"Pagi-pagi begini kenapa sudah menggerutu?" goda James.
Suara serak-serak basahnya terdengar seksi. Bulu kuduk Daisha merinding dibuatnya. Dada bidangnya terekpos di depan mata akibat semua kancing kemejanya terbuka.
Wanita normal mana yang tidak terkesima melihat otot-otot indah itu terekspos apalagi bidang-bidang di perutnya yang sempurna. Hampir membuat Daisha frustasi.
"Tuan biarkan aku mengerjakan tugasku sampai selesai! Aku tidak ingin nyonya Merry marah karena aku lamban membereskannya!" ucap Daisha dengan nada memohon. Dia tidak ingin terjerat dengan pesona pria jahat itu.
"Kau lebih takut dengan Merry ketimbang padaku? Kau lucu sekali! Aku ini tuanmu Daisha, bukan si tua itu," seloroh James masih setengah sadar.
"Huhh tapi! Ini tidak baik! Bagaimana jika dilihat orang lain?" ucap Daisha beralasan. Dia hanya ingin lepas dari pelukan James. Karena pada saat itu juga dia merasa jijik. Tapi sulit sekali membuatnya tertipu.
Namun kemungkinan kedua bisa saja Ford tiba-tiba masuk ke dalam menganggap aneh mereka berdua.
"Ini wilayah kekuasaanku, mau dilihat orang lain pun tak masalah!"
James bersikukuh memeluk Daisha meski gadis itu terus menggeliat dalam dekapannya.
"Jangan coba palingkan wajahmu! Aku ingin melihat semenarik apa kamu sampai adikku sudi menjadi kekasihmu!" cemooh James sambil mengamati wajah cantik Daisha dengan khidmat.
"Aneh! Tidak ada hal yang menarik! Kenapa Juan suka pada gadis ini?" batin James.
"Aku tahu dia menghinaku dalam hatinya," batin Daisha.
"Humhh! Kekasih Juan? Dia tidak bernilai sama sekali!" batin James mencela.
"Berhenti menatap wajahku seperti itu!" Daisha segera memalingkan wajahnya.
"Heh! Jangan terlalu percaya diri kalau aku akan menyukaimu karena wajah jelekmu itu! Saudara kembarku saja yang seleranya rendahan!" hina James tapi belum mau melepaskan pelukannya itu.
"Iya aku rendahan! Maka dari itu bisa lepaskan aku sekarang? Aku terlalu rendahan untuk kau peluk tuan arogan!" balas Daisha bersungut-sungut.
Sudah muak bagi Daisha mendapatkan penghinaan dari James. Bukan dia insecure lalu sakit hati karena perkataannya, tapi James tidak berhak merendahkan nilai yang ada pada dirinya.
"Tuan arogan! Lepaskan aku! Itu bajumu bau alkohol, aku tidak suka, baunya terlalu kuat," ucap Daisha masih berusaha sekuat tenaga untuk lepas.
Akhirnya James melonggarkan pelukannya. Daisha beranjak dari tempat tidur mendapati muka James yang bingung.
"Apa baunya sekuat itu?" tanya James seraya mengendus-endus pakaiannya.
"Iya tentu saja, apa tuan tidak bisa menciumnya?" tanya Daisha yang ikut terheran. Bisa-bisanya wajah pria itu tiba-tiba berekspresi polos.
"Apa dia bipolar ya?" batin Daisha.
"Ini cuci bajuku!" pria itu tiba-tiba melepas pakaiannya hampir telanjang bulat. Dengan cepat Daisha menahan James untuk membuka celananya itu.
"Eh eh! Jangan lakukan! Aku punya saran yang bagus, lebih baik tuan lepas celananya di dalam kamar mandi saja, bagaimana?" ucap Daisha dengan muka panik.
"Kau mencoba menginterupsiku hah?!" bentak James.
"Ah maaf tuan, tapi aku tidak bermaksud begitu! Aku hanya memberi saran saja."
James berbalik mengambil Hp yang hampir terjatuh di seberang tepi kasur. Lalu meletakkannya ke atas nakas.
"Dasar bos gila!" gerutu Daisha dengan suara pelan sambil meninju-ninju udara ke arah James.
"Apa dia suka bertelanjang bulat di depan perempuan? Otaknya sungguh tidak berfungsi!" batin Daisha gerundel.
"Kau lupa ya, aku sudah pernah bertelanjang bulat di depanmu, buat apa kau malu? Aku saja tidak malu di depanmu!"
Dasar pria konyol. Daisha terlampau kesal dan merasa itu sangat bodoh. Dia itu polos atau mesum sih?
"Aku malu? Heh! Lebih tepatnya aku tidak sudi melihat hal kotor itu! Bikin mataku sakit saja!" batin Daisha menggerutu.
"Aku tahu kau berbicara buruk tentangku, cepat cuci ini! Lalu kau siapkan aku air untuk mandi!" titah James yang tak pikir panjang melepas semua pakaiannya, tak ada pengecualian sama sekali.
Daisha memejamkan matanya betul-betul terkejut. Dia berjongkok ke lantai sembari memasukkan baju-baju itu ke keranjang.
"Tuan! Selamat pa-gi," ucap Ford terbata.
Ford bengong mematung melihat pemandangan yang ada di hadapannya.
"Kenapa tuan muda telanjang?!" Ford berteriak. Pria itu panik melihat bos nya bertelanjang bulat di depan gadis. Tentu saja itu akan merusak citranya sebagai salah satu keluarga Connor.
"Tuan muda!"
"Ford keluar!" teriak James menyuruh Ford keluar dengan telunjuknya.
"Ba-baik tuan muda." Ford pamit undur diri. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah.
James benar-benar tak ingin diganggu. Soal mengerjai Daisha, dia hanya ingin berdua saja.
"Pak Ford pasti mengira yang bukan-bukan," gumam Daisha.
"Jangan lamban! Aku ingin segera mandi, badanku sangat lengket karena semalam!" tukas James.
"Karena semalam kau tidur dengan banyak perempuan sambil mabuk-mabukan iya kan?" batin Daisha.
"Baik tuan, aku segera membereskannya! Oh ya tuan, pakai ini sebelum bak nya penuh!" Daisha tersenyum kecut dan menyabarkan diri, dia menyerahkan handuk yang tadi terlampir di pundaknya.
Handuk kimono besar berwarna hitam dia selempangkan di pundak James yang masih duduk di atas kasurnya.
"Apa perlu?" tanya James pura-pura bodoh. Bukan juga sih! Dia hanya sedang menguji kesabarannya. Kesal bukan kepalang, Daisha segera selesai dan buru-buru pergi ke kamar mandi.
"Punya majikan yang gila! Membuatku ikut gila!" gerutu Daisha sambil mengisi bathub dengan air hangat.
James tersenyum memperhatikan cara Daisha berjalan saat menuju kamar mandi. Dia seperti anak kecil yang sedang kesal menghentakkan kakinya ke lantai.
Otak kancil nya bekerja mengendalikannya untuk mengganggu gadis itu. Langkah James terhenti, dia berdiri di belakang Daisha yang sedang fokus mengisi bathub mandi.
"Aku suka sekali mengerjai gadis ini, mempermainkannya sampai dia kesal dan marah, tapi aku tidak suka melihat dia menangis, terutama menangisi Juan, aku sangat tidak suka!" batin James.
"Hahh apa yang tuan lakukan di situ?!!" tubuh Daisha sedikit berjingkrak, dia terkejut saat kepalanya menoleh ke belakang dan mendapati James tengah berdiri di ambang pintu.
"Melihatmu bekerja untukku? Kenapa? Apa tidak boleh seorang majikan mengawasi pelayannya sendiri?" tukas James sambil berjalan menghampiri.
"Seperti biasa kau lamban! Aku sudah tak sabar ingin menceburkan diri!" tukas James lagi.
Daisha menaikkan kewaspadaan, dia tetap menoleh ke belakang berjaga-jaga jika suatu waktu James menerkamnya.
"Kenapa tuan tidak berendam di kolam renang saja kalau begitu?" gumam Daisha.
"Kau berani sekali ya menginterupsiku?!" sergah James dengan mata mendelik. Kini wajah James berada 10 cm dari wajahnya.
Daisha mengerjapkan mata merasakan gugup tiba-tiba, degup jantungnya berdebar lebih cepat. Menghindari itu, dia berbalik badan dan lanjut mengisi bathub nya.
Soal kolam renang, tak ada yang tahu. Bahwa James benci berenang, karena dulu dia pernah tenggelam di air yang dalam. Maka dari itu sampai sekarang dia trauma.
James memaksa masuk ke dalam bathub saat sebelum Daisha menyelesaikannya. Lagi-lagi Daisha harus melihat pemandangan itu. Dimana kejantanan James terpampang jelas tanpa sehelai kain pun.
Daisha menelan ludahnya.
"Kenapa aku gugup?" batin Daisha.
Kenapa dia gugup? Karena Daisha belum pernah melihat hal sevulgar itu seumur hidupnya.
Dia menyalakan lilin aroma terapi dengan tangan gemetar, menabur bermacam-macam kelopak bunga dan esensial oil dengan terburu-buru. Yang dipikirkan adalah kabur dan pergi dari situ.
"Pijat kepalaku!" suruh James sembari menepuk kepalanya.
Mencelos sudah jantungnya entah kemana.
"Kenapa minta dipijat sih?" gerutunya dalam hati.
"Aku tidak pandai memijat tuan," ucap Daisha beralasan.
"Sebagai pelayan khusus, kau harus bisa memijat, semua tubuhku memerlukan pijatan, menjalani hari-hari yang sibuk terasa sangat lelah bagiku," papar James.
Untungnya James sedang off. Emosinya sangat tenang dan stabil. Pria ini menikmati waktu mandinya dengan damai. Lain hal dengan Daisha yang kesal disuruh ini itu oleh tuannya yang otoriter. Apalagi harus terus bersentuhan fisik dengan James. Dia frustasi, kesal dan tidak ikhlas.
"Pijat bagian ini!" perintah James lagi mengarahkan tangan Daisha ke dalam air.
Daisha reflek memundurkan tubuhnya. Dia tahu yang dimaksud James itu bagian mana.
"Tuan kau gila!" teriak Daisha.
Seharian Daisha dibuat frustasi oleh James. Pria jahat itu memperlakukannya seenak jidat. Bahkan beberapa kali James melakukan pelecehan dengan sengaja. Membuat Daisha jijik. Gerakan menghindar tak bisa menghentikan perbuatan James padanya. James selalu dapat menjebaknya dengan sekali perintah yang keras. Usaha menolak pun sia-sia. Penolakannya selalu mendapat penolakan balik dari James. Dia tengah dipermainkan, diperas tenaganya, dipermalukan dan dicaci. Bukan hanya fisik yang lelah tapi juga lelah mental yang dia rasakan. Daisha tengah duduk terdiam tak berdaya di dalam kamarnya. Menatap kosong tembok yang berada dihadapan. "Daisha kau kenapa? Wajahmu kelihatan pucat? Apa kau sakit?" tanya Lani seorang pelayan Connor, dia adalah teman sekamarnya. Melihat Daisha beberapa kali memegangi kepalanya, Lani pun mendekat. "Hei jawab aku? Apa kau merasa pusing?" tanya Lani khawatir. "Ah tidak Lani, aku hanya butuh istirahat sebentar," ucap Daisha. Gadis itu mulai berbaring di atas te
"Cara menyadarkan orang pingsan," gumam James fokus mencaritahu tentang informasi itu di internet. Sebelumnya dia tak pernah menghadapi langsung seseorang yang pingsan. Baru kali ini dia melihatnya dan kebingungan harus melakukan apa. "Tuan James! Kau sudah datang rupanya! Tamu rapat sudah menunggu anda," seru Ford menyapa James di depan pintu ruangan kerjanya. Ford terheran melihat bos nya teramat fokus menatap layar Hpnya. Sebenarnya apa yang sedang bos nya lakukan? "Apa ada yang membuat anda kesulitan? Raut wajah anda terlihat sangat serius?" tanya Ford. "Tuan muda!" seru Ford lagi. James buyar langsung mematikan Hpnya dan menaruhnya ke saku. "Kau mengganggu saja!" gertak James. "Maaf tuan muda, tapi tamu sudah berkumpul di ruang meeting," ucap Ford lagi menegaskan. James hanya menatap Ford tajam sembari beranjak menuju ruang meeting. Dia dengan gagah menyapa para tamu rapat dan duduk di kursi nya sebagai Dirut. Ford sebagai asisten pribadi hanya mendampingi James. Dia ju
Setelah kejadian semalam Daisha memikirkan cara untuk bicara dengan Vanda, meminta izin untuk membebaskannya dari sini. Lagi pula hanya Vanda yang tidak setuju jika dirinya tinggal di Constone, namanya bisa mencoreng nama baik Connor. Jika publik tahu gadis yang selama ini dipacari Juan adalah dirinya. Rencana itu lebih baik ketimbang dia memohon kebebasan kepada James. Pria itu pasti menolak dan malah mempermainkannya. Tapi jadwal pekerjaan Vanda terlalu padat. Dia hanyalah ibu-ibu sosialita yang mencari hubungan bisnis mewakili suaminya. Tapi teman-teman bisnis Dylan sangatlah luas. Vanda bisa melakukan pertemuan 3 sampai 4 kali di sebuah acara perharinya. "Nyonya Merry apa kamu tahu hari apa biasanya nyonya Vanda memiliki waktu senggang?" tanya Daisha. "Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Merry. "Uhmm aku hanya ingin berbicara dengan nyonya Vanda, berbicara serius, kira-kira kapan ya?" tanya Daisha lagi. Kini balas dengan wajah kikuk. "Aku rasa selama aku mengabdi di sin
Hari itu setelah 20 hari perjalanan Dylan dan Vanda ke Amerika berakhir. Dengan tekad yang sama Daisha bersikukuh untuk mengakhiri penderitaan ini. Memohon pada Vanda untuk dipecat, baginya itu adalah jalan termudah untuk kabur dari Constone. Terutama kabur dari siksaan James.Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Vanda sudah datang. Dia hanya tinggal mendekat dan berbicara padanya."Tenang lah Daisha, kau tinggal menghampirinya dan berbicara padanya, beres!" gumam Daisha meyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan sesuai rencananya.Panjang umur, Vanda muncul bersama Legina asisten pribadinya di lorong menuju tempat kerja Vanda."Ah kebetulan sekali, nyonya!" seru Daisha dengan kedua tangan yang saling menggenggam ke depan. Kakinya mengejar Vanda berusaha mensejajarkan. Tapi Vanda sudah jauh di depannya.Vanda terus berjalan acuh tak acuh seolah tak mendengarkan seruan Daisha, dia berusaha mengabaikan orang yang tak penting baginya. Apalagi gadis yang dia benci."Nyonya Vanda!" seru
Semua penghuni Constone sibuk. Mereka sedang menyiapkan perlengkapan acara juga hidangan untuk kolega-kolega Dylan Connor. Acara 20 tahun berdirinya State Group tepat di tanggal ulang tahun Dylan Connor yang diselenggarakan di area Golf Constone. Yap Mansion Constone punya lapangan Golf luas tepat di sampingnya. Dan itu dibuat atas kemauan Dylan yang hobi bermain Golf.Ratusan anggota tim penyelenggara sedang sibuk mendekor tempat acara yang dilaksanakan di lokasi terbuka yang hampir 100% siap bersama dengan banyak karyawan asli State Group.Di bagian makanan berat dan dessert. Pelayan mendapat bantuan dari koki-koki ternama yang didatangkan langsung dari Australia dan Singapura.Para tamu mulai berdatangan. Mereka menyapa tuan rumah siempunya acara dan diminta menikmati hidangan sebelum acara inti berlangsung. Mereka juga mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya putra kesayangan pemilik State Group, Juan Lucano Connor yang terjadi 40 hari yang lalu.Daisha memperhatikan kolega-ko
"Kemana anak itu? Satu jam yang lalu aku melihatnya, kenapa sekarang menghilang?" ucap Vanda carut marut seraya berdecak kesal karena James tidak kunjung datang ketika acara intinya akan dimulai. Keluhan itu didengar oleh sang suami, Dylan. Dylan berusaha menenangkan istrinya. Karena tidak ingin raut wajahnya yang marah itu menjadi perhatian para tamu. Kedua tangannya bergerak menggamit kedua sisi bahu istrinya. "Sayang tenanglah pasti James akan muncul sebentar lagi," ucap Dylan sembari mengelus pundak istrinya. Namun usaha itu sia-sia dan semakin membuat Vanda tidak tenang. "Aku harus telpon dia! Dia memang anak yang menyusahkan!" tukas Vanda seraya meraih HP di dalam tas. Ekspresi tidak tenangnya itu tergambar jelas, bahkan saat menunggu James mengangkat telponnya. Selesai menelpon James, Vanda kembali duduk di samping suaminya. Dylan mengetahui wajah Vanda yang semakin menekuk. Melipat kedua tangannya di depan dada, nampak seperti Vanda yang tidak profesional. Tidak seperti
Henley anak bungsu keluarga Connor telah kembali. Dia baru saja mendapat hari libur kuliahnya di Canada dan pulang ke Indonesia. Tentu kedatangan Henley yang secara tiba-tiba tanpa memberi kabar mereka terlebih dahulu membuat Dylan dan Vanda terkejut. Mereka sempat tidak percaya bahwa Henley sudah berada di sini. "Henley! Kok pulang tidak beritahu kami sih? Ibu kaget sekali loh tadi," ucap Vanda kembali memeluk Henley kesekian kalinya. "Hahaha maaf ya, Henley memang sengaja ingin beri kejutan untuk kalian, Ayah dan Ibu sehatkan?" tanya Henley, matanya sedikit berkaca-kaca. Dia tidak bisa menahan kerinduannya terhadap Dylan dan Vanda. "Kami sehat sayang!" jawab Vanda lembut, tangannya membelai rambut Henley sayang. Vanda tidak menyangka anak bungsunya sudah dewasa dan sangat tampan. Dia tak henti-hentinya membelai rambut Henley. Sudah belasan tahun mereka tidak bertemu. "Ayah sangat sehat Henley, lihat lah!" jawab Dylan sambil tersenyum. Pria tua itu berpose menunjukkan tubuhnya y
"Ayah! Ibu! Orang yang aku temui tadi kenapa mirip Juan?" tanya Henley tiba-tiba. Dia sengaja menggiring kedua orangtuanya di tempat yang tidak banyak orang di sana. Dylan dan Vanda sangat terkejut. Mata mereka sama-sama membola mendengar pertanyaan Henley. "Jelaskan padaku? Sebenarnya ada apa? Apa yang sudah terjadi?" tanya Henley, berharap sebuah penjelasan apa yang dia rasakan dan dia lihat waktu di acara tadi. Alisnya mengkerut, matanya menatap fokus pada Dylan dan Vanda. Ketiga orang Connor itu duduk berhadapan. Dua lawan satu. Henley menatap kedua orangtuanya seolah sedang mengintrogasi mereka. Sedang Dylan dan Vanda saling bersitatap, bingung harus berkata apa pada Henley. Karena sebelumnya mereka berdua sengaja tidak memberitahu Henley bahwa kakak kesayangannya meninggal. Mereka hanya tidak ingin membuat Henley khawatir dan terganggu. "Ayah! Ibu! Cepat katakan?!" desak Henley dengan menggebrak meja. Dia tidak sabaran dan ingin cepat mendengar penjelasan dari Ayah dan Ibun
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j