TRAGEDI CINTA BUNGA
Penulis : David KhanzBagian : 7Episode : Perang Dingin“Ada apa dengan Ayah saya, Kang?” tanya Bunga tidak sabar dengan sikap Dillah yang tampak ragu untuk menjawab pertanyaannya tadi. Karena hal itu pula, gadis tersebut nekat hendak ikut masuk ke dalam kamar.Dillah berusaha menahan dan menghalang-halangi, lalu berseru, “Jangan dulu masuk, Neng! Biarkan Juragan beristirahat untuk sementara waktu!”Bunga tetap memaksa. Berusaha masuk dengan cara mendorong-dorong badan anak buah ayahnya sekuat tenaga.“Itu ayahku sendiri, Kang! Jadi … biarkan saya masuk sekarang juga!” ujar gadis tersebut kesal.Di saat-saat ribut itulah, sosok Ki Sanca muncul. Dia keluar dari dalam kamar beserta beberapa orang lainnya. Kemudian mengajak Bunga untuk bersama-sama duduk dan menjelaskan keadaan Juragan Mahmud.“ … Juragan harus banyak beristirahat selama beberapaTRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 8Episode : Misteri Makhluk Berwajah AnjingSesosok hitam tiba-tiba melesat ke arah Mahmud disertai geram menyeramkan laksana suara binatang buas hendak menerkam. Sontak laki-laki muda tersebut terkesiap dan melakukan gerakan mundur untuk menghindar. Hampir saja sesuatu mengenai badan bagian depan. Hanya sepersekian masa singkat dan cepat mengancam salah satu titik terlemah manusia, yakni dada. Dengan sigap, Mahmud lanjut mengentak kaki lebih jauh ke belakang seraya memasang kuda-kuda.“Siapa kau?!” tanya Mahmud masih dengan sisa keterkejutannya, melihat-lihat ke arah sosok tadi muncul dalam pandangan temaram. “Astaga!” Kali ini dia berseru kaget bukan kepalang. Bukan apa-apa, karena penampakan di depannya tersebut sungguh sangat mengejutkan. ‘Makhluk apa ini, Tuhan?’ bergumam kemudian di dalam hati.Dalam kepekatan malam dan dibantu sedikit bias cahaya centir di sana, pandangan mata Mahmud membentur pada satu sosok menyeramkan. Berwu
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 9Episode : Kecurigaan Seorang Mahmud“Sudah seharian ini aku tidak melihat ayahmu, Sum,” ujar Mahmud siang harinya pada sang istri, Sumiarsih. “Bahkan terakhir kali aku bertemu dengan beliau, kemarin waktu acara pesta pernikahan kita usai. Ke mana ayahmu itu?” tanya lelaki tersebut kemudian dengan sorot mata tajam.Sumiarsih yang baru saja selesai mandi, menoleh pada suaminya. Dia membetulkan letak belitan handuk di kepala sebelum menjawab.“Biasanya Ayah ada di rumah satunya lagi, Kang. Ayah memang jarang sekali mau tinggal di sini denganku. Lebih suka berdiam di sana sambil mengurusi pekerjaan,” kata perempuan tersebut tampak santai. “Ada apa? Akang ada perlu dengan Ayah?”Mahmud menghela napas panjang. Pandangannya sengaja dialihkan ke arah lain, guna menghindari tatapan dari Sumiarsih.“Ah, tidak. Aku hanya sekadar bertanya saja,” balas lelaki tersebut dengan benak masih menyimpan beberapa pertanyaan terkait kejadian semalam. “La
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 10Episode : Misteri SumiarsihHari itu Mahmud tidak diperkenankan untuk menjenguk Ki Darsan yang sedang dalam perawatan Tabib Sanca. Karena hal itu pula, lelaki tersebut semakin dibuat penasaran dan berkali-kali memaksa untuk menemui mertuanya.“Beliau itu ayah dari istri saya, Abah!” ujar Mahmud merasa kesal sekali pada Abah Langga. “Mengapa sampai berhari-hari saya tidak diperbolehkan menemui mertua saya sendiri?”“Tenanglah, Mahmud,” timpal Tetua Adat Kampung Sarawu itu. “Kondisi dia sekarang, tidak dalam keadaan lebih baik. Kita percayakan saja semuanya pada Saudara Tabib Sanca. Kelak kalau sudah pulih kembali, kau bisa menemui Ki Darsan.”Mahmud tetap tidak mau menerima dan bersikeras. Dia merasa bahwa Abah Langga telah menyembunyikan sesuatu darinya terkait sosok ayah Sumiarsih tersebut. Karena hal itu pula, hampir saja terjadi keributan besar antara anak muda dengan orang tua itu. Untung saja, Targa yang senantiasa mengawal ke
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian 11Episode : Kematian Ki DarsanSumiarsih menghambur peluk pada tubuh Mahmud. Di antara sedu sedannya, kembali perempuan tersebut melanjutkan ucapan, "Mulai sekarang ... saat ini, aku akan memasrahkan diri pada Akang seorang." Lelehan hangat mengalir deras menyusuri pipi dan jatuh membasahi baju Mahmud. "Tolong, jangan tinggalkan aku, Kang. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi."Masih dengan berbagai pertanyaan yang ada di dalam kepala, lelaki itu memutuskan untuk menunda terlebih dahulu desakan rasa keingintahuannya akan perihal masa lalu Sumiarsih dan Ki Darsan, sebagaimana tadi. Dia merekatkan tubuh istrinya semakin dalam lingkar peluk. Membiarkan beberapa saat sampai isak tangis perempuan tersebut mereda.Sebagai menantu dari salah seorang tokoh masyarakat Kampung Sarawu yang berpengaruh, Mahmud mencoba merayu dan mengajak Sumiarsih agar ikut hadir dalam acara pemakaman Ki Darsan. Awal-awalnya masih mendapatkan penolakan, hingga a
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 12Episode : Rahasia Dalam Misteri“Tapi pada kenyataannya Akang masih hidup sampai sekarang ‘kan, Kang? Karena apa? Sebab aku percaya kalau Akang akan mampu mengubah semuanya. Mengeluarkan aku dari permasalahan yang selama ini mengukung aku, Kang,” balas Sumiarsih masih bersikeras untuk tidak mengungkapkan hal yang sebenarnya pada Mahmud. “Bukan tanpa alasan aku menghendaki Akang untuk menjadi suamiku. Disamping itu … aku juga jatuh cinta pada Kang Mahmud. Akang seorang,” imbuh perempuan tersebut panjang lebar disertai kelopak mata menganak sungai. “Aku bersumpah, aku akan mengabdikan hidupku ini sepenuhnya hanya untuk Akang. Suamiku.”Pada satu itu, ada kebanggaan tersendiri bagi Mahmud saat mendengar ucapan dari lisan istrinya itu. Namun sebagai berbagai pertanyaan yang masih juga memenuhi benak, tidak serta merta membuat laki-laki tersebut luluh untuk sementara. Dia ber
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 13Episode : Pemakaman Ki DarsanDi saat Sumiarsih dan Enok sedang berbincang-bincang itulah, tiba-tiba pintu kamar kembali terkuak, disusul kemunculan sosok Mahmud berdiri dengan raut wajah dingin di sana.“Sebentar lagi jenazah ayahmu akan dibawa ke astana pemakaman, kamu masih tetap ingin bertahan berdiam di sini, Sum?” tanya lelaki tersebut terdengar datar.“Akang ….,” gumam Sumiarsih langsung bereaksi semringah begitu mendapati sosok suaminya tersebut. Bagi perempuan ini, kembalinya Mahmud yang beberapa saat sebelumnya berlalu begitu saja dari kamar, tentunya memberikan makna tersendiri di hati. Maka tanpa dipinta, dia bangkit untuk menghampiri dari tepian ranjang. “Akang memintaku untuk turut mengantarkan Ayah ke sana?”Mahmud menarik napas panjang-panjang seraya menipiskan bibir.“Setidaknya aku ingin istriku terlih
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 14Episode : Rencana Pengadilan AdatTok! Tok! Tok!Terdengar suara ketukan di pintu kamar, sekaligus membuyarkan lamunan Juragan Mahmud akan masa lalunya beberapa saat lalu.“Siapa?” tanya lelaki berusia 50 tahun tersebut seraya menoleh ke arah pintu.Terdengar jawaban parau dari arah luar, “Saya, Juragan.”Juragan Mahmud menarik napas panjang. “Masuklah,” ujarnya kemudian begitu mengenali siapa sosok yang berada di balik pintu kamarnya tersebut.Tidak berapa lama muncul sesosok perempuan tua usai menguak daun pintu. Bi Enok. Wajah pembantu tersebut tertunduk, tidak berani beradu tatap maupun melihat-lihat seisi kamar. Dia melangkah pelan mendekati Juragan Mahmud yang terbaring duduk di atas ranjang besar dengan posisi punggung bersandar pada dinding kayu.“Ada apa, Bi?” tanya ayah kandung Bunga itu
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 15Episode : Prasasti Sejarah Yang TerlukaAbah Targa menarik napas panjang, lantas mendecak sekali setelah mendengar ucapan Juragan Mahmud baru saja. “Ah, kau selalu saja mengalihkan pembicaraan dan mengait-ngaitkan permasalahan pada masa lalu kita dulu, Mahmud,” ujar lelaki tua berikat kepala dan pakaian serba hitam tersebut. “Sekarang … kita sedang membicarakan perihal putrimu, Mahmud. Keluargamu sendiri, sekaligus wargaku pula. Tidak bisakah sedikit kau mengenyampingkan sentimen pribadi yang sudah mengakar di hatimu itu, hhmmm? Ya, Tuhan.” Kembali sosok Tetua Adat tersebut menghela berat.Juragan Mahmud tersenyum kecut di antara pandangan lurus ke depan, berlawanan arah dari posisi dimana Abah Targa berada saat itu.“Tapi walau bagaimanapun juga, mau tidak mau, diakui atau tidak, masa-masa yang satu itu sudah merupakan bagian dari sejarah hidup kita b