Home / Romansa / Trapped By The Devil / 1. Awal yang Keliru

Share

Trapped By The Devil
Trapped By The Devil
Author: Diandra

1. Awal yang Keliru

Author: Diandra
last update Last Updated: 2021-07-07 16:25:03

Angelia Rahee dibuat terkejut sesaat kembali ke kamar inap Bimo. Bimo yang tak lain adalah adik satu-satunya, tengah mengacaukan wajahnya sendiri menggunakan kuas eyeshadow. Koper makeup milik Rahee digeledah oleh Bimo untuk dia aplikasikan sendiri. Alhasil kini Bimo terlihat persis seperti badut. Oh astaga, tawa gadis berparas cantik itu nyaris meledak.

"Apa hari ini ada yang istimewa?" tanya Rahee.

Bimo menyodorkan ponselnya yang sedang memutarkan video musik sebuah band. Band tersebut mengenakan riasan yang menyerupai konsep monster. Kenapa menyeramkan sekali?

"Band ini hebat, kan?"

"Mereka siapa?" mata Rahee menyipit pada layar ponsel, penasaran.

"Mereka adalah HEXID! Band paling populer di Indonesia! Oh, tidak, tidak. Aku yakin mereka juga terkenal di luar negeri."

Bimo sekarang menjelaskan satu per satu nama dari personel HEXID. Jujur Rahee pening, sebab Bimo turut menggerakan kedua tangannya seperti memainkan drum khayalan. Dan ya, pria panutan adiknya adalah seorang drumer berkulit putih pucat yang lumayan tampan. Garis bawahi, jika bagi Rahee lumayan tampan maka artinya wajah pria itu berada di atas rata-rata. Rahee terlalu kaku dengan pria, sehingga mengakui ketampanan seseorang saja dia enggan.

"Kau ingin jadi drumer?"

Bimo menjerit antusias, "Iya! Tapi... apakah bisa?"

"Tentu, kau itu pintar seperti aku," puji Rahee sekaligus memuji dirinya sendiri. "Maka dari itu kau harus cepat sembuh. Nanti aku akan carikan tempat kursus musik terbaik. Kau mau?"

"Mau! Terima kasih, kak!" pekiknya senang. Panggilan 'kak' dari Bimo sangatlah jarang terdengar. Terucap jika Bimo sedang menginginkan sesuatu atau permintaannya dituruti, misalnya saja barusan.

Pun Rahee mendengarkan Bimo berceloteh seraya membersikan wajah itu dari coretan eyeshadow. Hari ini Rahee memang sengaja membawa koper makeup, karena dia akan mendandani temannya yang akan bertunangan. Pekerjaan Rahee bukan satu dua, mengingat dia perlu uang ekstra guna biaya berobat Bimo, jadilah dia memiliki segudang pekerjaan. Beruntung lelahnya terbayarkan melihat Bimo mulai bersemangat.

"Kau tahu tidak?" tanya Bimo, membuyarkan lamunan Rahee.

"Tentu saja tidak. Aku bukan peramal jika kau lupa."

"Huh, menyebalkan."

"Aku bercanda. Ada apa memangnya? Ayo, ceritakan padaku."

Bimo tersenyum kecil, "Hmmm aku rasa berhenti sekolah adalah ide yang tepat. Maksudku, akibat penyakitku aku bisa menemukan cita-citaku. Bukankah di jaman sekarang sulit menemukan passion di umur 10 tahun?"

Koreksi. Bukan berhenti sekolah, lebih tepatnya Bimo dikeluarkan. Pihak sekolah kewalahan karena Bimo terlalu sering absen lantaran penyakit kanker darahnya. Dua bulan ini adalah absen terpanjang Bimo. Dan Rahee sama sekali tidak bisa protes atas keputusan dari pihak sekolah.

"Aku bahkan baru menemukan cita-citaku ketika lulus SMA. Kau luar biasa, Bimo kecilku yang manis," Rahee menepuk-nepuk bokong itu usil. Tebakannya pun terjadi, yaitu Bimo berteriak kesal. Bimo paling tidak suka jika dirinya dianggap anak kecil.

"Aku sudah 10 tahun. Jangan memperlakukanku seperti itu."

Tigkah Bimo mengundang tawa para pasien lain. Ya, Bimo menempati kamar kelas III di Rumah Sakit Permata Kasih. Kamar ini baru terisi empat dari enam pasien yang kesemuanya begitu akrab.

"Makanlah ini, anakku yang dewasa. Makan yang banyak."

"Terima kasih, Bibi Miran," Bimo tersenyum lebar ketika Bibi Miran menyuapinya potongan apel.

"Paman Dio, memangnya ada orang dewasa yang masih disuapi? Bukankah hanya anak berumur 10 tahun saja?" Rahee kini bertanya pada pasien lain yang sedang menonton televisi. Dia adalah seorang pasien gagal ginjal.

"Iya, hanya anak berumur 10 tahun. Namanya Bimo kecilku yang manis," Paman Dio ikut menggoda.

"Bibi Miran... Lihatlah itu," rajuk Bimo.

"Sudah, sudah. Nanti kita tidak usah ajak mereka makan seafood."

"Di sini ada yang suka seafood juga loh," dukungan Paman Dio beralih.

Rahee menggerakan tangannya ke depan leher, seolah memberi ancaman, "Kita sudah berakhir, Paman. Tak ada lagi main catur di hari minggu bersamaku."

"Ah, cucuku!" teriak Paman Dio.

Semula Rahee berencara berpura-pura marah, namun gagal. Kualitas akting Paman Dio sungguh berlebihan. Akibatnya Rahee tertawa puas, lalu diikuti yang lainnya. Mereka memang sudah selayaknya keluarga walaupun terhitung baru saling kenal.

"Sungguh, aku akan merindukan pemandangan ini. Andai saja aku bisa sakit lebih lama," seorang pegawai pabrik yang mengalami kecelakaan kerja sudah diperbolehkan pulang besok justru bersedih.

"Hei, Mela! Kami semua di sini mati-matian ingin sehat, kau malah berbicara demikian. Jangan berani-berani kau datang ke sini lagi."

Bibi Miran tiba-tiba marah. Dari berita yang beredar Bibi Miran sudah dirawat hampir satu tahun. Jantungnya mengalami pembengkakan dan bertahan di rumah sakit adalah pilihan satu-satunya.

"Aku tidak boleh kemari lagi?" tanyanya kecewa.

"Maksudku kau jangan sampai sakit lagi. Kau harus lebih berhati-hati. Dan kau wajib mengunjungi kami tentu saja. Jangan lupakan kami."

Bibi Miran memeluk Mela, disusul Paman Dio dan Rahee. Mereka kompak terisak bersama. Lain halnya dengan Bimo yang melayangkan tatapan aneh.

Dasar, anak kecil! Batin Bimo.

Bibi Miran melambaikan tangannya ke arah Bimo, tanda yang diajak harus bergabung, "Sini Bimo kecil yang manis. Ayo, berikan kami pelukan."

"Ih, Bibi! Aku kan sudah dewasa!"

-----

Pukul 11 malam Rahee mengakhiri hari panjangnya. Jika diurutkan, pagi-pagi sekali Rahee sudah disibukan membuat donat untuk dititipkan ke warung dekat rumah, lalu dilanjut bekerja sebagai kasir mini market. Dan dari sore sampai malam dia menjadi pramusaji disebuah kafe. Sesekali dia juga mencari uang ekstra sebagai makeup artist persis seperti siang tadi.

Di tengah kesibukannya, Rahee selalu mengunjungi Bimo di rumah sakit. Sejujurnya dia ingin mempekerjakan lagi tetangganya untuk menjaga Bimo. Sayangnya keuangannya tidak memungkinkan. Dia perlu menghemat pengeluarannya sebisa mungkin.

Ketika Rahee keluar dari kafe tempatnya bekerja, dia meraih ponsel dari dalam tas. Bimo telah menerornya dengan banyak pesan.

Adikku:

-Sedang apa?

-Sudah makan belum?

-Aku sebenarnya malas bertanya, tapi kau tidak punya pacar terus. Jadi, aku khawatir kau akan lupa makan karena tidak ada yang memerhatikan.

-IH BALAS! Ψ(▸_ ◂✗)

-Jangan terlalu sibuk bekerja. Carilah pacar agar dia bisa mengajariku cara bermain drum.

Rahee heran. Kenapa Bimo sering menyuruhnya berpacaran? Dia bahkan tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.

"Kau yakin tidak mau bergabung?"

Mina, karyawan kafe yang akrab dengannya bertanya untuk kesekian kali. Rahee ragu jika masih memiliki energi tersisa. Selain itu, dia lebih merindukan ranjang kecilnya ketimbang mengisi perut.

"Ayolah ikut kami. Ayo! Ayo! Ayo!" timpal Johnny, pria yang cerewetnya mengalahkan Rahee dan Mina. "Pasti membosankan jika hanya Mina. Ayolah."

Mina melotot, "Oh aku membosankan, begitu?"

"Astaga, masukkan lagi bola matamu. Aku bercanda, sayang."

"Menjauh dariku! Berani-beraninya kau memeluk gadis tercantik di Jakarta."

"Seingatku kau lahir dan besar di Bandung," celetuk Johnny.

"Jadi, menurutmu aku tidak cantik? Apa itu maksudmu?"

Rahee sering disuguhi pemandangan semacam ini. Entah mereka sadari atau tidak bahwa mereka berdua kelewat serasi.

"Lain kali saja. Hari ini aku akan langsung pulang," ujar Rahee menengahi perselisihan yang terjadi.

Mina mengangguk, "Kalau begitu beristirahatlah. Jangan terlalu sering melamun, oke?"

Selama perjalanan pulang, Rahee tersenyum miris atas ucapan Mina. Rahee sebenarnya tak mau melamun, namun itu terjadi di luar kendalinya. Banyak yang dia pikirkan, terlebih lagi mengenai tagihan rumah sakit Bimo untuk minggu ini. Angka yang tertera mengerikan. Padahal Rahee sudah melakukan banyak pekerjaan, tapi tetap saja semuanya terasa nol besar.

Dengan ragu, Rahee membaca ulang pesan I*******m dari Lia. Dulu Lia sempat bekerja di kafe bersama dirinya, Mina, dan Johnny. Bisa dibilang keadaan ekonomi dirinya dan Lia sebanding. Namun seusai berhenti bekerja dari kafe, dia menghilang cukup lama dan mendadak muncul dengan kesuksesan luar biasa. Entahlah apa pekerjaan Lia sekarang. Media sosialnya hanya diisi dengan foto liburan diberbagai negara. Ah, betapa menyenangkannya hidup seperti itu.

Lia:

-Bagaimana kabarmu? Apa Bimo masih sakit?

-Jika kau berminat bekerja denganku, hubungi aku di: 02999886511

-Aku akan membantumu dengan senang hati.

Isi pesan Lia terus berputar. Sebelumnya Rahee cukup ceroboh, karena menyukai salah satu foto Lia, lalu berlanjutlah Lia mengirimkannya pesan. Itu memang memalukan, tapi apabila berkaitan dengan uang, rasa malu Rahee selalu berhasil menguap. Perawatan Bimo butuh biaya tidak sedikit. Bimo hanya memiliki Rahee, begitupun sebaliknya. Jika bukan dia, memangnya siapa lagi yang akan turun tangan?

Membulatkan tekad, Rahee akhirnya menghubungi nomor tersebut.

"Lia, ini aku Rahee. Kau sungguh bisa memberikanku pekerjaan?"

Related chapters

  • Trapped By The Devil   2. Harus Memiliki

    Menggunakan nama Bimo sebagai sebagai alasan, Rahee pun diberikan ijin pulang cepat pada keesokan harinya. Sekarang dia sudah menginjakan kaki di tempat yang Lia sebutkan, Yayasan Black Diamond. Black Diamond merupakan salah satu yayasan ternama di Jakarta. Para pejabat hingga penggiat dunia hiburan, sering memberikan dana yang ditujukan bagi anak berkebutuhan khusus di sini.Mobil-mobil mewah berjajar di halaman yayasan, dan ada beberapa pula yang baru tiba. Tunggu, bukankah itu Menteri Kesehatan? Jujur, Rahee payah apabila berkaitan dengan pengetahuan umum, hanya saja menteri tersebut pernah melakukan kunjungan ke rumah sakit tempat Bimo dirawat. Isunya kedatangannya sebatas mencari suara untuk pemilihan presiden tahun depan. Kampanye hitam, mungkin? Ah, entahlah itu bukan urusannya."Rahee! Kenapa kau baru datang sekarang?!" pekik Li

    Last Updated : 2021-07-07
  • Trapped By The Devil   3. Pengalaman Pertama

    Sepanjang mengikuti proses lelang, Rahee berdecak penuh kagum. Lukisan yang terkesan biasa dapat terjual dengan harga puluhan juta sampai ratusan juta rupiah. Setiap lukisan diberi nomor dan di mata Rahee semua tidak lebih dari gambar abstrak, persis coretan anak-anak. Dia tergelitik sendiri akan penilaiannya. Rasanya dia betulan tak memiliki jiwa seni. Sesekali juga membandingkan, dengan harga sefantastis itu bukankah lebih baik dipakai untuk membeli rumah atau barang yang sekiranya masuk akal?Satu per satu dari 30 gadis yang duduk besama Rahee pun pergi –total sudah delapan orang. Mereka ditempatkan di ruangan besar bersama 30 pria. Hal yang mencolok adalah semua pria yang berada di depan Rahee berpakaian jas hitam rapih, memakai earpiece di telinga, lalu memiliki laptop di masing-masing meja. Entah hanya perasaan Rahee saja, tetapi batinnya gusar karena ketimbang menil

    Last Updated : 2021-07-07
  • Trapped By The Devil   4. Tidak Ada Hasil

    Sekarang pukul 5 pagi. Langit masih gelap dan pria yang memperdaya Rahee juga masih terlelap. Sesudah membersihkan diri, Rahee menghabiskan lima belas menit dengan termenung di depan wastafel. Kejadian semalam berputar kembali dan dia ingin muntah. Tubuhnya hancur. Ada banyak jejak keunguan disetiap jengkal tubuhnya, pun bekas kemerahan akibat ikatan dipergelangan tangannya juga nampak mengerikan. Jangan lupakan kewanitaanya bahkan masih terasa sakit.Rahee menunduk dan benar muntah.Setelahnya dia bergegas, kemudian mengambil dompet dan jaket milik pria itu. Memalukan jika dia keluar dengan pakaian mini ini. Tidak lupa dia juga memungut tisu bekas dari tempat sampah. Rahee melirik sekilas pada pria yang masih tertidur pulas di ranjang. Hatinya lagi-lagi merasakan sakit luar biasa. Satu permintaannya, yaitu jangan sampai ada pertemuan-p

    Last Updated : 2021-07-07
  • Trapped By The Devil   5. Kontrak Sepihak

    Rahee dulu memiliki kehidupan yang baik. Keluarga utuh dan secara ekonomi pun berkecukupan. Hingga kecelakaan mobil dengan tragis menewaskan ibu, ayah, juga kakak satu-satunya. Seluruh anggota keluarganya direnggut paksa saat usainya baru beranjak 15 tahun. Tepat di hari pemakaman, ada pelayat yang tersisa, yaitu seorang wanita dan anak kecil. Anak lelaki itu berkisar tiga tahun, asyik menggambar menggunakan crayon warna."Apa kau Angelia Rahee? Kau anak bungsu dari Mas Hendra, kan?""Iya, anda benar. Kalau boleh tahu kenapa anda bertanya?""Aku dan ayahmu adalah rekan kerja. Kami... menjalin hubungan secara diam-diam. Bukti cinta kami adalah anak ini, Angelo Bimo," wanita itu menyodorkan anak lelaki tadi, lalu tersenyum masam. Lain halnya dengan Rahee yang tak dapat berkutik. Rahee me

    Last Updated : 2021-07-28
  • Trapped By The Devil   6. Perkenalan dengan Band HEXID

    "Minggu depan HEXID akan memulai tur Asia. Kau harus ikut bersama kami selama satu bulan penuh."Perkataan Aditya berhasil membuat Rahee yang sedang minum tersedak. Kerongkongannya kering sejak manajer dari Sean datang menjemput. Dan sekarang mereka sudah tiba disebuah rumah mewah. Rumah mewah milik Sean lebih tepatnya."Jika aku ikut, bagaimana dengan adikku?"Aditya memijat kepalanya, paham. Kemarin saat dia memindahkan Bimo ke kamar VIP, dia tahu bahwa adik dari Rahee memang sedang sakit parah. Namun Aditya harus membuat Rahee bersedia ikut tur Asia. Akan melelahkan jika dia mencari gadis berbeda di setiap negara sebagai teman tidur Sean. Oh, barusan memang terdengar sangat egois, tapi sejak kehadiran Rahee, Aditya bisa sedikit bernafas lantaran Sean hanya terpaku pada gadis ini saj

    Last Updated : 2021-07-28
  • Trapped By The Devil   7. Si Mantan Kekasih

    Dengan langkah panik Rahee berlari menuju lantai kamar inap Bimo. Pikirannya benar-benar berantakan. Bahkan dia hanya menangis selama perjalanan dari gedung agensi Sean hingga tiba di rumah sakit. Sementara Sean masih coba terus menghubunginya, namun Rahee lebih memilih mematikan ponselnya. Dia tak punya cukup tenaga untuk meladeni amarah pria itu.Pun di depan kamar Bimo, Rahee menemukan Bibi Miran dan Paman Dio. Keduanya terduduk di kursi sambil terlihat berdoa."Bibi Miran, bagaimana kondisi Bimo?""Perawat bilang Bimo sempat kejang. Kita harus menunggu di sini karena dokter masih berada di dalam," jawaban Bibi Miran membuat Rahee kembali terisak. Dadanya sesak memikirkan bahwa Bimo harus mengalami rasa sakit yang seakan tak pernah berakhir. Adiknya masih terlalu kecil. Kenapa bukan

    Last Updated : 2021-07-29
  • Trapped By The Devil   8. Heredith Hera

    "Apa ini?! Kau sinting?!" teriak Sean usai membaca sekilas kertas pemberian Rahee.Di sana Rahee menuliskan syarat-syaratnya sendiri, semacam hal kontra terhadap kontrak yang Sean buat secara sepihak. Dimulai dari dilarang mencampuri kehidupan pribadi masing-masing, batasan seks mereka, hingga tertera jumlah uang yang Rahee inginkan. Apabila mustahil lepas dari Sean, maka dia akan masuk dalam lingkar permainan itu. Rahee akan buktikan bahwa dia bisa sama gilanya dengan seorang Sean Ivano.Salah satu alasan Rahee berani menunjukan taringnya adalah karena kejadian kemarin. Selepas mereka berciuman di depan Bayu, Sean langsung membawanya pergi. Dan begitu tiba di rumah, Sean menyetubuhi Rahee secara menggila. Jadi, Rahee putuskan membangun tameng agar kewarasannya tetap terjaga."Kau bisa baca juga bahwa aku ingin kau melakukan test kesehatan. Siapa yang tahu mungkin kau memiliki penyakit kelamin," ejek Rahee diiring tertawa getir.Diremaslah kertas te

    Last Updated : 2021-08-05
  • Trapped By The Devil   9. Tersenyum Tanpa Sadar

    Pandangan Sean terkunci pada Rahee. Kelopak mata Rahee terpejam dengan tali infus yang terpasangan pada bagian lengan kiri. Usai menemui Hera di rumah sakit jiwa, Sean pulang dan menemukan gadis tersebut pingsan. Kondisinya masih sama, kedua tangan kurus Rahee masih terikat pada sisi ranjang, dan juga mulut kecil itu masih tersumpal oleh celana dalam.Sean merasa bersalah."Dia dehidarasi, dan kewanitaannya agak lecet," tutur seorang dokter wanita, lalu menuliskan resep obat. "Kau tidak perlu khawatir, Sean. Paling lambat dia akan sadar malam nanti."Sayangnya hanya sepersekian detik perasaan bersalah itu hadir. Pandangannya yang semula lunak kembali mengeras. Khawatir? Tidak, seorang Sean Ivano tak pernah menunjukan sisi khawatir selain kepada Hera. Terlebih lagi Rahee hanya wanita murahan."Khawatir? Tidak sama sekali," ketus Sean, memutarkan bola matanya. Beranjak dari posisinya yang semula berdiri di p

    Last Updated : 2021-08-07

Latest chapter

  • Trapped By The Devil   22. Tidak Seharusnya

    Sean pikir dirinya sinting. Sean pikir dirinya terkena guna-guna atau semacamnya. Apa pun sebutannya, dia masih tak percaya bahwa dirinya melemparkan stick drum ketika konser HEXID masih berlangsung. Mereka baru memainkan dua lagu, dan Sean beranjak hendak pergi."Aku akan absen untuk konser malam ini," jelas Sean pada Ezra yang sempat menahannya untuk kembali ke backstage."Apa kau gila?!" Ezra mendorong tubuh Sean. "Aku tidak peduli tentang masalahmu, tapi tolong tunjukan profesionalitasmu pada fans kita!"Venue konser di Malaysia memang dua kali lipat lebih besar daripada di Singapura, dan Sean bisa lihat itu. Beruntung, Mark dan Lucas sedang bercanda dengan para penggemar, sehingga keributan kecil antara Sean dan Ezra tak nampak.

  • Trapped By The Devil   21. Siapa Dia?

    Langit malam di Singapura indah. Bintang-bintang seperti berlomba muncul untuk menunjukan kecantikan mereka. Mungkin di Indonesia pun sama indahnya, hanya saja Rahee jarang memerhatikan. Sebelumnya, dia tak mempunyai kesempatan untuk menikmati keindahan sekitar. Untuk bernafas saja dia kesulitan, karena hidupnya hanya fokus pada kerja. Jadi, dia terkesan dengan pemandangan yang ada di hadapannya.Rambut Rahee yang masih basah tersapu sepoian angin. Hotel yang dia inapi tidak memiliki balkon, sehingga menempatkan bokong di pinggiran jendela adalah cara yang dia lakukan sekarang. Dia harus ekstra hati-hati, salah sedikit saja, dia bisa terjatuh dari lantai 5. Uh, memikirkan kemungkinan itu membuatnya spontan berdiri ngeri.Pun Rahee mulai melakukan peregangan kecil. Dari ujung kaki hingga ujung kepala dia gerakan. Sebelumnya Rahee sudah m

  • Trapped By The Devil   20. Ditinggal Sendiri

    Ketagihan. Kata itu berputar di kepala Rahee selama dia menyantap semangkuk ramen. Aneh sekali. Kenapa Sean ketagihan dengan dirinya ketika ada ramen selezat ini? Rahee mengigit ujung sumpit, kemudian melirik diam-diam pada ramen Sean yang sama sekali tidak tersentuh. Dia menelan air liurnya karena ramen miliknya sudah lenyap tak bersisa. "Kau bisa makan punyaku jika mau," Sean menyodorkan mangkuk ramennya seakan-akan mempunyai kemampuan membaca pikiran. "Bolehkah?" tanya Rahee ragu. Sejak kemarin malam Rahee belum makan, dan kini perutnya seperti memerlukan porsi ekstra. "Hmm makanlah," kata Sean, membuat cengiran di wajah cantik Rahee terbentuk. Gadis itu menyeruput ramen milik Sean dengan semangat 45. Sementara Sean menompangkan dagu menggunakan tangannya, merasa senang mendapati Rahee mempunyai selera makan yang besar. Umumnya para gadis akan bersikap malu-malu, dan bahkan berpura-pura tid

  • Trapped By The Devil   19. Addiction

    Satu jam sebelumnya...Sean melangkahkan kaki pada turunan anak tangga. Dia memakai kembali kacamata hitamnya, kemudian berbalik memandangi bangunan mewah di belakangnya. Psikiater tolol, batin Sean murka. Sebelum menuju bandara, Sean sengaja membuat janji dengan seorang Dokter Psikiater. Psikiater ini memiliki nama besar, dan beberapa orang menyebutkan bahwa psikater yang baru dia datangi adalah yang terbaik di Singapura.Sean membuang ludah ke aspal jalan, tak setuju. Bisa-bisanya psikater tersebut bilang bahwa Hera, kekasihnya, tidak memiliki kesempatan untuk kembali normal. Di dalam tadi Sean melakukan video call bersama Dokter Willy –dokter yang bertanggungjawab mengawasi Hera. Dokter Willy menaruh ponsel secara diam-diam, lalu mulai berinteraksi dengan Hera. Sehingga Sean dan psikater dapat melihat segala sesuatu di lain tempat. Namun psikater justru membuat pernyataan yang menjadikan Sean marah."Dari

  • Trapped By The Devil   18. Kebaikan yang Tidak Terduga

    Rahee menarik kopernya keluar kamar dengan tergesa-gesa. Bus rombongan para staf sudah berangkat beberapa saat yang lalu, dan dia tidak punya pilihan selain menyusul sendirian. Setengah berlari, Rahee menuju ke lift sambil mencari taksi via online. Oh, sekilas ini memang nampak mudah, tapi ternyata cukup sulit. Masalahnya tak ada satupun taksi yang bersedia mengantarkannya ke bandara. Semua menolak pesanannya.Begitu tiba di lobi, Rahee mengembalikan kunci ke bagian respsionis. Tidak lupa dia turut bertanya, "Apa mudah menemukan taksi di sekitar hotel? Saya harus ke bandara sesegera mungkin.""Biasanya mudah, tapi ini sudah masuk jam sibuk. Jadi mungkin akan ada sedikit kendala," jawab si resepsionis kemudian mengambil handy talkie. "Security, bisa tolong carikan taksi menuju bandara untuk tamu hotel kita?""Baik, dimohon tunggu sebentar," jawab si security yang dapat terdengar oleh Rahe

  • Trapped By The Devil   17. Delicious Yoghurt

    Rahee sedang berkirim pesan dengan Perawat Wendy. Jarak Rahee dan Bimo boleh saja berjauhan, tapi itu tidak membuat perhatiannya pada sang adik berkurang, justru dia kian memberikan perhatian lebih. Perawat Wendy bilang jika Dokter Bayu selalu ada untuk Bimo. Jeno juga sesekali datang ke rumah sakit. Ah, Rahee bersyukur Bimo dikelilingi oleh orang-orang baik. Setidaknya selama tur HEXID berlangsung, dia bisa sedikit tenang. "T-tidak. Menjauh dariku." Rahee mematikan ponselnya, lalu melirik ke arah ranjang. Sean ternyata tengah mengigau dalam tidurnya. Dengan ragu Rahee mendekat, dan yang dia heran adalah wajah Sean nampak ketakutan. Keringat disekitaran dahinya juga cukup banyak, seolah-olah pria itu dihantui oleh sesuatu hal menakutkan. Apa yang Sean mimpikan? "Pergi! Pergi!" Tangan Rahee terulur untuk membangunkan Sean, namun dia urungkan. 'Tugas'nya malam ini sudah selesai, dan dia hendak kembali ke

  • Trapped By The Devil   16. Tidak Mungkin Jatuh Cinta

    Venue konser berada di sebuah stadion dengan kapasitas 20 ribu penonton. Hal yang menakjubkan adalah tiket konser HEXID di Singapura sold out. Riuh teriakan para penggemar terdengar hingga backstage, dan Rahee jelas bisa mendengar semua itu. Saat ini penyanyi lokal sedang bertugas sebagai pembuka, jadilah jelas waktu yang Rahee miliki tidak banyak. "Tenang, Rahee. Tenang," gumam Rahee pada dirinya sendiri. Dia gugup karena ini adalah pertama kalinya dia memiliki klien pria, dan yang lebih membuatnya gugup adalah pria itu Sean. Master-nya, bosnya, dan pria yang sangat Rahee benci. Itulah macam-macam julukan yang Rahee sematkan. Sementara Sean yang tengah hanya diam saja. Ya, Sean tidak bicara apa pun sejak keluar dari fitting room hingga kini. Rahee sungguh tidak mengerti dengan mood Sean. "Kau ingin model rambut seperti apa?" tanya Rahee. "Itu pekerjaanmu. Kenapa kau harus me

  • Trapped By The Devil   15. Fitting Room

    Sean menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu mengembuskannya dalam satu helaan nafas. Risau perasaannya, membuat dia tekan ujung putung rokoknya yang masih panjang di atas asbak. Sean menatap tangan kanannya. Permukaan tangannya masih merah dan panas, tanda bahwa tamparan yang dia berikan pada Rahee tadi begitu keras. "Kenapa kau memandangi tanganmu seperti itu?" tanya Ezra, mendatangi Sean yang sejak tadi duduk di balkon kamar hotel seorang diri. "Oh, kau ingin bermasturbasi? Sebentar, ponselku sebentar lagi penuh." Iya, Ezra berada di kamar Sean untuk meminjam kabel charger. Bukannya membawa benda itu, Ezra justru langsung meng-charger ponselnya di kamar Sean. "Aku tidak level melakukan itu," balas Sean, lalu dia melihat ke arah dalam kaamrnya. Ada sosok Lucas dan Mark yang tengah melakukan live di I*******m. "Sejak kapan kalian berdua ada di sini?" "Kami menyelinap di belakan

  • Trapped By The Devil   14. Tur Pertama; Hi, Singapura!

    Melakukan suatu hal baru untuk kali pertama tentu mendebarkan. Entah konteks yang dapat diartikan sebagai debaran menyenangkan ataupun buruk. Satu hal pasti, kali ini debaran menyenangkan tengah menyelimuti Rahee. Usai pemeriksaan imigrasi dan klaim bagasi yang menurutnya rumit, Rahee menatap kagum seisi Bandara Changi Singapura. Ini pertama kalinya dia berpergian ke luar negeri. Seumur hidup dia tidak pernah meninggalkan Indonesia, termasuk Bimo. Walau sangat berat bagi Rahee, Bimo memastikan bahwa dirinya akan baik-baik saja. Ah, anak itu memang selalu bertindak terlalu dewasa. "Kak! Ini baru 3 jam sejak kau pergi, dan kau sudah menghubungiku?" pekik Bimo disebrang sana. Rahee mengganti menjadi mode video call, lalu menunjukan sekelilingnya. Wajah Bimo seketika berbinar penuh takjub, "Wow, bagus sekali. Aku iri padamu." "Tidak boleh iri, karena aku akan membawamu kemari." "Bisakah?" gumam Bi

DMCA.com Protection Status