Setelah kejadian semalam Daisha memikirkan cara untuk bicara dengan Vanda, meminta izin untuk membebaskannya dari sini.
Lagi pula hanya Vanda yang tidak setuju jika dirinya tinggal di Constone, namanya bisa mencoreng nama baik Connor. Jika publik tahu gadis yang selama ini dipacari Juan adalah dirinya.
Rencana itu lebih baik ketimbang dia memohon kebebasan kepada James. Pria itu pasti menolak dan malah mempermainkannya.
Tapi jadwal pekerjaan Vanda terlalu padat. Dia hanyalah ibu-ibu sosialita yang mencari hubungan bisnis mewakili suaminya. Tapi teman-teman bisnis Dylan sangatlah luas. Vanda bisa melakukan pertemuan 3 sampai 4 kali di sebuah acara perharinya.
"Nyonya Merry apa kamu tahu hari apa biasanya nyonya Vanda memiliki waktu senggang?" tanya Daisha.
"Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Merry.
"Uhmm aku hanya ingin berbicara dengan nyonya Vanda, berbicara serius, kira-kira kapan ya?" tanya Daisha lagi. Kini balas dengan wajah kikuk.
"Aku rasa selama aku mengabdi di sini, nyonya Vanda punya waktu senggang yang tak menentu karena dia punya jadwal kesibukan yang padat, kalau kamu ingin bicara dengan nyonya Vanda katakan saja pada asistennya Legina, dia yang membuat jadwal acara nyonya Vanda," jelas Merry.
"Legina? Aku tidak tau yang mana Legina!"
"Dia yang suka memakai kacamata besar dan memakai seragam seksi dada terbuka, rambutnya selalu dicepol satu, dan dia selalu mengekor di belakang nyonya Vanda," papar Merry lagi.
Daisha terdiam, mengingat asisten Vanda yang bernama Legina. Pasti dia pernah melihatnya karena pertama kalinya dia datang ke sini. Vanda sedang berada di rumah.
"Apa Legina sering berada di sini?" tanya Daisha.
"Tidak juga, tapi dia akan kembali ke sini jika ada barang nyonya Vanda yang tertinggal," jelas Merry lagi.
"Oh begitu ya?"
"Iya begitulah, seharusnya kau tahu Daisha, bahwa nyonya Vanda dan tuan besar baru-baru ini sibuk karena bisnis mereka di luar negeri! Kau tidak sempat memperhatikannya?"
"Oh itu! Aku lupa nyonya, mungkin aku terlalu sibuk mengerjakan yang lain, ya sudah, terima kasih Nyonya Merry."
"Sama-sama."
Daisha keluar dari kamar Merry setelah menerima informasi darinya. Tiba-tiba James datang dari arah tak terduga. Senyuman mengerikannya itu membuat Daisha takut sekaligus jijik. Dia si pria mesum yang kemarin membuat dirinya hampir dilecehkan.
Tak mau terlibat drama, Daisha berjalan ke arah lain. Tapi dengan cepat James mencegat langkahnya dan menarik tangan Daisha.
"Hey mau kabur kemana?" sergah James.
Daisha menelan ludahnya kasar.
"Sini!" titah James.
"Lepaskan aku tuan! Aku mohon! Berhenti mengusikku!" ucap Daisha memohon seraya berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman James.
"Hari ini aku tidak akan mengusikmu Daisha, aku sedang dalam suasana hati yang baik!" ucap James lembut. Daisha tahu pria itu hanya berpura-pura lembut agar membuatnya terjebak lagi ke dalam lubang.
James merogoh sesuatu dari saku celananya mengeluarkan satu bungkus rokok dan diambilnya sebatang rokok dari situ.
"Duduk! Temani aku duduk!" titah James.
"Tapi tuan aku masih ada kerjaan yang lain," ucap Daisha berusaha menolak. Karena dia yakin setelah ini ada sesuatu yang mengejutkan.
"Duduk!" bentak James.
Daisha buru-buru duduk di samping James karena ketakutan. Emosinya sangat cepat berubah. Wajahnya tiba-tiba memerah seolah hendak meledak.
"Aku ingin merokok, tolong nyalakan koreknya!" pinta James.
"Mendengar kata tolong saja, dia masih menyebalkan bagiku!" batin Daisha.
Daisha pun hanya menuruti permintaannya, menyalakan korek dan menyulut rokok yang sudah terjepit di antara bibir seksi dan pink milik James. Meskipun dia seorang perokok, James memiliki bibir yang plumpy.
"Apa saudara kembarku merokok seperti ini di hadapanmu?" tanya James dengan smirk.
Daisha menggeleng, karena memang Daisha tidak pernah melihat Juan merokok.
"Wah kamu harus tahu, kalau Juan akan merokok jika sedang stress berat!" papar James.
Daisha tidak peduli dengan itu. Yang terpenting Juan selalu menghargainya, bahkan untuk merokok pun dia tidak akan melakukannya ketika sedang bersama. Karena umumnya wanita tidak suka pria perokok.
"Kamu tahu, sebentar lagi aku akan menjadi pewaris dari State Group! Dan aku akan mengawali kehidupan bahagiaku," ucap James, matanya memancarkan sebuah harapan besar. Tapi kenapa terdengar menyedihkan untuk Daisha. Daisha seolah merasa pria ini telah menyembunyikan rasa sedihnya selama bertahun-tahun.
"Dan aku tidak akan meninggalkan kesempatan berharga ini, setelah sekian lama aku berusaha mewujudkan kebahagiaanku dan sekarang lah saatnya aku memetik apa yang harusnya menjadi milikku," ucap James lagi.
Daisha merasakan hal aneh pada James. Kenapa dia mengatakan rasa bahagianya pada dirinya.
Terlebih soal rasa benci, perilaku buruk dan perkataan buruknya yang telah dia lakukan padanya kemarin. Seolah-olah dia merasa tidak pernah terjadi apa-apa.
Apakah dia seorang bipolar?
"Kenapa kau diam saja? Apa dari tadi kau tidak mendengarkan ucapanku?!" protes James.
"A-aku mendengarnya tuan, aku hanya sedang menyimak apa yang disampaikan tuan," elak Daisha seraya ketakutan. Sebab James berusaha mendekatkan wajahnya.
"Kemarin malam kau berani melawan perkataanku! Kenapa sekarang tidak?" tanya James. Daisha membatu, apa yang harus dia jawab.
"Apa yang kau bicarakan dengan Merry tadi? Apa itu obrolan serius?" tanya James. Daisha makin membatu, matanya membulat penuh dan jantungnya melorot mendengar kalimat tanya itu.
"A-aku, i-itu bukan obrolan serius," ucap Daisha berusaha mengelak.
"Kalau ingin bicara dengan Vanda, itu artinya obrolan serius, ingin kubantu berbicara dengan Vanda?" cecar James, wajah tampan nan mengerikan itu semakin memojokkan Daisha.
Mendekat, semakin mendekat ke wajahnya. Ditambah senyuman mengerikan itu semakin lebar.
"Kau ingin kabur dari sini dan meminta Vanda untuk melepaskanmu? Cihh jangan harap nona Daisha Cheryl! Jangan harap kau kabur dariku!" bisik James. Suara bass dan bibir yang hampir menyentuh telinganya itu membuat Daisha bergidik ngeri.
Terlebih pria licik nan mengerikan ini tahu apa yang dia rencanakan. Darimana James mengetahuinya? Padahal rencana itu tak satupun orang mengetahui bahkan Merry saja tak diberitahu.
"Sudah susah payah aku membawamu ke sini dan tak akan aku biarkan kau kabur dari sini, tak akan kubiarkan kau bebas!" ucap James menatap Daisha tajam.
Daisha terus membatu dengan kalimat-kalimat yang diucapkan James. Hatinya mulai panik, dia ingin kabur dan lepas dari cengkraman James. Tapi urat-urat tubuhnya seperti kaku.
"Kau tahu sayang, kau dibawa ke Constone bukan atas permintaan Juan, tapi atas permintaanku sendiri."
Daisha tertegun dengan kalimat itu. Apa semuanya ini? Apa dari awal semuanya adalah jebakan?
Hari itu setelah 20 hari perjalanan Dylan dan Vanda ke Amerika berakhir. Dengan tekad yang sama Daisha bersikukuh untuk mengakhiri penderitaan ini. Memohon pada Vanda untuk dipecat, baginya itu adalah jalan termudah untuk kabur dari Constone. Terutama kabur dari siksaan James.Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Vanda sudah datang. Dia hanya tinggal mendekat dan berbicara padanya."Tenang lah Daisha, kau tinggal menghampirinya dan berbicara padanya, beres!" gumam Daisha meyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan sesuai rencananya.Panjang umur, Vanda muncul bersama Legina asisten pribadinya di lorong menuju tempat kerja Vanda."Ah kebetulan sekali, nyonya!" seru Daisha dengan kedua tangan yang saling menggenggam ke depan. Kakinya mengejar Vanda berusaha mensejajarkan. Tapi Vanda sudah jauh di depannya.Vanda terus berjalan acuh tak acuh seolah tak mendengarkan seruan Daisha, dia berusaha mengabaikan orang yang tak penting baginya. Apalagi gadis yang dia benci."Nyonya Vanda!" seru
Semua penghuni Constone sibuk. Mereka sedang menyiapkan perlengkapan acara juga hidangan untuk kolega-kolega Dylan Connor. Acara 20 tahun berdirinya State Group tepat di tanggal ulang tahun Dylan Connor yang diselenggarakan di area Golf Constone. Yap Mansion Constone punya lapangan Golf luas tepat di sampingnya. Dan itu dibuat atas kemauan Dylan yang hobi bermain Golf.Ratusan anggota tim penyelenggara sedang sibuk mendekor tempat acara yang dilaksanakan di lokasi terbuka yang hampir 100% siap bersama dengan banyak karyawan asli State Group.Di bagian makanan berat dan dessert. Pelayan mendapat bantuan dari koki-koki ternama yang didatangkan langsung dari Australia dan Singapura.Para tamu mulai berdatangan. Mereka menyapa tuan rumah siempunya acara dan diminta menikmati hidangan sebelum acara inti berlangsung. Mereka juga mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya putra kesayangan pemilik State Group, Juan Lucano Connor yang terjadi 40 hari yang lalu.Daisha memperhatikan kolega-ko
"Kemana anak itu? Satu jam yang lalu aku melihatnya, kenapa sekarang menghilang?" ucap Vanda carut marut seraya berdecak kesal karena James tidak kunjung datang ketika acara intinya akan dimulai. Keluhan itu didengar oleh sang suami, Dylan. Dylan berusaha menenangkan istrinya. Karena tidak ingin raut wajahnya yang marah itu menjadi perhatian para tamu. Kedua tangannya bergerak menggamit kedua sisi bahu istrinya. "Sayang tenanglah pasti James akan muncul sebentar lagi," ucap Dylan sembari mengelus pundak istrinya. Namun usaha itu sia-sia dan semakin membuat Vanda tidak tenang. "Aku harus telpon dia! Dia memang anak yang menyusahkan!" tukas Vanda seraya meraih HP di dalam tas. Ekspresi tidak tenangnya itu tergambar jelas, bahkan saat menunggu James mengangkat telponnya. Selesai menelpon James, Vanda kembali duduk di samping suaminya. Dylan mengetahui wajah Vanda yang semakin menekuk. Melipat kedua tangannya di depan dada, nampak seperti Vanda yang tidak profesional. Tidak seperti
Henley anak bungsu keluarga Connor telah kembali. Dia baru saja mendapat hari libur kuliahnya di Canada dan pulang ke Indonesia. Tentu kedatangan Henley yang secara tiba-tiba tanpa memberi kabar mereka terlebih dahulu membuat Dylan dan Vanda terkejut. Mereka sempat tidak percaya bahwa Henley sudah berada di sini. "Henley! Kok pulang tidak beritahu kami sih? Ibu kaget sekali loh tadi," ucap Vanda kembali memeluk Henley kesekian kalinya. "Hahaha maaf ya, Henley memang sengaja ingin beri kejutan untuk kalian, Ayah dan Ibu sehatkan?" tanya Henley, matanya sedikit berkaca-kaca. Dia tidak bisa menahan kerinduannya terhadap Dylan dan Vanda. "Kami sehat sayang!" jawab Vanda lembut, tangannya membelai rambut Henley sayang. Vanda tidak menyangka anak bungsunya sudah dewasa dan sangat tampan. Dia tak henti-hentinya membelai rambut Henley. Sudah belasan tahun mereka tidak bertemu. "Ayah sangat sehat Henley, lihat lah!" jawab Dylan sambil tersenyum. Pria tua itu berpose menunjukkan tubuhnya y
"Ayah! Ibu! Orang yang aku temui tadi kenapa mirip Juan?" tanya Henley tiba-tiba. Dia sengaja menggiring kedua orangtuanya di tempat yang tidak banyak orang di sana. Dylan dan Vanda sangat terkejut. Mata mereka sama-sama membola mendengar pertanyaan Henley. "Jelaskan padaku? Sebenarnya ada apa? Apa yang sudah terjadi?" tanya Henley, berharap sebuah penjelasan apa yang dia rasakan dan dia lihat waktu di acara tadi. Alisnya mengkerut, matanya menatap fokus pada Dylan dan Vanda. Ketiga orang Connor itu duduk berhadapan. Dua lawan satu. Henley menatap kedua orangtuanya seolah sedang mengintrogasi mereka. Sedang Dylan dan Vanda saling bersitatap, bingung harus berkata apa pada Henley. Karena sebelumnya mereka berdua sengaja tidak memberitahu Henley bahwa kakak kesayangannya meninggal. Mereka hanya tidak ingin membuat Henley khawatir dan terganggu. "Ayah! Ibu! Cepat katakan?!" desak Henley dengan menggebrak meja. Dia tidak sabaran dan ingin cepat mendengar penjelasan dari Ayah dan Ibun
"Bagaimana? Apakah gadis itu sudah sadar?" tanya James pada Ford melalui telfon. "Tuan muda menanyakan dia karena khawatir?" Ford balik bertanya. Dia tidak bermaksud menggoda tuannya. Tapi terdengar seperti salah paham di telinga James, pria kaku itu malah mengelak dengan serius. "Cih! Buat apa aku khawatir dengan gadis itu? Aku hanya memastikan apakah dia masih ada di bawah pengawasanmu atau tidak?!" elak James dengan muka sinis dan sok abai nya itu. Padahal James benar-benar khawatir dengan kondisi Daisha. "Dia masih ada di sini tuan, aku masih menjaganya, dia belum tersadar juga padahal dokter bilang tidak ada kondisi yang serius yang dialaminya, menurutku waktu 2 jam cukup lama untuk seseorang yang pingsan," jelas Ford. Faktanya sekarang ini Daisha masih dalam keadaan tidak sadar sudah hampir 2 jam. Ford bingung entah kenapa penyebabnya sampai Daisha begini. "Yang benar saja? 2 jam dia belum sadarkan diri? Apa ciumanku sekuat itu?" tanya James polos. Ford membayangkan bagaima
"Semoga aku tidak mendapat masalah setelah ini," gumam Ford bersuara lirih sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia berdiri di ambang pintu memperhatikan Daisha yang tengah duduk di atas ranjang pasien dengan seorang Dokter wanita yang sibuk membalut lengan dan bahunya yang terluka akibat gesekan trotoar. Ford berjalan mendekati ranjang Daisha melakukan aksi protesnya pada gadis itu. Kalau saja dia tidak selamat akibat aksi heroik nya yang gagal. Dia bisa mati dan Ford lah yang akan dapat masalah juga. "Hei nona! Bisa tidak kau jangan membuat ulah lagi? Kau berusaha kabur tapi membuat dirimu sendiri terluka! Apa kau tidak sayang dengan nyawamu sendiri?!" omel Ford menatap sengit Daisha. Ford akui, gadis itu sangat pemberani dan rela mengorbankan nyawanya demi orang lain. Sebelumnya dia tidak pernah bertemu gadis sepemberani Daisha. Pria itu berjalan ke sebuah kursi yang tak jauh dari ranjang pasien. Dan duduk bersandar dengan santai sambil melipat kedua tangannya di dada.
Beberapa kali jari jemari James mengetuk-ngetuk meja. Jelas terukir kecemasan di wajah tampan James menambah kesan tegas dan berwibawa. Kini pikirannya dihinggapi beberapa masalah yang mengganggunya. Yang pertama yang paling mengganggunya adalah kedatangan Henley yang begitu tiba-tiba ke Constone dan datang dengan status sebagai anak bungsu Connor. Dan yang kedua adalah Daisha yang dikatakan oleh Ford sempat kabur dari rumah sakit dan bahkan hampir mengalami kecelakaan. Pria itu memundurkan tubuhnya hingga menempel ke sandaran kursi kerjanya. Menengadah menatap langit-langit atap dengan pandangan semu. Sejenak James menepikan rasa cemas nya itu, berpikir lebih tenang seperti yang biasanya dia lakukan. Mengatur napasnya lebih dalam dan rileks. "Setidaknya aku sudah menjadi direktur utama State Group, tapi... Aku masih merasa takut ada kegelapan dan kesedihan besar yang menjemputku di depan sana dan... Henley? Bagaimanapun tak bisa menggeser posisiku karena Dylan lebih berpengaruh da
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j