Makan malam kali ini Dylan terang-terangan membicarakan ahli waris dan posisi Dirut kepada James.
Mendengar hal itu membuat James tercengang.
"Posisi Dirut untukku? Apa kau yakin Ayah? Sepertinya aku tidak sebaik itu untuk di andalkan, lagi pula aku tidak banyak tahu soal bisnis dan mengelola perusahaan, bukannya kalian tahu, masa kecilku kuhabiskan bersama nenek! Bukan dengan kalian," ucap James sambil mengunyah sirloinnya.
Dia secara langsung menyindir kedua orangtuanya. Dylan dan Vanda hanya terdiam mendengar ocehan James.
"Bagaimana dengan pendapat Ibu? Apa aku pantas menduduki posisi Dirut?" tanya James melanjutkan.
"Kenapa kau tanya begitu padaku? Tentu saja aku setuju kau menduduki posisi itu, kau anak yang tertua di sini, siapa lagi yang harus di andalkan?" papar Vanda yang sedikit gelisah. Namun berusaha menutupinya.
James mengangguk sembari tersenyum tipis.
"Baiklah kalau begitu, aku akan terima tawaran Ayah, lalu kapan penobatan itu akan dilaksanakan?" tanya James yang sudah tidak sabar.
"Haruskah ada acara penobatan?" tanya Dylan.
"Menurutku itu harus!" jawab James.
"Dengarkan Ayah! Kau bisa langsung menempati posisi itu dan mulai belajar mengelola perusahaan terlebih dahulu," jelas Dylan berusaha membujuk James.
"Acara penobatan?" sergah James lagi dengan pertanyaan.
"Acara itu juga akan kuadakan James, hanya saja kita tunggu waktu sampai semuanya reda, kau paham?" jelas Dylan dengan sabar.
"Ya aku paham Ayah," balas James.
"Kau ini kenapa bersikeras sekali untuk acara penobatan?" tanya Vanda dengan sinis.
"Aku ingin semua orang tahu bahwa akulah Dirut dan pewaris State Group yang baru," jelas James dengan bangga. Dia menangkap wajah penuh kekesalan itu pada Ibunya.
"Huhhh! Percaya diri sekali," ucap Vanda pelan hampir tak terdengar.
***
"Tuan besar dan Nyonya sudah terbang ke Amerika tuan muda," papar Ford.
"Lalu? Apa peduliku?" ucap James acuh tak acuh.
Ford terkesiap mendengar jawaban James.
"A-aku hanya memberitahu saja tuan," jawab Ford.
"Aku mau pergi!" kata James.
"Kemana? Apa perlu kuantar?" tanya Ford.
"Tidak perlu! Aku ingin mengemudi sendiri, lebih baik kau mengerjakan yang lain saja, hari ini hari terakhirku untuk bebas, aku ingin menikmati sisa waktu bebasku sendirian, oke?" ucap James.
"Ah baiklah tuan."
"Mana kuncinya?"
Ford memberikan kunci mobil pada James.
Pria itu keluar dari Constone sendirian. Melajukan mobilnya menuju diskotik di pusat kota. Kesendirian tak bisa membuatnya mati kutu. Dari dulu James sudah berdamai dengan rasa sepinya. Dia percaya tidak ada manusia yang benar-benar tulus untuk orang lain. Mereka mempunyai tujuannya masing-masing. Individualisme itu nyata baginya.
James duduk sembari memesan segelas wiski. Tak cukup puas, dia pun terus meminta wiski setiap kali gelasnya kosong.
Tak lama halusinasi mulai berdatangan, kepala terasa ringan seperti mau melayang. James bergumam sendiri sambil menikmati alunan musiknya.
"Hahaha akhirnya hari kemenanganku telah tiba," ucap James dengan tawa lemah.
"Hey pria tampan, kau mabuk ya? Mau aku temani tidak?" tanya seorang wanita malam yang tiba-tiba mendekatinya. Bukan hanya seorang tapi ada 4 orang.
"Pria ini benar mabuk, dia bisa jadi sasaran empuk kita."
"Lihat pakaiannya, sepertinya dia pria kaya."
"Wajahnya menurutku tidak asing sih, mirip pewaris State Group."
"Iya benar, yang namanya Juan itu kan."
"Hai tampan! Bagaimana kalau kita pergi ke hotel saja?" tanya salah satu dari mereka.
"Heh aku juga mau!"
"Dia itu bagianku!"
"Enak saja, aku dulu yang menyapanya!"
Mereka berempat berebut James, menariknya kesana kemari.
"Hey! Lepaskan! Kalian siapa sih? Berisik sekali!" bentak James yang berlalu pergi. Namun ke 4 wanita itu mengekorinya.
"Ayolah tampan, pasti kamu butuh teman tidur kan?" goda mereka dengan menggelayut di tubuh James. Tubuh James seperti terpelanting kesana kemari.
Gusar, James menepis mereka dengan satu kali hentakan.
"Heh kalian pikir kalian siapa? Kalian itu tidak sama dengan gadis itu!" bentak James lagi sambil menunjuk kesal ke arah mereka.
"Gadis siapa?"
"Gadis siapa yang dia maksud?"
"Apa pacarnya?"
Mereka bingung dan bertanya satu sama lain, siapa gadis yang James maksud.
***
Sambil membersihkan debu-debu yang menempel di meja. Daisha mengamati foto-foto yang terpampang di ruang tengah yang megah itu. Matanya tertuju pada foto keluarga di mana Dylan, Vanda, Juan dan salah seorang bocah laki-laki asing yang berpose di dekat Dylan berfoto bersama di sebuah taman bermain.
Setiap kali melihat gambaran Juan, Daisha tiba-tiba saja merasakan sedih yang teramat dalam.
"Andai saja waktu itu aku tidak membiarkanmu pulang, pasti kecelakaan itu tidak akan terjadi," gumam Daisha lirih.
"Hey Daisha!" seru salah satu rekan pelayan Daisha memecah kesedihannya.
"Ya ampun kau lagi! Kenapa mengagetkanku terus?" tanya Daisha kesal.
"Hehehe maafkan aku Daisha, matamu berair, apa kamu menangis?" tanyanya.
"Ah tak apa, ini hanya debu yang masuk!" elak Daisha.
"Oh begitu, kau dipanggil senior ke ruangannya tuh!"
"Nyonya Merry?"
"Iya lalu siapa lagi?"
"Oh ok baiklah! Aku ke sana," ucap Daisha.
Daisha segera pergi menemui Merry yang berada di ruang kepala pelayan. Ditemuinya Merry yang tengah berdiri memunggunginya seperti sedang mengawasi sesuatu keluar Jendela.
"Kau mencariku nyonya Merry?" tanya Daisha.
"Betul, duduk sini!"
Dia pun duduk memenuhi perintah Merry. Dengan wajah yang sedikit tegang menunggu Merry berbicara.
"Aku hanya ingin memberitahu bahwa kamu sekarang sudah beralih tugas menjadi pelayan khusus tuan muda James," papar Merry.
"Apa?!" Daisha syok mendengar pemaparan Merry.
"Tuan muda sudah mengatakan padamu sebelumnya bukan?" tanya Merry tegas.
Akan tetapi Daisha hanya menggeleng. Tidak tahu pasti kapan pria itu mengatakannya tapi yang jelas Daisha tak sudi menjadi pelayan khususnya.
"Nyonya Merry aku tidak ingin jadi pelayan khusus tuan muda," papar Daisha.
"Kenapa?" tanya Merry tegas.
"Pokoknya aku tidak bisa nyonya!" tolak Daisha.
"Ini perintah! Tidak boleh ada penolakan!" kali ini Merry marah.
"Baru kali ini aku dapat bawahan yang tidak bisa diatur! Kurang ajar sekali kamu membantah perintahku!" bentak Merry, matanya melengos sinis.
Daisha menunduk takut, mencoba memasrahkan dirinya dan menerima perintah itu.
"Lalu apa yang harus aku lakukan saat menjadi pelayan khusus tuan James? Apakah itu rumit?" tanyanya sungkan hanya sekedar basa-basi saja, sebenarnya dia benar-benar tak sudi menjadi pelayan khusus James. Itu semakin menjerumuskan dirinya ke lubang neraka.
"Kau hanya harus melayani tuan James, menuruti perintahnya dan tidak boleh melawan!" jelas Merry.
Mendengarnya bagaikan penderitaan yang tiada akhir. Daisha termenung gelisah, apa yang harus dia persiapkan untuk menghadapi James dan amarahnya itu.
"Daisha! Jangan diam saja! Cepat pergi ke kamar tuan muda James! Ambil baju-baju kotornya dan bersihkan setiap sudut kamarnya!" bentak Merry.
Daisha terkejut mendapat bentakan dari Merry yang biasanya tak menampilkan emosinya itu. Sudah beberapa kali dia mendapat bentakan dari Merry. Padahal dia kira Merry adalah orang yang baik dan lembut.
"Ba-baik nyonya."
Daisha pasrah, tak ada pilihan lain. Dengan langkah gontai, dia terpaksa masuk ke kamar James. Dengan membawa keranjang baju di tangannya.
Tatkala pintu kamar itu dibuka. Pemandangan tak mengenakan nampak di depan mata.
"Kamar nya berantakan sekali!" keluh Daisha. Melihat baju-baju kotor berserakan di lantai membuat Daisha frustasi.
"Apa sebelumnya pelayan-pelayan itu tidak masuk kemari mengambil baju-baju kotor ini?! Aneh sekali! Kenapa banyak sekali baju kotor nya!" Gerundel Daisha sembari memunguti baju-baju yang berserakan di lantai itu.
Daisha beralih memunguti baju yang berada di atas kasur. Dan mendapati James tertidur dengan pulas dengan kemeja yang acak-acakan.
"Astaga! Wajah yang buas itu! Ternyata terlihat lemah juga ya jika sedang tidur begitu," gumam Daisha lalu sekejap menyadarkan dirinya sendiri. Hampir saja dia membayangkan pria ini adalah Juan. Sebab wajah mereka yang sangat mirip dan sama-sama manis.
"Ah apa yang aku katakan! Dia tetap pria jahat yang otoriter! Jika dia terbangun pasti aku akan jadi santapan amarahnya! Lebih baik aku cepat-cepat membereskan ini!" ucap Daisha buru-buru memunguti baju-baju kotor itu.
Namun tangan besar James menarik tubuhnya ke dalam dekapan secara tiba-tiba. Akibatnya Daisha terjerembab beserta keranjangnya.
"Aaaa! Tu-tuan lepaskan!"
Daisha memberontak mengerahkan perlawanan. Namun tenaga James lebih besar darinya. Dia tak akan mampu melepas dekapannya itu.
"Tuan tolong lepaskan!" ucap Daisha memohon.
"Pagi-pagi begini kenapa sudah menggerutu?" goda James dengan suara serak-serak seksinya.
"Pagi-pagi begini kenapa sudah menggerutu?" goda James. Suara serak-serak basahnya terdengar seksi. Bulu kuduk Daisha merinding dibuatnya. Dada bidangnya terekpos di depan mata akibat semua kancing kemejanya terbuka. Wanita normal mana yang tidak terkesima melihat otot-otot indah itu terekspos apalagi bidang-bidang di perutnya yang sempurna. Hampir membuat Daisha frustasi. "Tuan biarkan aku mengerjakan tugasku sampai selesai! Aku tidak ingin nyonya Merry marah karena aku lamban membereskannya!" ucap Daisha dengan nada memohon. Dia tidak ingin terjerat dengan pesona pria jahat itu. "Kau lebih takut dengan Merry ketimbang padaku? Kau lucu sekali! Aku ini tuanmu Daisha, bukan si tua itu," seloroh James masih setengah sadar. "Huhh tapi! Ini tidak baik! Bagaimana jika dilihat orang lain?" ucap Daisha beralasan. Dia hanya ingin lepas dari pelukan James. Karena pada saat itu juga dia merasa jijik. Tapi sulit sekali membuatnya tertipu. Namun kemungkinan kedua bisa saja Ford tiba-tiba mas
Seharian Daisha dibuat frustasi oleh James. Pria jahat itu memperlakukannya seenak jidat. Bahkan beberapa kali James melakukan pelecehan dengan sengaja. Membuat Daisha jijik. Gerakan menghindar tak bisa menghentikan perbuatan James padanya. James selalu dapat menjebaknya dengan sekali perintah yang keras. Usaha menolak pun sia-sia. Penolakannya selalu mendapat penolakan balik dari James. Dia tengah dipermainkan, diperas tenaganya, dipermalukan dan dicaci. Bukan hanya fisik yang lelah tapi juga lelah mental yang dia rasakan. Daisha tengah duduk terdiam tak berdaya di dalam kamarnya. Menatap kosong tembok yang berada dihadapan. "Daisha kau kenapa? Wajahmu kelihatan pucat? Apa kau sakit?" tanya Lani seorang pelayan Connor, dia adalah teman sekamarnya. Melihat Daisha beberapa kali memegangi kepalanya, Lani pun mendekat. "Hei jawab aku? Apa kau merasa pusing?" tanya Lani khawatir. "Ah tidak Lani, aku hanya butuh istirahat sebentar," ucap Daisha. Gadis itu mulai berbaring di atas te
"Cara menyadarkan orang pingsan," gumam James fokus mencaritahu tentang informasi itu di internet. Sebelumnya dia tak pernah menghadapi langsung seseorang yang pingsan. Baru kali ini dia melihatnya dan kebingungan harus melakukan apa. "Tuan James! Kau sudah datang rupanya! Tamu rapat sudah menunggu anda," seru Ford menyapa James di depan pintu ruangan kerjanya. Ford terheran melihat bos nya teramat fokus menatap layar Hpnya. Sebenarnya apa yang sedang bos nya lakukan? "Apa ada yang membuat anda kesulitan? Raut wajah anda terlihat sangat serius?" tanya Ford. "Tuan muda!" seru Ford lagi. James buyar langsung mematikan Hpnya dan menaruhnya ke saku. "Kau mengganggu saja!" gertak James. "Maaf tuan muda, tapi tamu sudah berkumpul di ruang meeting," ucap Ford lagi menegaskan. James hanya menatap Ford tajam sembari beranjak menuju ruang meeting. Dia dengan gagah menyapa para tamu rapat dan duduk di kursi nya sebagai Dirut. Ford sebagai asisten pribadi hanya mendampingi James. Dia ju
Setelah kejadian semalam Daisha memikirkan cara untuk bicara dengan Vanda, meminta izin untuk membebaskannya dari sini. Lagi pula hanya Vanda yang tidak setuju jika dirinya tinggal di Constone, namanya bisa mencoreng nama baik Connor. Jika publik tahu gadis yang selama ini dipacari Juan adalah dirinya. Rencana itu lebih baik ketimbang dia memohon kebebasan kepada James. Pria itu pasti menolak dan malah mempermainkannya. Tapi jadwal pekerjaan Vanda terlalu padat. Dia hanyalah ibu-ibu sosialita yang mencari hubungan bisnis mewakili suaminya. Tapi teman-teman bisnis Dylan sangatlah luas. Vanda bisa melakukan pertemuan 3 sampai 4 kali di sebuah acara perharinya. "Nyonya Merry apa kamu tahu hari apa biasanya nyonya Vanda memiliki waktu senggang?" tanya Daisha. "Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Merry. "Uhmm aku hanya ingin berbicara dengan nyonya Vanda, berbicara serius, kira-kira kapan ya?" tanya Daisha lagi. Kini balas dengan wajah kikuk. "Aku rasa selama aku mengabdi di sin
Hari itu setelah 20 hari perjalanan Dylan dan Vanda ke Amerika berakhir. Dengan tekad yang sama Daisha bersikukuh untuk mengakhiri penderitaan ini. Memohon pada Vanda untuk dipecat, baginya itu adalah jalan termudah untuk kabur dari Constone. Terutama kabur dari siksaan James.Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Vanda sudah datang. Dia hanya tinggal mendekat dan berbicara padanya."Tenang lah Daisha, kau tinggal menghampirinya dan berbicara padanya, beres!" gumam Daisha meyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan sesuai rencananya.Panjang umur, Vanda muncul bersama Legina asisten pribadinya di lorong menuju tempat kerja Vanda."Ah kebetulan sekali, nyonya!" seru Daisha dengan kedua tangan yang saling menggenggam ke depan. Kakinya mengejar Vanda berusaha mensejajarkan. Tapi Vanda sudah jauh di depannya.Vanda terus berjalan acuh tak acuh seolah tak mendengarkan seruan Daisha, dia berusaha mengabaikan orang yang tak penting baginya. Apalagi gadis yang dia benci."Nyonya Vanda!" seru
Semua penghuni Constone sibuk. Mereka sedang menyiapkan perlengkapan acara juga hidangan untuk kolega-kolega Dylan Connor. Acara 20 tahun berdirinya State Group tepat di tanggal ulang tahun Dylan Connor yang diselenggarakan di area Golf Constone. Yap Mansion Constone punya lapangan Golf luas tepat di sampingnya. Dan itu dibuat atas kemauan Dylan yang hobi bermain Golf.Ratusan anggota tim penyelenggara sedang sibuk mendekor tempat acara yang dilaksanakan di lokasi terbuka yang hampir 100% siap bersama dengan banyak karyawan asli State Group.Di bagian makanan berat dan dessert. Pelayan mendapat bantuan dari koki-koki ternama yang didatangkan langsung dari Australia dan Singapura.Para tamu mulai berdatangan. Mereka menyapa tuan rumah siempunya acara dan diminta menikmati hidangan sebelum acara inti berlangsung. Mereka juga mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya putra kesayangan pemilik State Group, Juan Lucano Connor yang terjadi 40 hari yang lalu.Daisha memperhatikan kolega-ko
"Kemana anak itu? Satu jam yang lalu aku melihatnya, kenapa sekarang menghilang?" ucap Vanda carut marut seraya berdecak kesal karena James tidak kunjung datang ketika acara intinya akan dimulai. Keluhan itu didengar oleh sang suami, Dylan. Dylan berusaha menenangkan istrinya. Karena tidak ingin raut wajahnya yang marah itu menjadi perhatian para tamu. Kedua tangannya bergerak menggamit kedua sisi bahu istrinya. "Sayang tenanglah pasti James akan muncul sebentar lagi," ucap Dylan sembari mengelus pundak istrinya. Namun usaha itu sia-sia dan semakin membuat Vanda tidak tenang. "Aku harus telpon dia! Dia memang anak yang menyusahkan!" tukas Vanda seraya meraih HP di dalam tas. Ekspresi tidak tenangnya itu tergambar jelas, bahkan saat menunggu James mengangkat telponnya. Selesai menelpon James, Vanda kembali duduk di samping suaminya. Dylan mengetahui wajah Vanda yang semakin menekuk. Melipat kedua tangannya di depan dada, nampak seperti Vanda yang tidak profesional. Tidak seperti
Henley anak bungsu keluarga Connor telah kembali. Dia baru saja mendapat hari libur kuliahnya di Canada dan pulang ke Indonesia. Tentu kedatangan Henley yang secara tiba-tiba tanpa memberi kabar mereka terlebih dahulu membuat Dylan dan Vanda terkejut. Mereka sempat tidak percaya bahwa Henley sudah berada di sini. "Henley! Kok pulang tidak beritahu kami sih? Ibu kaget sekali loh tadi," ucap Vanda kembali memeluk Henley kesekian kalinya. "Hahaha maaf ya, Henley memang sengaja ingin beri kejutan untuk kalian, Ayah dan Ibu sehatkan?" tanya Henley, matanya sedikit berkaca-kaca. Dia tidak bisa menahan kerinduannya terhadap Dylan dan Vanda. "Kami sehat sayang!" jawab Vanda lembut, tangannya membelai rambut Henley sayang. Vanda tidak menyangka anak bungsunya sudah dewasa dan sangat tampan. Dia tak henti-hentinya membelai rambut Henley. Sudah belasan tahun mereka tidak bertemu. "Ayah sangat sehat Henley, lihat lah!" jawab Dylan sambil tersenyum. Pria tua itu berpose menunjukkan tubuhnya y
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j