Bab 73Edwin dan Melati saling berpegangan tangan menuju ke peternakan yang jaraknya beberapa puluh meter dari rumah utama. Di sana tampak Gunadi masih berdiri dengan gelisah ketika mereka berdua menghampirinya."Ayah." Melati memanggil ketika Gunadi langsung berbalik menatap ke arahnya. Tak jauh dari mereka, beberapa orang tengah sibuk memilah hewan yang telah menyembelih, dengan darah di mana-mana dan bersiap untuk dibawa ke pengepul."Bagaimana semuanya, Ayah?" tanya Edwin sambil memindai keadaan sekitar yang memang tidak baik-baik saja.Gunadi mendesah berat. Dia tidak menyangka dengan apa yang sudah dilakukan oleh Teguh. Perbuatan yang sama sekali tidak bisa dimaafkan."Seperti yang kalian lihat, banyak sapi yang terkena racun dan terpaksa harus disembelih.""Dan ayah tahu siapa pelakunya?" Gunadi mengangguk kemudian menatap Edwin dengan serius."Teguh! Dia pelakunya. Dia mungkin pamanmu, tapi kau adalah menantuku sekarang, dan suami dari anakku. Tentunya kau tidak akan membia
Bab 74Teguh tersenyum sinis. Dia bersama beberapa orang datang ke tempat di mana Gunadi memintanya untuk bertemu.Senyum terukir di bibirnya ketika melihat seseorang yang berada di samping Gunadi tengah menggendong bayi yang diselimuti dengan kain putih. Tampak bayi itu menggeliat, mungkin karena udara yang sangat dingin."Jadi dia adalah putraku?" Gunadi segera mengangguk. "Cepat serahkan dia padaku," ucapnya tak sabar ingin segera melihat putra yang sudah dilahirkan oleh Melati tersebut. Namun demikian, tentu saja Gunadi tidak menyetujuinya secepat itu."Apakah itu artinya kau tidak akan pernah lagi mengganggu hidupku dan keluargaku?" tanyanya untuk memastikan. Walau bagaimanapun dampak perbuatan yang dilakukan oleh Teguh membuat usahanya merugi cukup besar.Hahaha! Teguh tertawa lepas. "Rupanya banyak sekali yang kau takutkan, Gunadi! Tapi kau jangan khawatir, setelah aku memastikan jika bayi ini adalah benar-benar anakku, maka kupastikan hidupmu akan aman kedepannya. Tapi tentu
Bab 75Suara gedoran kasar terdengar dari ruang bawah. Dena yang curiga ada seseorang yang tengah melakukan kekerasan di tempat itu, segera naik ke lantai dua dan menutup pintu kamar Melati, saat wanita itu tengah menidurkan si kecil Diandra di tempat tidurnya."Ada apa, Ma?" tanya Melati dengan dingin, menatap raut khawatir di wajah ibu tirinya tersebut. Disaat yang sama, suara gedoran pintu makin terdengar kasar dari pintu utama dan membuat kening Melati berkalut dalam."Seseorang telah memukuli para penjaga di depan, dan sepertinya memaksa untuk masuk ke rumah." Dena bersuara dengan cemas."Apa?" Melati langsung berdiri dan segera mengunci pintu kamarnya. Namun terlambat, ketika derap langkah suara sepatu beberapa orang mulai naik dan mendobrak paksa pintu kamarnya. Dena dan Melati langsung mundur, tak lupa mengambil si kecil dari tempat tidur dan memeluknya dengan erat.Pada hitungan ketiga pintu, langsung terbuka dan beberapa orang tampak menyeringai menatap ke arah mereka yan
Bab 76Entah jam berapa hingga akhirnya Melati terbangun dari tidurnya. Hanya saja ketika dia membuka mata, ternyata sudah pagi. Terlihat dengan tanda matahari sudah muncul ke permukaan, ditambah lagi kicau burung yang hinggap di dahan pohon, membuatnya kembali mengerjapkan mata, langsung bangun dan duduk.Melati langsung terkejut dengan nyawa yang masih belum terkumpul. Di sana ada Teguh yang duduk di kursinya sambil memandang ke arahnya dengan senyum yang terukir di bibirnya, membuat Melati seketika mundur dan ketakutan."Apa yang sedang kau lakukan di sini? Cepat lepaskan aku dan biarkan aku pergi sekarang juga!" ujarnya dengan perasaan marah, menatap ke arah pria yang seperti tidak memiliki perasaan sama sekali. Teguh tidak terlihat terganggu dengan ucapannya dan masih diam di tempatnya tanpa bergerak sama sekali."Melati, Melati. Cukup bicaranya, Sayang. Sebaiknya kau segera membersihkan dirimu karena kita akan segera sarapan bers
Bab 77"Apakah anda yakin akan membawanya untuk menemui Bu Anita, Bos?" tanya seorang bodyguard pribadi yang selalu menjaga Teguh kemanapun dirinya pergi."Tentu saja aku yakin akan hal itu.""Lalu bagaimana jika anda mendapatkan reaksi tak terduga dari wanita itu?" Pria yang memakai jaket kulit berwarna hitam itu merasa penasaran. Pikirnya, setiap wanita pasti akan marah jika mengetahui jika suaminya memiliki anak dari perempuan lain. Dan ia pun ragu jika Anita akan begitu saja menerima anak yang tengah digendong oleh Teguh barusan."Justru aku membawanya ikut menemui Anita untuk mengambil langkah selanjutnya.""Maksud, Anda?" tanya pria itu dengan alis bertautan. Sejujurnya dia makin tidak mengerti dengan maksud Teguh sebenarnya."Kau terlalu banyak bertanya. Tapi tidak apa-apa, mumpung perasaanku sedang baik, aku akan menceritakan sedikit padamu. Jika Anita bisa menerima Giandra dalam pelukannya dan mau mengurusnya hingga bayi ini besar, maka aku akan tetap mempertahankannya disis
Bab 78Tok tok tok!Suara pintu yang diketuk, membuat Edwin yang tengah duduk di sofa sambil memijat kepalanya yang terasa berat, segera beranjak dan membuka pintu.Dia sedikit terkejut ketika melihat Anita berdiri di sana dengan tangisnya yang berderai."Tante Anita, apa yang terjadi? Ayo, masuklah," ajak Edwin karena tidak tega melihat tantenya berdiri di sana"Siapa yang datang, Ed?" Candra yang kursi rodanya didorong oleh seorang perawat baru, penasaran. Perawat itu sendiri yang sudah menggantikan Wina yang telah tiada."Tante Anita, Kek." Sedikit terkejut, tak urung membuat Candra menyuruh cucunya untuk membawa wanita itu masuk, apalagi melihat sekilas keadaannya yang tidak baik-baik saja."Jika kau ingin curhat tentang masalah dengan suamimu, kau tahu kan tempatmu bukan di sini," ujar Candra mengingatkan. Berharap Anita paham bahwa hubungannya bersama dengan Teguh tidak berjalan sempurna, sejak beberapa tahun yang lalu. Bahkan sejak kejadian itu, Teguh dilarang untuk berkunj
Bab 79"Apa itu? Apa yang sebenarnya hendak kakek katakan padaku? Kenapa terlihat serius sekali?"Candra mendesah berat."Ini tentang kejadian yang menimpa ayahmu saat kecelakaan itu." "Apa?!" Edwin menatap tak percaya ketika Candra mengangguk sekilas dan menyuruhnya untuk duduk di sampingnya."Kau tahu kan jika kakek menyelidiki kasus itu tak lama setelah ayahmu meninggal di tempat kejadian.obil yang kalian gunakan adalah mobil baru dan tidak mungkin jika remnya blong, apalagi hingga membuat kendaraan itu lepas kendali dan akhirnya menabrak mobil tronton di depannya, hingga akhirnya hampir masuk jurang. "Jadi, maksud kakek itu semua ada hubungannya dengan seseorang?" tanya Edwin dengan perasaan tidak sabar."Kau benar. Seseorang telah merencanakan semua ini, dan selama ini kakek menyimpannya seorang diri tanpa pernah mau menceritakannya kepada siapapun. Alasannya karena kakek masih menjaga nama baik orang itu. Namun ternyata meskipun dia orang terdekat kita, nyatanya dia tidak leb
Bab 80Edwin turun dari mobilnya diikuti beberapa orang anak buahnya, memindai sekeliling tempat itu yang tampak sepi. Lampu luarnya menyala dengan terang, namun bagian dalamnya terlihat gelap terbukti dari kaca yang menggelap."Apa anda yakin jika Bu Melati dan anaknya ada di sini, Tuan?" tanya salah seorang pengawal bertanya kepada Edwin yang berdiri di depannya."Aku tidak tahu, tapi sepertinya aku ragu." Pria di belakangnya ikut mengangguk, kemudian dengan segera masuk ke dalam halaman itu, yang rupanya gerbangnya tidak terkunci. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitar sana, mereka pun masuk ke pintu utama dengan menjebol dari jendela. Edwin sigap mencari saklar lampu hingga beberapa saat kemudian, ruangan Itu tampak terang benderang dan suguhi dengan pemandangan sepi. Tidak banyak barang di ruangan itu, namun Edwin menduga juga Melati sempat datang ke sana. Terbukti ruangan itu sedikit terlihat rapi.Matanya mulai mengedar ke berbagai sudut ruangan, hingga akhirnya naik
Bab 99Melati tertegun, entah apa yang ada dalam pikiran Edwin, namun ketika suaminya menyebut nama wanita tersebut, matanya melebar sempurna dengan tubuh seperti kaku. Melati yang mengerti raut wajah suaminya itu berubah pun, segera mengambil alih Giandra dan menyerahkannya kepada pengasuhnya."Siapa dia, Mas?" tanya Melati seakan tidak sabar ingin mengetahui siapa wanita yang di hadapannya itu. Dulu suaminya pernah berkata sakit hati saat ditinggalkan seseorang yang telah pergi, dan pikiriannya langsung mengarah ke sana."Michy, ke marilah, Nak. Ayo makan malam bersama dengan kami," ajak Candra. "Oh ya, kapan kamu kembali dari Korea?" Pria tua itu tidak mungkin melupakan siapa Michy bagi cucunya. Beberapa tahun yang lalu, Michy dan Edwin sempat berhubungan cukup lama. Michy juga adalah cinta pertama cucunya. Namun setelah tiga tahun menjalin hubungan, wanita itu memilih meninggalkan negaranya untuk tinggal di Korea sambil melanjutkan studi designnya di sana. Siapa yang menyang
Bab 98Entah berapa lamanya mereka saling memadu kasih, hingga keduanya terlelap karena kelelahan.Saat Melati terbangun dari tidurnya, dia kaget karena Giandra tidak ada di box bayi miliknya.Wanita yang panik itu pun segera menggulung rambutnya dan mengikatnya ke atas dengan asal, lalu segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan mengganti dengan pakaian yang baru.Buru-buru wanita itu keluar dari kamarnya untuk mencari putra semata wayangnya, dan saat turun ke ruang tamu, tempat itu remang-remang tanpa cahaya dan seluruh lampu nyaris dimatikan semuanya."Ya ampun dia mana Giandra berada?" ujarnya sambil menggigit ujung kukunya karena bingung. Melati pun menatap ke arah kamar Ernawati yang tertutup, kemudian disampingnya ada kamar Anita yang juga tertutup rapat. Dia sengaja didekatkan telinga ke salah satu kamar tersebut, namun hanya sunyi yang didapatnya."Melati, kenapa kamu menempelkan kupingmu di tengah malam seperti ini?" Jovan yang baru keluar dari dapur deng
Bab 97Seketika berita itu menjadi trending di beberapa acara berita di Belanda, dan sampai ke telinga Edwin melalui sebuah pemberitahuan melalui telepon."Kami hanya ingin mengabarkan kepada anda, tentang kejadian kecelakaan yang telah menewaskan saudara Teguh Yogaswara. Keadaan tubuhnya hampir tidak berbentuk karena kecelakaan hebat itu, juga karena ledakan yang membuat jasadnya tidak sempurna. Apakah kami harus menerbangkannya ke Indonesia, atau anda lebih memilih kami memakamkannya di negara ini, mengingat untuk melewati imigrasi sangat sulit dilakukan, dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar!" Suara di seberang sana terus bergema membuat Edwin bingung, hingga suatu keputusan diambil oleh demi kemaslahatan bersama."Kakekku dan kami semua sudah mendengar berita itu sebelumnya dari media massa. Untuk itu, kami semua sudah kesepaka jika jasad Teguh lebih baik dikebumikan saja di Belanda, dan saya meminta pertolongan anda semua untuk mewakilinya, mengingat kami juga tidak bisa per
Bab 96Duduk di tengah-tengah keluarga Candra Wijaya membuat hati Jovan menghangat, di mana dia bisa melihat senyum di wajah Ernawati dan Candra juga kehangatan kasih sayang antara Edwin dan Melati, yang disampingnya ada Kirana yang melirik sesekali ke arahnya dan menunduk seperti malu-malu.Setelahnya mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol di ruang tengah. Layar televisi tayang sejak tadi menyala sama sekali tidak membuat mereka tertarik yang ada justru obrolan dan candaan layaknya keluarga besar.Setelah merasa sedikit bosan jumpa naik ke lantai atas di mana kamarnya berada kemudian duduk di balkon sambil menikmati cahaya malam yang indah. Langit bertaburan bintang dan dia duduk di atas kursi rotan sambil memandang ke atas. Kirana masuk setelahnya dan duduk di sampingnya."Sejak kapan, Jo?" Wanita itu tanpa bertanya tanpa mengalihkan pandangan ke samping di mana jawaban langsung melirik bingung ke arahnya."Apanya yang sejak kapan?" Kirana memanyunkan bibirnya."Bod*h!"
Bab 95"Jadi, apakah menurut kakak, Jovan akan menerimaku, dengan keadaanku yang seperti ini?" Kirana mendesah berat. Dia melihat keadaan kakinya yang tak sempurna. Meskipun ragu, dia ingin mempertanyakan langsung kepada kakaknya, karena hanya pria itu yang mengerti keadaannya sekarang.Edwin mengangguk, lalu sebuah senyum terbit di bibirnya. Hatinya menghangat melihat senyuman di wajah Kirana."Karena hanya dia yang kakak lihat tulus mencintai kamu, Kirana. Makanya jangan ragu untuk menerima pria itu. Bukankah lebih baik dicintai, daripada mencintai, karena ujung-ujungnya hanya akan membuatmu sakit hati." Edwin mencoba memberi pengertian.Kirana cukup tertohok mendengar pernyataan dari kakaknya barusan."Kakak nggak pernah mendengar aku dan Bian bertengkar, kan?" tanyanya Karen Edwin seperti mengerti isi hatinya. Dia mencintai Bian dan ingin memilikinya. Naas, pria itu malah sebaliknya."Tentu saja tidak. Hanya saja kakak selalu melihat dia tidak pernah tulus mencintaimu. Bukankah
Bab 94"Melati mana?" Satu kata yang ditanyakan oleh Ernawati ketika sudah sadarkan diri adalah menantunya. Erwin sendiri tidak ada di sana karena harus mengurusi kasus Gunadi di kantor polisi sementara Melati pulang ke rumah atas suruhan Jovan.Wanita itu sudah pulang ke rumah tadi jawaban yang menyuruhnya sepertinya wanita itu tengah bingung atau sedih entahlah apapun tidak tahu Bu memangnya ada apa atau mungkin ada yang kalian tutupi dariku mata Kirana memicing menatap Ernawati yang segera menggeleng wanita itu bukannya menjawab Allah menerawang memandang langit-langit kamar.Bu aku bertanya pada ibu loh kenapa ibu nggak mau menjawabnya apakah perempuan itu membuat masalah lagi di keluarga kita dan apakah ini juga yang menyebabkan Ibu tidak sadarkan diri jika memang demikian biarkan aku yang menghajar wanita itu atau kalau perlu aku akan menyeretnya ke jalanan sesegera mungkin." Kirana berkata dengan perasaan menggebu nyatanya setelah beberapa waktu berlalu bahkan setelah Edwin dan
Bab 93"Jadi, Pak Gunadi mengakui segala tuduhan dan penyebab kecelakaan yang terjadi empat tahun yang lalu di Desa Sukmajaya itu?" tanya polisi itu untuk yang kedua kalinya."Iya, Pak. Saya mengakui semuanya. Dan saya merasa bersalah, serta saya bertanggung jawab atas segala kejadian waktu itu. Dan saya mengatakan hal ini dengan sesadar-sadarnya, tanpa ada yang ditutup-tutupi dan tanpa ada yang saya sembunyikan," ujarnya dengan kepala tertunduk. "Baiklah kalau begitu. Itu artinya menegaskan jika apa yang sudah saudara lakukan, anda sudah mengakui barusan, benar-benar murni dari dalam hati anda sendiri, tidak ada penekanan ataupun ancaman dari yang lainnya." Gunadi mengangguk lagi. Akhirnya dia melihat salahkah kalian sudah mengakui seluruh kejahatan di selama ini. Dan pasrah menjalani hukuman apapun yang akan ditimpakan kepada. Entah itu hukuman cambuk, hukuman tembak, ataupun hukuman mati yang akan dijalankannya. Tak mengapa, asal Gunadi merasa tenang menjalani sisa hidupnya.
Bab 91Kali ini Edwin duduk dengan pandangan menunduk, merasakan sesaknya dada dan air mata yang tak kunjung berhenti dari matanya. Meskipun sebagai seorang lelaki sejati, dia sudah berusaha untuk menghalau butiran bening itu berulang kali, namun fakta dan kenyataan yang baru saja didengarnya itu, membuat jiwanya terguncang. Bahkan segala pikiran berkecamuk dalam kepalanya. Benci, marah, kecewa, semuanya bercampur jadi satu rasa.Sesuatu hal yang tidak bisa dibayangkan akhirnya terbuka begitu saja, setelah beberapa tahun menunggu. Dan kenyataan itu sekaligus mengguncang batinnya, di mana Edwin merasa perang sabil dengan keadaan fakta, juga tentang masa depan kehidupannya bersama dengan wanita, yang nyatanya mertuanya sendiri adalah seorang pembunuh dari ayahnya.Tak berbeda keadaannya dengan Edwin, Berulang kali Melati memejamkan matanya dengan menghela nafas panjang, hanya demi untuk meluapkan sebak yang ada dalam dadanya. Dia bagai terhimpit gunung, mendengarkan kenyataan yang dar
Bab 91Padahal Edwin baru saja tiba di ruangan Jovan beberapa saat yang lalu. Dan dia langsung menggendong Giandra karena gemas dan merindukan bayi kecil itu, setelah seharian ditinggalkan untuk bekerja di kantornya. Tapi, kehadiran Gunadi langsung membuatnya mengernyit heran, menatap ke arah pria itu yang langsung bersimpuh di kakinya dengan matanya yang memerah."Ada apa denganmu, Ayah?" tanyanya sambil memberikan Giandra kembali pada istrinya.Melati pun ikut bingung melihat kelakuan Gunadi saat ini. Sekilas menatap ke arah Jovan yang tampak santai dan menatap ke arah pria itu, yang bersimpuh di bawah dengan dada naik turun."Sebelum aku masuk penjara demi untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanku, aku ingin memohon ampun dan meminta maaf kepadamu, Edwin, bahkan untukmu juga Melati. Karena itu ayah meminta maaf karena selama ini telah memperlakukanmu dengan tidak adil. Terlebih tindakan ayah di masa lalu kepada Edwin dan keluarganya, yang membuat suamimu itu menderita. Ay