tak mudah tersentuh. Mulutnya bisa sangat kejam menyakiti hati orang lain.
Buru-buru Daisha menyeka air matanya berusaha tegar. Juan sudah tidak ada lagi. Sekarang dia harus melanjutkan hidup sebagai pembantu mengabdi pada keluarga Connor. Dan menurunkan ekspektasinya bahwa James tidaklah sama seperti Juan.
Juan sosok yang lemah lembut. Sedangkan James pria yang kasar dan tegas. Karakter mereka sangat jauh berbeda.
Setibanya di Constone. Beberapa orang menyambut ramah James. Orang-orang berpakaian serba senada menunduk di hadapannya. Sontak Daisha kikuk, dia terus mengekor di belakang James. Dan sampailah dia dibawa ke area kamar tidur pelayan.
Seorang kepala pelayan bernama Merry yang usianya menginjak kepala 4 menghampiri James. Dia langsung paham apa maksud James sebelum James mengeluarkan kalimat perintah.
"Merry sebentar!" ujar Vanda yang tiba-tiba menghentikan langkah Merry dan Daisha.
Vanda menelisik penampilan Daisha dari ujung rambut sampai ujung kepala. Menatapnya dengan tatapan jijik.
"Tak kusangka dia berani menginjakkan kaki di sini, kau yakin melakukan ini James?" tanya Vanda pada putranya. Vanda kesal James tak mengingkari amanah Juan.
James hanya diam seolah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia hanya menjalankan perintah mendiang Juan.
"Sangat kampungan! Bisa-bisanya Juan mencintai gadis seperti dirimu!" cemooh Vanda. Kalimat itu terdengar menyakitkan untuk Daisha yang tidak tau apa-apa dan tidak punya daya apa-apa.
"Apa pendidikan terakhirmu?" tanya Vanda dengan wajah culas.
"A-aku tidak punya ijazah apa-apa Nyonya," jawab Daisha merasa rendah diri. Mulutnya menjawab terbata.
"Pantas saja!" balas Vanda dengan nada merendahkan.
"Apa kamu tidak tahu persyaratan utama untuk menjadi pembantu di rumah ini? Minimal mereka harus lulusan D3 perhotelan dan kamu tidak punya ijazah apapun? Huhh! Sungguh punya nyali kamu!" jelas Vanda dengan sombong.
Daisha makin tertunduk. Dia ketakutan dirinya dicaci maki. Ya dia sadari, gadis malang seperti dirinya yang tidak punya keluarga, tidak bersekolah tidak pantas tinggal di rumah besar ini. Apalagi tinggal dengan keluarga terhormat seperti Connor. Seharusnya tadi dia menolak saja dan langsung kabur dari James dan asistennya.
James mengutik pundak Vanda memintanya untuk mendekatkan telinga hendak berbisik.
"Bu! Tujuan awal kita adalah membuat Juan tenang di alam sana, soal itu biarkan gadis ini membayar dengan tenaganya, yang penting dia tinggal di sini kan, tanpa harus menjadi bagian keluarga Connor yang terhormat! Hanya demi Juan Bu, anak kesayangan Ibu!" ucap James. Menggiring opini ibunya agar sedikit mempercayainya.
Vanda terkesiap lalu mendelik tajam James.
"Ibu tidak sudi kan mempunyai menantu seperti dia? Maka dari itu biarlah dia menjadi pembantu di sini!" timpal James lagi berusaha meredakan emosi Vanda.
"Tidak! Aku yakin kau pun tak selera dengan gadis tidak jelas seperti dia bukan? Jangan sampai kau juga tertarik dengan gadis itu sama seperti Juan! Aku tidak sudi! Gadis itu tidak setara dengan kita bahkan jauh lebih rendah! Untung saja Juan lebih memilih mati ketimbang hidup sampai mati dengan gadis ini!" kelakar Vanda.
"Ya ampun! Aku mana mungkin menyukai gadis seperti dia! Seleraku berbeda dengan Juan! Dia terlalu rendahan!" sergah James lagi dengan pandangan sinis nya.
"Oke Ibu percaya padamu, tapi aku tidak mau dia tidur di kamar pelayan! Kamar itu terlalu layak untuknya! Biarkan saja dia tidur di gudang!" titah Vanda.
Serta merta Dylan Connor muncul membuat Vanda tersentak. Pria itu baru saja datang dari perjalanan bisnisnya di Swiss.
"Ada apa Vanda? Kenapa membuat keributan?" tanya Dylan.
"Ah suamiku, cepat sekali kau datang!" ucap Vanda penuh risau.
"Aku datang jam 2 tadi dan langsung pergi ke makam Juan," jelas Dylan.
Saat hari pemakaman putranya, Dylan berhalangan datang karena bisnis yang belum selesai di Swiss. Jadi dia mau tak mau harus merampungkan pekerjaaanya lebih cepat. Dia sangat menyayangkan putra penerusnya meninggal. Padahal Juan baru saja diangkat menjadi seorang Direktur di perusahaannya sendiri 6 bulan yang lalu.
"Ah syukurlah suamiku, ayo kita tidur! Kau pasti lelah sehabis perjalanan jauh kan, Ayo!" ajak Vanda sembari menggamit kedua bahu Dylan.
"Jelaskan padaku! Sebenarnya ada apa? Apa kau barusan memarahi James?" tanya Dylan yang gagal memahami situasi.
"Sayang! Siapa yang memarahi James sih?! Aku hanya sedang memperingatkan pembantu ini, dia habis membuat kesalahan! James hanya kebetulan di sini," jelas Vanda.
"Oh begitu, kukira ada masalah serius," ucap Dylan.
"Sama sekali tidak ada sayang, baiklah suamiku, ayo kita ke kamar! Sudah lama aku tidak berbicara berdua denganmu, James urusi dia ya! Ibu ingin mengobrol berdua dengan ayahmu," pinta Vanda. Wanita itu seolah terburu-buru membawa suaminya pergi dari situ.
"Hmmm baiklah! Merry! Bawa dia ke gudang!" titah James pada Merry segera.
Daisha tertegun mendengar titah James. Daripada gudang lebih baik dia tidur di kamar panti asuhan yang berdesakan dengan anak-anak. Tempat itu lebih layak ketimbang gudang yang kotor.
"Baik tuan muda," Merry mengangguk dan meminta Daisha mengikutinya.
"Nona Daisha ikuti saya!" pinta Merry.
Daisha ragu namun langkahnya terus menuruti Merry.
"Juan aku tak yakin dengan keputusanmu! Tapi ini terlalu merendahkanku!" batin Daisha bergumam.
"Di sini nona Daisha akan tidur! Selebihnya nona bisa membereskannya sendiri! Baik nona saya harus segera pergi! Selamat sore nona!" ucap Merry yang kemudian melenggang pergi. Dia hanya mengantarkan Daisha sampai depan pintu saja.
Sedangkan Daisha masih terpaku melihat pintu gudang yang kotor dan berdebu. Itu baru tampilan luar bagaimana tampilan dalamnya.
Daisha mencoba membuka pintunya lebar-lebar, hingga ada satu hal yang membuatnya sangat terkejut.
"Ya Tuhan! A-apa itu Juan yang melakukannya?Aku harap ini hanya delusiku," gumam Daisha.
Sebuah lukisan yang lumayan besar terpampang di dinding gudang. Awalnya lukisan itu tertutup oleh kain setengah view nya. Tapi entah kenapa kain itu jatuh terkena terpaan angin yang masuk dari pintu gudang yang terbuka. Daisha sangat terkejut melihat penampakan lukisan tersebut. Yang di ujung kanan bawah nya terdapat huruf inisial J. Sudah dapat dipastikan itu milik Juan. "Juan apakah benar ini lukisan mu?" gumam Daisha. Tangannya menyapu debu-debu yang menempel di lukisan tersebut. Meskipun dia tahu itu karya Juan, Daisha masih harus memastikan bahwa ini bukanlah delusinya. Sebegitu cintanya Juan terhadap dirinya selama ini dan dia perlu menyadarinya. "Serius kau melukis ini untukku? Kau tidak sempat memberikannya padaku Juan sayang, hari ulang tahunku satu bulan yang lalu, tapi kau mengalami koma di rumah sakit dan aku terkejut mengetahui kau sudah berada di surga, Juan lukisan ini sangat indah, kau memang pria yang romantis, aku menyukainya!" gumamnya lagi dengan senyuman kecil
Untuk menghindari kejaran wartawan, Dylan dan Vanda terus bersembunyi di State Group. Namun wartawan nampaknya tak kehabisan akal. Mereka berkumpul di halaman State Group yang sudah dijaga oleh banyak keamanan. "Aku tak mengerti, kenapa tiba-tiba saja wartawan berbondong-bondong datang ke Constone juga ke State Group sejak dua hari yang lalu, sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang berani membocorkan kabar duka ini?" ucap Vanda dengan emosi yang membuncah juga resah. Dia terus memandangi para wartawan tersebut yang terus memenuhi halaman di lantai bawah. Sedangkan Dylan diam saja nampak sedang berpikir. Menyanggahkan dagunya ke kedua tangannya yang bertaut. "Bagaimana ini sayang, pesaing pasti akan mengetahui berita ini, sedangkan kita tahu posisi Dirut kosong dan hanya Juan yang mampu mengelola perusahaan ini selain dirimu!" ucap Vanda panik. Jelas Vanda terlalu panik akan hal ini. Juan meninggal dianggap sebuah kelemahan lalu bagi para musuh bisnis ini adalah peluang bagi merek
Makan malam kali ini Dylan terang-terangan membicarakan ahli waris dan posisi Dirut kepada James. Mendengar hal itu membuat James tercengang. "Posisi Dirut untukku? Apa kau yakin Ayah? Sepertinya aku tidak sebaik itu untuk di andalkan, lagi pula aku tidak banyak tahu soal bisnis dan mengelola perusahaan, bukannya kalian tahu, masa kecilku kuhabiskan bersama nenek! Bukan dengan kalian," ucap James sambil mengunyah sirloinnya. Dia secara langsung menyindir kedua orangtuanya. Dylan dan Vanda hanya terdiam mendengar ocehan James. "Bagaimana dengan pendapat Ibu? Apa aku pantas menduduki posisi Dirut?" tanya James melanjutkan. "Kenapa kau tanya begitu padaku? Tentu saja aku setuju kau menduduki posisi itu, kau anak yang tertua di sini, siapa lagi yang harus di andalkan?" papar Vanda yang sedikit gelisah. Namun berusaha menutupinya. James mengangguk sembari tersenyum tipis. "Baiklah kalau begitu, aku akan terima tawaran Ayah, lalu kapan penobatan itu akan dilaksanakan?" tanya Jam
"Pagi-pagi begini kenapa sudah menggerutu?" goda James. Suara serak-serak basahnya terdengar seksi. Bulu kuduk Daisha merinding dibuatnya. Dada bidangnya terekpos di depan mata akibat semua kancing kemejanya terbuka. Wanita normal mana yang tidak terkesima melihat otot-otot indah itu terekspos apalagi bidang-bidang di perutnya yang sempurna. Hampir membuat Daisha frustasi. "Tuan biarkan aku mengerjakan tugasku sampai selesai! Aku tidak ingin nyonya Merry marah karena aku lamban membereskannya!" ucap Daisha dengan nada memohon. Dia tidak ingin terjerat dengan pesona pria jahat itu. "Kau lebih takut dengan Merry ketimbang padaku? Kau lucu sekali! Aku ini tuanmu Daisha, bukan si tua itu," seloroh James masih setengah sadar. "Huhh tapi! Ini tidak baik! Bagaimana jika dilihat orang lain?" ucap Daisha beralasan. Dia hanya ingin lepas dari pelukan James. Karena pada saat itu juga dia merasa jijik. Tapi sulit sekali membuatnya tertipu. Namun kemungkinan kedua bisa saja Ford tiba-tiba mas
Seharian Daisha dibuat frustasi oleh James. Pria jahat itu memperlakukannya seenak jidat. Bahkan beberapa kali James melakukan pelecehan dengan sengaja. Membuat Daisha jijik. Gerakan menghindar tak bisa menghentikan perbuatan James padanya. James selalu dapat menjebaknya dengan sekali perintah yang keras. Usaha menolak pun sia-sia. Penolakannya selalu mendapat penolakan balik dari James. Dia tengah dipermainkan, diperas tenaganya, dipermalukan dan dicaci. Bukan hanya fisik yang lelah tapi juga lelah mental yang dia rasakan. Daisha tengah duduk terdiam tak berdaya di dalam kamarnya. Menatap kosong tembok yang berada dihadapan. "Daisha kau kenapa? Wajahmu kelihatan pucat? Apa kau sakit?" tanya Lani seorang pelayan Connor, dia adalah teman sekamarnya. Melihat Daisha beberapa kali memegangi kepalanya, Lani pun mendekat. "Hei jawab aku? Apa kau merasa pusing?" tanya Lani khawatir. "Ah tidak Lani, aku hanya butuh istirahat sebentar," ucap Daisha. Gadis itu mulai berbaring di atas te
"Cara menyadarkan orang pingsan," gumam James fokus mencaritahu tentang informasi itu di internet. Sebelumnya dia tak pernah menghadapi langsung seseorang yang pingsan. Baru kali ini dia melihatnya dan kebingungan harus melakukan apa. "Tuan James! Kau sudah datang rupanya! Tamu rapat sudah menunggu anda," seru Ford menyapa James di depan pintu ruangan kerjanya. Ford terheran melihat bos nya teramat fokus menatap layar Hpnya. Sebenarnya apa yang sedang bos nya lakukan? "Apa ada yang membuat anda kesulitan? Raut wajah anda terlihat sangat serius?" tanya Ford. "Tuan muda!" seru Ford lagi. James buyar langsung mematikan Hpnya dan menaruhnya ke saku. "Kau mengganggu saja!" gertak James. "Maaf tuan muda, tapi tamu sudah berkumpul di ruang meeting," ucap Ford lagi menegaskan. James hanya menatap Ford tajam sembari beranjak menuju ruang meeting. Dia dengan gagah menyapa para tamu rapat dan duduk di kursi nya sebagai Dirut. Ford sebagai asisten pribadi hanya mendampingi James. Dia ju
Setelah kejadian semalam Daisha memikirkan cara untuk bicara dengan Vanda, meminta izin untuk membebaskannya dari sini. Lagi pula hanya Vanda yang tidak setuju jika dirinya tinggal di Constone, namanya bisa mencoreng nama baik Connor. Jika publik tahu gadis yang selama ini dipacari Juan adalah dirinya. Rencana itu lebih baik ketimbang dia memohon kebebasan kepada James. Pria itu pasti menolak dan malah mempermainkannya. Tapi jadwal pekerjaan Vanda terlalu padat. Dia hanyalah ibu-ibu sosialita yang mencari hubungan bisnis mewakili suaminya. Tapi teman-teman bisnis Dylan sangatlah luas. Vanda bisa melakukan pertemuan 3 sampai 4 kali di sebuah acara perharinya. "Nyonya Merry apa kamu tahu hari apa biasanya nyonya Vanda memiliki waktu senggang?" tanya Daisha. "Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Merry. "Uhmm aku hanya ingin berbicara dengan nyonya Vanda, berbicara serius, kira-kira kapan ya?" tanya Daisha lagi. Kini balas dengan wajah kikuk. "Aku rasa selama aku mengabdi di sin
Hari itu setelah 20 hari perjalanan Dylan dan Vanda ke Amerika berakhir. Dengan tekad yang sama Daisha bersikukuh untuk mengakhiri penderitaan ini. Memohon pada Vanda untuk dipecat, baginya itu adalah jalan termudah untuk kabur dari Constone. Terutama kabur dari siksaan James.Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Vanda sudah datang. Dia hanya tinggal mendekat dan berbicara padanya."Tenang lah Daisha, kau tinggal menghampirinya dan berbicara padanya, beres!" gumam Daisha meyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan sesuai rencananya.Panjang umur, Vanda muncul bersama Legina asisten pribadinya di lorong menuju tempat kerja Vanda."Ah kebetulan sekali, nyonya!" seru Daisha dengan kedua tangan yang saling menggenggam ke depan. Kakinya mengejar Vanda berusaha mensejajarkan. Tapi Vanda sudah jauh di depannya.Vanda terus berjalan acuh tak acuh seolah tak mendengarkan seruan Daisha, dia berusaha mengabaikan orang yang tak penting baginya. Apalagi gadis yang dia benci."Nyonya Vanda!" seru
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j