Untuk menghindari kejaran wartawan, Dylan dan Vanda terus bersembunyi di State Group. Namun wartawan nampaknya tak kehabisan akal. Mereka berkumpul di halaman State Group yang sudah dijaga oleh banyak keamanan.
"Aku tak mengerti, kenapa tiba-tiba saja wartawan berbondong-bondong datang ke Constone juga ke State Group sejak dua hari yang lalu, sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang berani membocorkan kabar duka ini?" ucap Vanda dengan emosi yang membuncah juga resah.
Dia terus memandangi para wartawan tersebut yang terus memenuhi halaman di lantai bawah.
Sedangkan Dylan diam saja nampak sedang berpikir. Menyanggahkan dagunya ke kedua tangannya yang bertaut.
"Bagaimana ini sayang, pesaing pasti akan mengetahui berita ini, sedangkan kita tahu posisi Dirut kosong dan hanya Juan yang mampu mengelola perusahaan ini selain dirimu!" ucap Vanda panik.
Jelas Vanda terlalu panik akan hal ini. Juan meninggal dianggap sebuah kelemahan lalu bagi para musuh bisnis ini adalah peluang bagi mereka. Karena Vanda dan Dylan sudah banyak menginvestasikan ilmu berbisnis dan rahasia perusahaan pada Juan sepenuhnya. Mereka pikir tak ada lagi yang bisa menggantikannya.
Faktanya Dylan dan Vanda tidak terlalu percaya dengan anggota keluarganya yang lain. Maka dari itu mereka tidak akan gegabah.
"Tak usah diambil pusing! Aku pikir pihak musuh memang sudah mengetahui berita ini, maka dari itu wartawan berdatangan atas suruhan mereka," jelas Dylan.
Vanda terdiam.
"Nampaknya di hari pemakaman Juan, ada mata-mata yang diam-diam datang ke sana, hanya saja kau tak tahu di antara orang-orang itu siapa," ucap Dylan membuat Vanda terkejut.
"Maafkan aku sayang, saat itu aku sedang berkabung kehilangan Juan, aku sama sekali tidak curiga dengan orang-orang sekitar," jelas Vanda.
"Aku tidak menyalahkanmu sayang, jadi sekarang kita harus bertindak lebih cepat untuk mengisi posisi Dirut, aku akan berikan pada James, dia juga akan mewarisi State Group jika aku telah tiada," papar Dylan sehingga Vanda tercengang dengan keputusan yang diambil suaminya itu.
"Sa-sayang apa kau bercanda? James tidak pernah belajar soal berbisnis, aku kira Henley," sergah Vanda.
"Kita berikan kesempatan untuk dia belajar, James juga anak kita, James saudara kembar Juan, dia berhak dapat kesempatan apapun dari kita seperti Juan mendapatkan hak nya dari kita Vanda, kau paham?" ucap Dylan.
"Lagi pula Henley masih terlalu muda untuk mengemban amanah ini," lanjut Dylan.
Keputusan Dylan tak bisa diganggu gugat karena dialah pengendali utama perusahaan. Mau bagaimana pun umur Dylan tidak akan selamanya muda dan tubuhnya tidak akan selamanya bugar. Maka dari itu James lah yang paling berhak.
Vanda menggemeretakan giginya dan mengepalkan kedua tangannya diam-diam. Hal yang tidak dia inginkan malah terjadi! Membuat Vanda kesal.
***
James menarik ujung bibirnya ke atas. Menampilkan senyum manis sekaligus mengerikan seolah ingin menghancurkan sesuatu.
Saat seorang anak bawahannya memberi sebuah informasi yang mencengangkan yang tidak ingin dia dengar sama sekali.
"Bereskan barang bukti itu! Aku tidak mau mendengar adanya berita keesokan harinya di media manapun!" perintah James dengan napas gusar.
"Baik tuan, akan saya bereskan semuanya!" Orang itu pun menundukkan kepala dan bahunya kemudian pergi dari situ.
"Sepertinya aku salah, sekalinya dipancing, mereka tidak mau berhenti datang," gumam James pelan.
Ford datang setelah orang-orang suruhannya itu keluar, Ford masuk lalu meletakkan kopi ke atas meja James lalu terbesit pertanyaan 'Siapa orang-orang tadi?'
Sudah 2 hari semenjak hari pemakaman itu, ada beberapa orang asing yang menemui James secara sembunyi-sembunyi. Bahkan dia sendiri sebagai asisten pribadinya tidak tahu menahu apa yang sedang direncanakan tuannya itu.
"Ck! Tidak enak!" keluh James.
Sudah 5 tahun dia bekerja di bawah perintah James. Sampai racikan kopi yang disukai James pun sampai hapal. Tapi entah kenapa kali ini James tidak menyukai kopi racikannya. Gelas berisi kopi panas itu dia lempar ke sembarang arah hampir mengenai tangan Ford.
"Ini terlalu manis!" protes James.
"Baik tuan, akan ku buatkan yang baru."
"Sudah tidak berselera! Bersihkan itu!" suruhnya.
"Baik!"
Ford tahu James marah besar bukan karena rasa kopinya yang tidak enak tapi karena perihal lain yang sedang mengganggunya. Dia menawarkan untuk James berendam air hangat agar meredakan emosinya. Alih-alih James malah meminta Ford memanggil Daisha.
"Panggil gadis jelata itu! Aku ingin dia menjadi pelampiasan amarahku!" titah James untuk Ford.
Rasa-rasanya Ford agak ragu dengan perintah itu, kenapa harus melampiaskan amarahnya kepada Daisha. Gadis itu kan tidak bersalah.
Sebagai bawahan dia harus menuruti perkataan James meskipun perintahnya salah. Dia keluar dari ruangan James lalu memanggil Daisha.
Gadis itu tiba di ruangannya dan Ford langsung meninggalkan mereka berdua setelah James menggerakkan jarinya agar Ford pergi.
"Ada apa tuan memanggil saya? Apa ada yang tuan butuhkan?" tanya Daisha gemetaran. Dia menelan saliva yang tersangkut di tenggorokannya.
Urat leher yang tegang dan wajah yang memerah padam. Daisha bisa melihat raut kekejaman James dan perbuatan apa yang akan di lakukan James kepadanya. Tapi dia hanya bisa pasrah dengan takdirnya.
"Aku ingin mandi! Siapkan air hangat dan aroma terapi untukku! Lakukan sekarang! Cepat!" perintah James kasar.
Seperti biasanya, alih-alih Daisha yang harus bersabar menghadapi pria buas itu.
Daisha masuk ke dalam kamar mandi, di sana dia baru bisa menghembuskan napas panjang setelah tadi menahan rasa takut menghadapi James sembari mengisi bathtub dengan air.
Lalu dia tuangkan susu juga menabur bunga-bunga ke atas air.
"Dasar lamban!" ejek James. Pria itu tiba-tiba masuk secara mengejutkan.
"Tuan ini belum selesai semuanya! Aaaa!" Daisha berteriak akibat terkena percikan air yang besar.
James sesuka hatinya menceburkan dirinya ke dalam bathtub dengan keras seperti sudah tidak sabar untuk mandi.
Daisha melotot sekaligus merinding melihat pemandangan tadi yang sekilas dia lihat. Sangat gamblang kalau James sedang bertelanjang bulat dan untungnya pria itu menenggelamkan setengah badannya ke dalam air.
Daisha berusaha menjauhkan pikiran kotor itu dan berusaha keluar dari kamar mandi.
"Hey mau kabur kemana? Aroma terapinya belum kamu nyalakan Daisha!" sergah James. Kaki yang baru saja melangkah untuk kabur harus beringsut mundur kembali karena tangan James dengan sigap menahan tangannya.
"Ba-baiklah!"
Daisha cepat-cepat menyalakan lilin aroma terapi nya sambil terus membuang muka. Menghindari melihat dari hal yang tidak senonoh itu.
James menyadari ketidaknyamanan Daisha yang terus saja memalingkan wajahnya.
"Kau tidak perlu begitu! Bahkan pelayan-pelayan di sini sudah terbiasa melihatku begini!" ucap James santai, padahal sebelumnya hanya Ford yang melayaninya mandi. Namun itupun sekedar mengisi bathub saja.
"Maaf tuan, tapi saya tidak terbiasa," balas Daisha.
"Sudahlah jangan sok polos!" sergah James sembari menarik lengan Daisha hingga tubuh mungil itu hampir terperosok jatuh di pelukannya.
Daisha membatu merasakan tubuh James yang hangat efek berendam di air hangat. Dada bidangnya sangat menggoda dengan kilauan air yang menetes. Rambut basah, jidat yang terbuka juga bibir yang indah menambah ketampanan pria ganas ini. Otot-otot kekarnya berkilauan dengan body yang pas. James persis Juan, tapi dialah versi mainly nya.
"Benar dugaanku! Melihat aku telanjang saja kau sangat terkesima, pasti kau sudah sering kan melihat yang seperti ini pada saudara kembarku!" hina James dengan senyum menyeringai.
"Aku tidak pernah sekalipun melihat tubuh pria! Jangan suka menuduhku!" ucap Daisha berani, dia belum sadar sedang memarahi siapa lawan di hadapannya ini.
Pasti dia akan merutuki dirinya sendiri di akhir karena berani melawan perkataan James.
James semakin mencengkram lengan Daisha dan menariknya ke dalam air.
"Pegang ini! Jika kau terkejut berarti kau masih suci! Jika biasa saja berarti kau adalah seorang pemain!" James menguji kesabaran Daisha. Pria itu sengaja mengarahkan tangan Daisha untuk memegang benda pusaka miliknya.
"Berhenti menghina dan menuduhku James arogan! Lepaskan aku! Kau menjijikan!" pekik Daisha penuh penekanan.
Setelah berkali-kali berusaha lepas dari cengkraman James. Akhirnya dengan tampikan terakhir yang dia lakukan, Daisha pun telah bebas kemudian kabur dari situ.
"Huhhhh! Punya nyali juga dia," gumam James lirih seraya menyeringai.
Daisha berlari ke kamarnya, menangis setelah dirinya dihina seperti itu. James pria yang aneh dan sikapnya membuat Daisha jijik.
"Orang yang benar-benar rendahan adalah dia! Dia bilang Connor terhormat? Cihh! Orang kaya memang selalu mempermainkan orang miskin sepertiku! Mereka terhormat karena memiliki uang, tapi sebenarnya mereka adalah binatang!" ucap Daisha geram.
Tiba-tiba seorang pelayan lain datang memanggil Daisha. Gadis pelayan itu mengutil pundak Daisha dari belakang punggungnya.
"Hei Daisha kau sedang apa?"
Terhenyaklah dia hingga beringsut mundur.
"Ya ampun kau mengagetkanku!" pekiknya.
"Hahaha maaf Daisha! Tapi seluruh pelayan harus mempersiapkan makan malam untuk tuan dan nyonya, satu jam lagi mereka sampai sini! Ayo kita bergabung dengan yang lain!" ajak pelayan tersebut.
"Iya baiklah!"
Makan malam kali ini Dylan terang-terangan membicarakan ahli waris dan posisi Dirut kepada James. Mendengar hal itu membuat James tercengang. "Posisi Dirut untukku? Apa kau yakin Ayah? Sepertinya aku tidak sebaik itu untuk di andalkan, lagi pula aku tidak banyak tahu soal bisnis dan mengelola perusahaan, bukannya kalian tahu, masa kecilku kuhabiskan bersama nenek! Bukan dengan kalian," ucap James sambil mengunyah sirloinnya. Dia secara langsung menyindir kedua orangtuanya. Dylan dan Vanda hanya terdiam mendengar ocehan James. "Bagaimana dengan pendapat Ibu? Apa aku pantas menduduki posisi Dirut?" tanya James melanjutkan. "Kenapa kau tanya begitu padaku? Tentu saja aku setuju kau menduduki posisi itu, kau anak yang tertua di sini, siapa lagi yang harus di andalkan?" papar Vanda yang sedikit gelisah. Namun berusaha menutupinya. James mengangguk sembari tersenyum tipis. "Baiklah kalau begitu, aku akan terima tawaran Ayah, lalu kapan penobatan itu akan dilaksanakan?" tanya Jam
"Pagi-pagi begini kenapa sudah menggerutu?" goda James. Suara serak-serak basahnya terdengar seksi. Bulu kuduk Daisha merinding dibuatnya. Dada bidangnya terekpos di depan mata akibat semua kancing kemejanya terbuka. Wanita normal mana yang tidak terkesima melihat otot-otot indah itu terekspos apalagi bidang-bidang di perutnya yang sempurna. Hampir membuat Daisha frustasi. "Tuan biarkan aku mengerjakan tugasku sampai selesai! Aku tidak ingin nyonya Merry marah karena aku lamban membereskannya!" ucap Daisha dengan nada memohon. Dia tidak ingin terjerat dengan pesona pria jahat itu. "Kau lebih takut dengan Merry ketimbang padaku? Kau lucu sekali! Aku ini tuanmu Daisha, bukan si tua itu," seloroh James masih setengah sadar. "Huhh tapi! Ini tidak baik! Bagaimana jika dilihat orang lain?" ucap Daisha beralasan. Dia hanya ingin lepas dari pelukan James. Karena pada saat itu juga dia merasa jijik. Tapi sulit sekali membuatnya tertipu. Namun kemungkinan kedua bisa saja Ford tiba-tiba mas
Seharian Daisha dibuat frustasi oleh James. Pria jahat itu memperlakukannya seenak jidat. Bahkan beberapa kali James melakukan pelecehan dengan sengaja. Membuat Daisha jijik. Gerakan menghindar tak bisa menghentikan perbuatan James padanya. James selalu dapat menjebaknya dengan sekali perintah yang keras. Usaha menolak pun sia-sia. Penolakannya selalu mendapat penolakan balik dari James. Dia tengah dipermainkan, diperas tenaganya, dipermalukan dan dicaci. Bukan hanya fisik yang lelah tapi juga lelah mental yang dia rasakan. Daisha tengah duduk terdiam tak berdaya di dalam kamarnya. Menatap kosong tembok yang berada dihadapan. "Daisha kau kenapa? Wajahmu kelihatan pucat? Apa kau sakit?" tanya Lani seorang pelayan Connor, dia adalah teman sekamarnya. Melihat Daisha beberapa kali memegangi kepalanya, Lani pun mendekat. "Hei jawab aku? Apa kau merasa pusing?" tanya Lani khawatir. "Ah tidak Lani, aku hanya butuh istirahat sebentar," ucap Daisha. Gadis itu mulai berbaring di atas te
"Cara menyadarkan orang pingsan," gumam James fokus mencaritahu tentang informasi itu di internet. Sebelumnya dia tak pernah menghadapi langsung seseorang yang pingsan. Baru kali ini dia melihatnya dan kebingungan harus melakukan apa. "Tuan James! Kau sudah datang rupanya! Tamu rapat sudah menunggu anda," seru Ford menyapa James di depan pintu ruangan kerjanya. Ford terheran melihat bos nya teramat fokus menatap layar Hpnya. Sebenarnya apa yang sedang bos nya lakukan? "Apa ada yang membuat anda kesulitan? Raut wajah anda terlihat sangat serius?" tanya Ford. "Tuan muda!" seru Ford lagi. James buyar langsung mematikan Hpnya dan menaruhnya ke saku. "Kau mengganggu saja!" gertak James. "Maaf tuan muda, tapi tamu sudah berkumpul di ruang meeting," ucap Ford lagi menegaskan. James hanya menatap Ford tajam sembari beranjak menuju ruang meeting. Dia dengan gagah menyapa para tamu rapat dan duduk di kursi nya sebagai Dirut. Ford sebagai asisten pribadi hanya mendampingi James. Dia ju
Setelah kejadian semalam Daisha memikirkan cara untuk bicara dengan Vanda, meminta izin untuk membebaskannya dari sini. Lagi pula hanya Vanda yang tidak setuju jika dirinya tinggal di Constone, namanya bisa mencoreng nama baik Connor. Jika publik tahu gadis yang selama ini dipacari Juan adalah dirinya. Rencana itu lebih baik ketimbang dia memohon kebebasan kepada James. Pria itu pasti menolak dan malah mempermainkannya. Tapi jadwal pekerjaan Vanda terlalu padat. Dia hanyalah ibu-ibu sosialita yang mencari hubungan bisnis mewakili suaminya. Tapi teman-teman bisnis Dylan sangatlah luas. Vanda bisa melakukan pertemuan 3 sampai 4 kali di sebuah acara perharinya. "Nyonya Merry apa kamu tahu hari apa biasanya nyonya Vanda memiliki waktu senggang?" tanya Daisha. "Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Merry. "Uhmm aku hanya ingin berbicara dengan nyonya Vanda, berbicara serius, kira-kira kapan ya?" tanya Daisha lagi. Kini balas dengan wajah kikuk. "Aku rasa selama aku mengabdi di sin
Hari itu setelah 20 hari perjalanan Dylan dan Vanda ke Amerika berakhir. Dengan tekad yang sama Daisha bersikukuh untuk mengakhiri penderitaan ini. Memohon pada Vanda untuk dipecat, baginya itu adalah jalan termudah untuk kabur dari Constone. Terutama kabur dari siksaan James.Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Vanda sudah datang. Dia hanya tinggal mendekat dan berbicara padanya."Tenang lah Daisha, kau tinggal menghampirinya dan berbicara padanya, beres!" gumam Daisha meyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan sesuai rencananya.Panjang umur, Vanda muncul bersama Legina asisten pribadinya di lorong menuju tempat kerja Vanda."Ah kebetulan sekali, nyonya!" seru Daisha dengan kedua tangan yang saling menggenggam ke depan. Kakinya mengejar Vanda berusaha mensejajarkan. Tapi Vanda sudah jauh di depannya.Vanda terus berjalan acuh tak acuh seolah tak mendengarkan seruan Daisha, dia berusaha mengabaikan orang yang tak penting baginya. Apalagi gadis yang dia benci."Nyonya Vanda!" seru
Semua penghuni Constone sibuk. Mereka sedang menyiapkan perlengkapan acara juga hidangan untuk kolega-kolega Dylan Connor. Acara 20 tahun berdirinya State Group tepat di tanggal ulang tahun Dylan Connor yang diselenggarakan di area Golf Constone. Yap Mansion Constone punya lapangan Golf luas tepat di sampingnya. Dan itu dibuat atas kemauan Dylan yang hobi bermain Golf.Ratusan anggota tim penyelenggara sedang sibuk mendekor tempat acara yang dilaksanakan di lokasi terbuka yang hampir 100% siap bersama dengan banyak karyawan asli State Group.Di bagian makanan berat dan dessert. Pelayan mendapat bantuan dari koki-koki ternama yang didatangkan langsung dari Australia dan Singapura.Para tamu mulai berdatangan. Mereka menyapa tuan rumah siempunya acara dan diminta menikmati hidangan sebelum acara inti berlangsung. Mereka juga mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya putra kesayangan pemilik State Group, Juan Lucano Connor yang terjadi 40 hari yang lalu.Daisha memperhatikan kolega-ko
"Kemana anak itu? Satu jam yang lalu aku melihatnya, kenapa sekarang menghilang?" ucap Vanda carut marut seraya berdecak kesal karena James tidak kunjung datang ketika acara intinya akan dimulai. Keluhan itu didengar oleh sang suami, Dylan. Dylan berusaha menenangkan istrinya. Karena tidak ingin raut wajahnya yang marah itu menjadi perhatian para tamu. Kedua tangannya bergerak menggamit kedua sisi bahu istrinya. "Sayang tenanglah pasti James akan muncul sebentar lagi," ucap Dylan sembari mengelus pundak istrinya. Namun usaha itu sia-sia dan semakin membuat Vanda tidak tenang. "Aku harus telpon dia! Dia memang anak yang menyusahkan!" tukas Vanda seraya meraih HP di dalam tas. Ekspresi tidak tenangnya itu tergambar jelas, bahkan saat menunggu James mengangkat telponnya. Selesai menelpon James, Vanda kembali duduk di samping suaminya. Dylan mengetahui wajah Vanda yang semakin menekuk. Melipat kedua tangannya di depan dada, nampak seperti Vanda yang tidak profesional. Tidak seperti
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j