Sebuah lukisan yang lumayan besar terpampang di dinding gudang. Awalnya lukisan itu tertutup oleh kain setengah view nya. Tapi entah kenapa kain itu jatuh terkena terpaan angin yang masuk dari pintu gudang yang terbuka.
Daisha sangat terkejut melihat penampakan lukisan tersebut. Yang di ujung kanan bawah nya terdapat huruf inisial J. Sudah dapat dipastikan itu milik Juan.
"Juan apakah benar ini lukisan mu?" gumam Daisha. Tangannya menyapu debu-debu yang menempel di lukisan tersebut. Meskipun dia tahu itu karya Juan, Daisha masih harus memastikan bahwa ini bukanlah delusinya. Sebegitu cintanya Juan terhadap dirinya selama ini dan dia perlu menyadarinya.
"Serius kau melukis ini untukku? Kau tidak sempat memberikannya padaku Juan sayang, hari ulang tahunku satu bulan yang lalu, tapi kau mengalami koma di rumah sakit dan aku terkejut mengetahui kau sudah berada di surga, Juan lukisan ini sangat indah, kau memang pria yang romantis, aku menyukainya!" gumamnya lagi dengan senyuman kecil di bibirnya.
Matanya melihat kagum pada lukisan wajahnya. Lukisan tersebut tertera tanggal ulang tahun Daisha, 7 Desember.
Daisha mengamati gambaran detail wajahnya yang sama persis. Lukisan ini seperti dibuat oleh tangan ajaib pelukis profesional. Dari dulu Juan memang suka melukis. Tapi dia baru tahu Juan seniat ini untuk melukis wajahnya.
Tak tak tak!
Suara langkah seseorang dari luar. Daisha buru-buru menutup lukisan tersebut dan menyembunyikannya di kolong lemari usang yang terletak di pojok ruangan.
"Daisha!!" panggil James dengan nada tinggi. Pria itu muncul dengan ekspresi tegang juga napasnya tersengal-sengal.
Sontak saja Daisha ketakutan bercampur bingung.
"Hey k-kau gadis jelata!!" seru James lagi seolah meralat seruannya tadi. Tapi gelagatnya sedikit kikuk.
Daisha yang diseru namanya buru-buru merendahkan diri di hadapan James. Menundukkan kepala serta bahunya.
"I-iya ada apa tuan?" tanya Daisha.
"Apa ada sesuatu yang tuan butuhkan?" tanya Daisha lagi seolah menyadari sekarang lah saatnya dia melayani tuan-tuannya di rumah ini.
James agak lama memindai wajah Daisha. Kemudian melengos ke arah lain dengan angkuh.
"Buatkan hidangan untukku! Aku mau tahu kemampuan memasakmu dan segera bawa ke kamarku jika sudah siap! Aku hanya memberimu waktu 30 menit! Cepat pergi ke dapur!" perintah James.
Tuan muda tetaplah tuan rumah ini. James yang menakutkan itu memerintah secara otoriter. Tidak ada penolakan dan pengecualian. Kini setiap namanya dipanggil oleh James, otaknya dan tubuhnya selalu memberi reaksi bahwa dirinya sedang terancam.
Daisha harus banyak bersabar dan belajar melayani James dengan baik. Daisha buru-buru ke dapur seperti perintah tadi. Selanjutnya dia meminta pendapat Merry makanan apa yang disukai James.
Untunglah kemampuan masak Daisha semasa tinggal di panti asuhan tidaklah buruk. Dia selalu menjadi koki utama bagi anak-anak panti lainnya.
Kini Merry hanya membantunya memilah bahan makanan berkualitas dan Daisha yang mengeksekusinya. Olahan demi olahan sudah matang sempurna. Kini Daisha di haruskan membawa semua hidangan ke kamar James sesuai perintah sebelumnya.
Sebelum Daisha membawa hidangan itu, Merry memberi bocoran bahwa selera makan James sangatlah mahal. Dia pilah-pilih terhadap makanan. Bahkan di rumah ini Connor punya 12 koki hanya untuk memenuhi kemauan dan selera lidah James.
Jika James tidak menyukai makanannya, maka dia akan melemparkannya di depan wajah si koki. Bahkan bulan lalu beberapa koki dipecat karena hasil masakan mereka belum sesuai dengan selera James.
Daisha mengetuk pintu dan memberanikan diri masuk ke dalam kamar James. Dengan langkah gemetar, dia berharap James menyukai rasa masakannya. Meskipun kemungkinannya hanya 0.5 persen. Akan tetapi bayangan kemarahan sudah tereka di kepalanya.
"Taruh di sini!" titah James seraya mengetuk meja di hadapannya.
Setelah meletakkannya Daisha beringsut mundur, sebelum menjauh wajahnya sudah dilempar 2 potongan kain berwarna biru navy yang ternyata adalah setelan seragam pelayan.
"Pakai itu! Kamu harus tahu posisimu di sini! Jadi aku tak ingin melihatmu berbeda dengan pelayan-pelayan lain! Cepat pakai!" suruh James.
"Ba-baik tuan!" ucap Daisha segera berjalan keluar namun dicegah perintah James lagi.
"Aku tidak menyuruhmu keluar gadis jelata! Pakai bajumu di sini di hadapanku!" suruh James mengeraskan suaranya.
"Ta-tapi tuan, aku tidak bisa melakukannya!" jawab Daisha gentar. Tangannya meremas seragam itu.
"Kenapa?" tanya James dengan lirikan tajam.
"Ini tidak sepatutnya di lakukan, aku tidak bisa!" tolak Daisha sambil menggeleng pelan.
"Kenapa gadis jelata sepertimu banyak bicara sekali, cepat lakukan!" bentak James yang tak sabar.
Sampai Daisha bergidik takut dan segera melepas baju juga rok nya di hadapan James. Meskipun rasa malu dan tak sudi bergemuruh di dalam dirinya.
James memanglah pria yang tidak punya hati nurani. Menganggap Daisha wanita yang tak punya harga diri. Bahkan seorang tuan seperti dia menyuruhnya membuka baju di hadapannya langsung. Apa jangan-jangan sudah banyak pelayan yang dipaksa melakukan ini sebelumnya. James memanglah Iblis jelmaan yang bersembunyi dibalik wajah tampannya.
Daisha merasa jijik, tatkala wajah James begitu tenang mengamati tubuh Daisha yang setengah bugil sambil menikmati makanan yang dibuatnya.
Untungnya Daisha selalu ingat bahwa James tidak sudi dengan gadis jelata seperti dia. Sangat tidak mungkin tertarik dengan dirinya apalagi tubuhnya.
Sekarang Daisha hanya harus siap menerima caci makian dari tuan-tuan majikannya. Hidupnya begitu sengsara tanpa kedua orangtua dan sekarang masih harus menghadapi kekejaman keluarga Connor. Sungguh Daisha tidak menginginkan ini dan berharap bisa lahir kembali di kehidupan yang lebih baik.
"Sebenarnya aku tidak suka kau memakai itu! Lekuk tubuhmu terlihat jelek!" hina James.
"Mau diapakan pun gadis sepertimu tetap terlihat jelek!" timpal James lagi.
Tak terasa air mata menetes dari ujung mata, Daisha merindukan Juan. Di kala sedih pasti Juan ada di sampingnya dan memeluk tubuhnya erat. Kini tidak ada orang yang peduli tentang semua perasaannya. Daisha hanya bisa menangis sendirian.
James menangkap momen itu. Pria itu menghampiri Daisha dan menyeka air matanya.
Sontak gadis itu terkejut James sudah berdiri dekat di hadapannya dengan tatapan teduh masih dengan jemari yang mengusap pipinya. Daisha berusaha menyingkir jemari pria itu tapi James bersikeras menyeka air matanya.
"Jangan menangis aku tidak bermaksud untuk kasar padamu," ucap James, entah dia mengucapkannya secara sadar atau tidak. Yang pasti Daisha ketakutan dengan sikap James yang berpura-pura lembut begini.
"A-aku tidak menangis karena perkataan tuan padaku, aku tidak apa-apa," ucap Daisha mengelak. Sontak Daisha terkejut dengan perubahan sikap James yang mendadak kesal. Wajahnya memerah seperti mau meledak.
"Lalu kenapa kau menangis?" nada bicara James mengintimidasi.
Daisha tidak bisa menjawab jujur.
"Jawab aku! Jadi siapa yang kau tangisi hah? Kau menangisi Juan, iya?! Kau benar masih menangisinya?!" bentak James. Tak mengenal lawannya siapa, James tak segan meremas kerah baju Daisha.
Gadis itu ketakutan setengah mati.
"Ti-tidak tuan! Aku tidak menangisi Juan!" elaknya.
"Kau tidak bisa membohongiku! Aku lihat matamu sedih karena dia!" geram James.
Daisha bertanya-tanya, apa salahnya kalau dia menangisi kekasihnya yang baru saja meninggal. Kenapa pria ini sangat melarangnya.
"Berhenti menangisi adikku! Atau bola matamu akan kucongkel! Sekali lagi aku melihatmu menangis! Aku akan benar-benar mencongkel matamu itu!" ancam James seraya melepaskan cengkraman tangannya di kerah baju Daisha. Gadis itu terhenyak mundur.
"Dan satu lagi! Jangan sebut nama itu dari mulutmu! Aku benci mendengarnya! Sekarang keluar dari kamarku! Keluar!" bentak James mengusirnya.
Daisha buru-buru keluar dari kamar James dengan perasaan takut, kalut dan sedih. Dia menangis sejadinya dan berlari ke gudang.
Ketika sampai ke gudang, Dia melihat Merry tengah berdiri di depan pintu gudang sedang menggembok pintunya.
"Ada Nyonya? Kenapa pintunya digembok?"
"Maaf nona Daisha! tuan James menyuruhku untuk mengunci gudang ini, nona bisa tidur di kamar pelayan bersama yang lain, barang-barang nona sudah aku pindahkan ke sana! Silahkan nona ikuti aku!" ucap Merry.
Daisha bingung, kenapa James begitu seenaknya memperlakukan dirinya begitu buruk dan seenaknya mempermainkan dirinya.
"Kenapa tuan James menyuruhku pindah? Bukannya dia menyuruhku tidur di gudang awalnya?" tanya Daisha.
"Gudang itu tidak layak untuk ditempati, debu di sana tebal dan tidak ada ventilasi apapun, jadi dia takut nona sakit, tuan James tidak ingin repot mengurusi pelayannya yang sakit," jelas Merry. Alasan yang tidak masuk akal dengan sikapnya yang arogan dan kejam.
Sampailah Daisha di kamar pelayan. Kamar-kamar itu persis seperti kamar kos. Pelayan punya kamarnya masing-masing dan punya privasi masing-masing.
Barang-barang Daisha sudah dipindahkan oleh Merry. Dan anehnya mereka semua sudah diletakkan di tempat seharusnya. Apa James juga yang menyuruh pelayannya untuk menempatkan barang-barangnya itu.
"Kasihan nyonya Vanda, dia menangis setiap malam untuk almarhum tuan muda, aku sangat sesak melihatnya, nyonya sangat kehilangan putra kesayangannya," ucap seorang pelayan.
"Ya dari dulu tuan Juan selalu menjadi putra kesayangannya nyonya Vanda dan tuan besar, pantaslah karena tuan muda Juan itu dewasa, baik dan lemah lembut! Orang tua siapa yang tidak suka punya anak seperti almarhum tuan Juan," jawab pelayan yang lain.
"Kamu benar! Aku pun jika nanti sudah menikah ingin punya anak seperti tuan Juan, dia tampan dan berbakti."
Daisha sangat bangga sekaligus sedih mendengar cerita tentang Juan yang begitu baik. Orang baik memang selalu berakhir lebih dulu ketimbang orang jahat.
"Hari ini wartawan terus berdatangan, sedangkan nyonya dan tuan besar tidak peduli dengan hal itu, mereka sibuk seolah tak terjadi apa-apa maka dari itu tuan muda James yang harus menghadapi mereka," ucap si pelayan terus bergosip.
"Ya memang harus seperti itu, tidak dianjurkan untuk bersedih lama-lama, hidup harus terus berjalan, apalagi punya bisnis besar seperti tuan besar Dylan."
"Tapi kita tahu bahwa tuan Juan itu anak kesayangan mereka, bukannya harus ada waktu untuk hari berkabung ya."
"Justru itu kematian tuan muda memang sengaja tidak digembar-gemborkan, para warga sekitar sudah dibungkam dan warga yang melayat tidak diperkenankan membawa handphone mereka bahkan awalnya tidak ada wartawan di media manapun yang merekam pemakaman tuan muda."
"Kau benar, tuan besar dan nyonya merahasiakan kematian tuan Juan, tapi rahasia tetap saja bisa ketahuan, buktinya sekarang banyak wartawan yang datang."
"Aku tidak tahu siapa yang membocorkan kabar duka ini ke media, jika salah satu warga di sini pasti si pelaku sudah dihabisi bawahan tuan Dylan, tapi belum ada berita sama sekali, sayang sekali ya pewaris State Group telah tiada."
Daisha mendengar semua obrolan mereka. Dan kenyataannya saat tiba di lokasi pemakaman, tidak ada wartawan satupun yang datang kesitu. Memang seharusnya berita kematian pewaris utama State Group harus dirahasiakan. Kemungkinan besar akan ada musuh yang menyusup masuk saat kesempatan ada di saat lengah.
Untuk menghindari kejaran wartawan, Dylan dan Vanda terus bersembunyi di State Group. Namun wartawan nampaknya tak kehabisan akal. Mereka berkumpul di halaman State Group yang sudah dijaga oleh banyak keamanan. "Aku tak mengerti, kenapa tiba-tiba saja wartawan berbondong-bondong datang ke Constone juga ke State Group sejak dua hari yang lalu, sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang berani membocorkan kabar duka ini?" ucap Vanda dengan emosi yang membuncah juga resah. Dia terus memandangi para wartawan tersebut yang terus memenuhi halaman di lantai bawah. Sedangkan Dylan diam saja nampak sedang berpikir. Menyanggahkan dagunya ke kedua tangannya yang bertaut. "Bagaimana ini sayang, pesaing pasti akan mengetahui berita ini, sedangkan kita tahu posisi Dirut kosong dan hanya Juan yang mampu mengelola perusahaan ini selain dirimu!" ucap Vanda panik. Jelas Vanda terlalu panik akan hal ini. Juan meninggal dianggap sebuah kelemahan lalu bagi para musuh bisnis ini adalah peluang bagi merek
Makan malam kali ini Dylan terang-terangan membicarakan ahli waris dan posisi Dirut kepada James. Mendengar hal itu membuat James tercengang. "Posisi Dirut untukku? Apa kau yakin Ayah? Sepertinya aku tidak sebaik itu untuk di andalkan, lagi pula aku tidak banyak tahu soal bisnis dan mengelola perusahaan, bukannya kalian tahu, masa kecilku kuhabiskan bersama nenek! Bukan dengan kalian," ucap James sambil mengunyah sirloinnya. Dia secara langsung menyindir kedua orangtuanya. Dylan dan Vanda hanya terdiam mendengar ocehan James. "Bagaimana dengan pendapat Ibu? Apa aku pantas menduduki posisi Dirut?" tanya James melanjutkan. "Kenapa kau tanya begitu padaku? Tentu saja aku setuju kau menduduki posisi itu, kau anak yang tertua di sini, siapa lagi yang harus di andalkan?" papar Vanda yang sedikit gelisah. Namun berusaha menutupinya. James mengangguk sembari tersenyum tipis. "Baiklah kalau begitu, aku akan terima tawaran Ayah, lalu kapan penobatan itu akan dilaksanakan?" tanya Jam
"Pagi-pagi begini kenapa sudah menggerutu?" goda James. Suara serak-serak basahnya terdengar seksi. Bulu kuduk Daisha merinding dibuatnya. Dada bidangnya terekpos di depan mata akibat semua kancing kemejanya terbuka. Wanita normal mana yang tidak terkesima melihat otot-otot indah itu terekspos apalagi bidang-bidang di perutnya yang sempurna. Hampir membuat Daisha frustasi. "Tuan biarkan aku mengerjakan tugasku sampai selesai! Aku tidak ingin nyonya Merry marah karena aku lamban membereskannya!" ucap Daisha dengan nada memohon. Dia tidak ingin terjerat dengan pesona pria jahat itu. "Kau lebih takut dengan Merry ketimbang padaku? Kau lucu sekali! Aku ini tuanmu Daisha, bukan si tua itu," seloroh James masih setengah sadar. "Huhh tapi! Ini tidak baik! Bagaimana jika dilihat orang lain?" ucap Daisha beralasan. Dia hanya ingin lepas dari pelukan James. Karena pada saat itu juga dia merasa jijik. Tapi sulit sekali membuatnya tertipu. Namun kemungkinan kedua bisa saja Ford tiba-tiba mas
Seharian Daisha dibuat frustasi oleh James. Pria jahat itu memperlakukannya seenak jidat. Bahkan beberapa kali James melakukan pelecehan dengan sengaja. Membuat Daisha jijik. Gerakan menghindar tak bisa menghentikan perbuatan James padanya. James selalu dapat menjebaknya dengan sekali perintah yang keras. Usaha menolak pun sia-sia. Penolakannya selalu mendapat penolakan balik dari James. Dia tengah dipermainkan, diperas tenaganya, dipermalukan dan dicaci. Bukan hanya fisik yang lelah tapi juga lelah mental yang dia rasakan. Daisha tengah duduk terdiam tak berdaya di dalam kamarnya. Menatap kosong tembok yang berada dihadapan. "Daisha kau kenapa? Wajahmu kelihatan pucat? Apa kau sakit?" tanya Lani seorang pelayan Connor, dia adalah teman sekamarnya. Melihat Daisha beberapa kali memegangi kepalanya, Lani pun mendekat. "Hei jawab aku? Apa kau merasa pusing?" tanya Lani khawatir. "Ah tidak Lani, aku hanya butuh istirahat sebentar," ucap Daisha. Gadis itu mulai berbaring di atas te
"Cara menyadarkan orang pingsan," gumam James fokus mencaritahu tentang informasi itu di internet. Sebelumnya dia tak pernah menghadapi langsung seseorang yang pingsan. Baru kali ini dia melihatnya dan kebingungan harus melakukan apa. "Tuan James! Kau sudah datang rupanya! Tamu rapat sudah menunggu anda," seru Ford menyapa James di depan pintu ruangan kerjanya. Ford terheran melihat bos nya teramat fokus menatap layar Hpnya. Sebenarnya apa yang sedang bos nya lakukan? "Apa ada yang membuat anda kesulitan? Raut wajah anda terlihat sangat serius?" tanya Ford. "Tuan muda!" seru Ford lagi. James buyar langsung mematikan Hpnya dan menaruhnya ke saku. "Kau mengganggu saja!" gertak James. "Maaf tuan muda, tapi tamu sudah berkumpul di ruang meeting," ucap Ford lagi menegaskan. James hanya menatap Ford tajam sembari beranjak menuju ruang meeting. Dia dengan gagah menyapa para tamu rapat dan duduk di kursi nya sebagai Dirut. Ford sebagai asisten pribadi hanya mendampingi James. Dia ju
Setelah kejadian semalam Daisha memikirkan cara untuk bicara dengan Vanda, meminta izin untuk membebaskannya dari sini. Lagi pula hanya Vanda yang tidak setuju jika dirinya tinggal di Constone, namanya bisa mencoreng nama baik Connor. Jika publik tahu gadis yang selama ini dipacari Juan adalah dirinya. Rencana itu lebih baik ketimbang dia memohon kebebasan kepada James. Pria itu pasti menolak dan malah mempermainkannya. Tapi jadwal pekerjaan Vanda terlalu padat. Dia hanyalah ibu-ibu sosialita yang mencari hubungan bisnis mewakili suaminya. Tapi teman-teman bisnis Dylan sangatlah luas. Vanda bisa melakukan pertemuan 3 sampai 4 kali di sebuah acara perharinya. "Nyonya Merry apa kamu tahu hari apa biasanya nyonya Vanda memiliki waktu senggang?" tanya Daisha. "Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Merry. "Uhmm aku hanya ingin berbicara dengan nyonya Vanda, berbicara serius, kira-kira kapan ya?" tanya Daisha lagi. Kini balas dengan wajah kikuk. "Aku rasa selama aku mengabdi di sin
Hari itu setelah 20 hari perjalanan Dylan dan Vanda ke Amerika berakhir. Dengan tekad yang sama Daisha bersikukuh untuk mengakhiri penderitaan ini. Memohon pada Vanda untuk dipecat, baginya itu adalah jalan termudah untuk kabur dari Constone. Terutama kabur dari siksaan James.Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Vanda sudah datang. Dia hanya tinggal mendekat dan berbicara padanya."Tenang lah Daisha, kau tinggal menghampirinya dan berbicara padanya, beres!" gumam Daisha meyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan sesuai rencananya.Panjang umur, Vanda muncul bersama Legina asisten pribadinya di lorong menuju tempat kerja Vanda."Ah kebetulan sekali, nyonya!" seru Daisha dengan kedua tangan yang saling menggenggam ke depan. Kakinya mengejar Vanda berusaha mensejajarkan. Tapi Vanda sudah jauh di depannya.Vanda terus berjalan acuh tak acuh seolah tak mendengarkan seruan Daisha, dia berusaha mengabaikan orang yang tak penting baginya. Apalagi gadis yang dia benci."Nyonya Vanda!" seru
Semua penghuni Constone sibuk. Mereka sedang menyiapkan perlengkapan acara juga hidangan untuk kolega-kolega Dylan Connor. Acara 20 tahun berdirinya State Group tepat di tanggal ulang tahun Dylan Connor yang diselenggarakan di area Golf Constone. Yap Mansion Constone punya lapangan Golf luas tepat di sampingnya. Dan itu dibuat atas kemauan Dylan yang hobi bermain Golf.Ratusan anggota tim penyelenggara sedang sibuk mendekor tempat acara yang dilaksanakan di lokasi terbuka yang hampir 100% siap bersama dengan banyak karyawan asli State Group.Di bagian makanan berat dan dessert. Pelayan mendapat bantuan dari koki-koki ternama yang didatangkan langsung dari Australia dan Singapura.Para tamu mulai berdatangan. Mereka menyapa tuan rumah siempunya acara dan diminta menikmati hidangan sebelum acara inti berlangsung. Mereka juga mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya putra kesayangan pemilik State Group, Juan Lucano Connor yang terjadi 40 hari yang lalu.Daisha memperhatikan kolega-ko
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j