TRAGEDI CINTA BUNGA
Penulis : David KhanzBagian : 69Episode : Sebuah Tuntutan PertamaHidup dalam pengasingan dan dalam keadaan miskin—sedikit demi sedikit—sering membuat Syaiful berkeluh kesah sendiri. Dia merasa impiannya terdahulu belum sepenuhnya tercapai. Karena itu pula, diam-diam lelaki muda tersebut mencoba berbicara dan memengaruhi istrinya.“ … Setidaknya kamu bisa untuk meminta pada ayahmu, Neng. Mungkin beliau bisa membantu kita keluar dari permasalahan ini,” ucap Syaiful pada suatu ketika. “Lama-lama … aku merasa tidak tega melihat kondisimu, apalagi sekarang … sedang berbadan dua seperti itu,” imbuhnya kembali sedikit menambahkan nuansa drama pada obrolan mereka tersebut. “Kamu yang terdahulu, sudah terbiasa hidup nyaman dan senang, tapi kini … aahhh, kadangkala … aku merasa berdosa sekali padamu, Neng, karena telah membawamu pada kehidupan yang serba berkekurangan.”Bunga mengelus perutnyTRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 70Episode : Sosok MisteriusKegundahan seorang Juragan Mahmud setelah mengetahui putrinya tengah mengandung, lantas mencoba menemui Abah Targa untuk meminta sedikit keringanan hukum. Minimal, agar Bunga diperbolehkan tinggal untuk sementara waktu bersamanya atau mungkin mendapat tawaran pilihan lain.“ … Paling tidak, sampai anakku itu melahirkan, Targa,” ucap Juragan Mahmud suatu ketika. “Aku tidak tega, dalam keadaan hamil, anakku berada di tempat asing seperti itu. Bagaimana kalau ada apa-apa dan tidak ada seorang pun yang bisa dipintai pertolongan?”Sosok Tetua Adat itu mendeham sebentar. Berpura-pura sedang berpikir, padahal sebenarnya dia sedang berkata-kata di dalam hati.‘Hhmmm, akhirnya … manusia yang satu ini datang menemuiku dan meminta bantuan. Huh!’ gerutunya sendiri. ‘Apakah dia pikir, akan dengan mudah aku memberikan apa yang
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 71Episode : KecurigaanSosok yang bersama Bi Enok itu bangkit perlahan-lahan, disertai ringis di wajah dan tangan memegangi bagian perut.“Saya Jambra. Biasa orang-orang memanggil saya dengan nama Ki Jambrong,” ucap lelaki tua tersebut seraya mengulurkan tangan, mengajak Juragan Mahmud untuk bersalaman.Untuk beberapa saat, pesohor Kampung Sarawu tersebut lekat memperhatikan sosok yang baru pertama kali dia lihat itu. Lantas membalas berjabat tangan.“Maaf, sepertinya … kita belum pernah bertemu. Apakah itu berarti Kisanak bukan warga dari kampung ini?” tanya Juragan Mahmud setengah menyelidik. “Saya hampir mengenal semua orang-orang yang tinggal di Kampung Sawaru, karena hampir sepertiga dari mereka bekerja pada saya.”Sosok orang tua yang bernama Ki Jambrong itu melirik sesaat pada Bi Enok, lantas balik menatap Juragan
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 72Episode : Di Antara Tiga Lelaki Tua“Apa maksudmu, DIllah?” Kembali Juragan Mahmud bertanya sambil menengok ke arah kamar Bunga. Pintunya dalam keadaan tertutup rapat. “Kamu jangan bicara sembarangan. Sepertinya dia bukan orang sembarangan,” imbuhnya kembali berbisik.Dillah menghaturkan sembah maaf.“Saya tahu itu, Juragan,” balas lelaki tersebut kian mendekat ke arah dimana Juragan Mahmud duduk. “Justru karena itu, saya ingin mengingatkan kepada Juragan, agar berhati-hati terhadap dia. Siapa tahu saja, dia memiliki niat yang tidak baik terhadap Juragan nanti.”Dillah tidak bermaksud merendahkan majikannya tersebut. Sebagai sosok yang dikabarkan pernah mengalahkan Ki Darsan dulu, tentunya kemampuan Juragan Mahmud tidak bisa dianggap enteng. Namun sebagai seorang pihak yang diberikan kepercayaan penuh, tidak ada salahnya untuk sekadar membantu mengingatkan.“Hhmmm
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 73Episode : PermusuhanKali ini Juragan Mahmud menggunakan sapaan kata ‘kau’ setelah sebelumnya berupa ‘kisanak’. Tentu saja ini dimaksudkan untuk memberi kesan kepada Abah Targa bahwa antara dia dan Ki Jambrong memang pernah akrab sebelumnya, sebagaimana yang disampaikan tadi.Hal itu, sedikit membuat sosok Ki Jambrong sendiri bertanya-tanya di dalam hati. Mengapa Juragan Mahmud mendadak bersikap beda? Padahal beberapa saat yang lalu, pesohor Kampung Sarawu tersebut seperti tidak meyakini dirinya. Namun untuk sementara, dukun tua itu tidak ingin berungkap lebih jauh. Dia hanya terfokus pada Abah Targa seorang.‘Hhmmm, aku masih ingat, dia adalah anak Abah Langga. Mantan Tetua Adat di kampung ini sebelumnya,’ gumam Ki Jambrong diam-diam. ‘Dari raut wajah, cara bicara, dan lain-lain, nyaris mirip sekali dengan bapak kandungnya. Apakah dia juga selicik jahanam tua itu dulu?’Usai berucap sebelumnya kepada Ki Jambrong, Abah Targa melanj
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 74Episode : Perjalanan Menguak Tabir HitamJuragan Mahmud dan Ki Jambrong menaiki perahu besar yang sudah dipersiapkan di pinggir dermaga. Hanya mereka berdua, tidak disertai sosok lain.“Jangan dulu bertanya, mengapa saya meminta ini pada Juragan,” kata dukun tua tersebut sebelum mereka memutuskan untuk menjauh dari sekitar Kampung Sarawu. “Saya berharap, cukuplah kita berdua saja. Tidak ada siapa pun, terkecuali Juragan dan saya.”Pesohor kampung itu menyipitkan kelopak mata, memandangi kedua bola mata Ki Jambrong. Seperti tengah menyelidik, apakah sebenarnya yang ingin disampaikan oleh dukun tua tersebut.“Percayalah, saya tidak bermaksud buruk terhadap Juragan. Justru karena sesuatu hal, saya sengaja menemui Juragan,” imbuh kembali dukun tua tersebut berusaha meyakinkan.“Sesuatu hal? Apa itu?” Juragan Mahmud kian merasa p
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 75Episode : Di Balik Tabir Prasasti Kapal terayun-ayun mesra mengikuti liuk tarian permukaan samudra. Biru yang menghampar luas, menyejukkan mata memandang hingga sejauh terlepas. Juragan Mahmud dan Ki Jambrong duduk-duduk santai di atas sebuah bangku memanjang, di bawah keteduhan di bagian dalam. Mereka berdua berbicara panjang lebar sambil menikmati embusan sepoi udara lautan.“ … Jadi Aki ini—dulu—sahabat almarhum bapak saya?” tanya lelaki tua berikat kain putih tersebut, usai mendengarkan penuturan Ki Jambrong. “Yaa Allah …,” desah Juragan Mahmud sembari mengusap wajah. “Saya tidak tahu. Bingung. Apakah ini sebuah kebetulan atau memang perjalanan hidup saya harus seperti ini?”“Semua sudah ada yang menggariskan, Juragan,” timpal dukun tua itu, lantas menunjuk ke atas, “ … Gusti Allah.”Juragan Mahmud menggelengkan kepala.
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 76Episode : Dendam Dalam DiamJuragan Mahmud memandangi jasad Ki Jambrong yang terapung-apung diayun gelombang laut. Semakin lama kian menjauh hingga akhirnya tidak lagi tertampak dalam pandangan mata. Beberapa saat kemudian, tidak terasa lelehan bening pun deras menyusuri pipi tua lelaki tua tersebut. Terguguk bersama rasa sedih yang mengiris-iris jiwa.‘Selamat jalan, Aki,’ ucap Juragan Mahmud di dalam hati seraya memandangi kemana tubuh Ki Jambrong tadi menjauh. ‘Aku hanya menuruti apa yang Aki pinta, walaupun sesungguhnya berat sekali aku melaksanakan perintah.’Dalam hati pesohor kampung tersebut, ingin sekali mengebumikan sahabat bapaknya itu. Namun sebelum menghembuskan napas terakhir, Ki Jambrong berpesan untuk ‘memakamkan’ tubuhnya bersama buih lautan.“S-saya bukanlah manusia baik-baik, Mahmud,” ucap Ki Jambrong menjelang kem
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 77Episode : Keteguhan Hati BungaSehari setelah kematian Ki Jambrong, Juragan Mahmud mengunjungi Bunga—anak perempuannya—di pulau pengasingan. Lelaki tua itu datang tanpa ditemani oleh anak buahnya seorang pun. Sesuatu yang terlihat tidak biasa dilakukan.“Ayah hanya seorang diri ke sini?” tanya Bunga merasa heran ketika mengetahui hal tersebut. “Ke mana Kang Dillah, Kang Syahrul, atau—”“Tidak, Bunga. Ayah memang datang seorang diri ke sini,” tukas Juragan Mahmud seraya membuka perbekalan yang dibawanya kali itu. “Tidak perlu kau risaukan tentang itu. Lebih baik, kita makan bersama sekarang. Ayah lapar sekali.”Sesekali Bunga melihat-lihat ke arah pantai. Mungkin berpikir jika sosok ayahnya tersebut sedang bercanda. Namun sejauh itu, memang tidak tampak seorang pun mengikuti sejak Juragan Mahmud tiba di gubuk.“Sudah lama kit
TRAGEDI CINTA BUNGA DESAPenulis : David KhanzDeru gemuruh ombak di lepas pantai, bergulung riuh membentengi lautan. Berlarian disertai buih putih, seakan tengah berlomba mendahului menggapai tepian daratan. Terayun kuat bersama sapuan banyu yang menarik ulur tiada henti. Sementara sang surya pun tak ingin ketinggalan, dengan pongahnya menyemburkan bara memanggang bumi. Bercampur baur dalam semilir yang kian menyengat.Tak jauh dari sebuah gubuk sederhana yang berdiri di sana, seorang perempuan mematung bertelanjang kaki, beralaskan pasir putih. Sesekali matanya menatap luas lautan yang membentang, dengan bias penuh pengharapan. Di antara helaan napas berat dan seringai bibirnya yang kering, seakan memberi tanda bahwa dia tengah berada dalam sebuah penantian. Entah apa atau siapa yang sedang dia tunggu.Sesekali, tangan kasar perempuan itu mengusap lembut perutnya yang membuncit. Lalu menyeka peluh yang mengucur deras membanjiri pelipis. “Sabar .
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 96Episode : Gema Cinta Di Akhir AsaUsai melakukan kunjungan selanjutnya, usaha Bi Enok untuk membujuk dan mengajak Bunga pulang ke Kampung Sarawu, kembali menemui kegagalan. Perempuan muda yang sedang mengandung besar tersebut tetap menolak dengan alasan belum mendapatkan izin pergi dari sang suami, Syaiful.“S-saya tahu … s-saya akan dinilai sebagai anak yang tidak berbakti terhadap orang tua. Mungkin juga seorang anak yang durhaka,” ucap Bunga lirih disertai mata berkaca-kaca. “Tapi tidak semua orang mau memahami akan kondisi saya sekarang. Saya bukan lagi seorang anak gadis yang hidupnya masih menjadi tanggungan Ayah. Saya sudah menikah, bersuami, dan sekarang … hamil besar. Bagaimana mungkin, dalam keadaan seperti ini, saya harus mengajarkan sesuatu yang buruk terhadap anak kami sendiri? Melangkahkan kaki, keluar dari tempat yang tidak diridhoi, dan tanpa iz
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 95Episode : Pertengkaran Terakhir Bunga dan SyaifulSejak peristiwa terjadinya pertarungan antara Abah Targa dan Juragan Mahmud, kedua laki-laki tua tersebut dikabarkan semakin kritis. Untuk urusan usaha di dermaga—untuk sementara—terpaksa dipercayakan kepada Syahrul dan Amrul, serta dibantu oleh Dirga, cucu Bi Enok. Sementara kepemimpinan Tetua Adat sendiri, dibebankan terhadap para sesepuh lain. Sebagai satu-satunya tabib ahli di bidang pengobatan, Ki Sanca sudah berusaha sekuat mungkin dengan kemampuannya untuk mengobati dua sosok penting di Kampung Sarawu tersebut. Namun sejauh itu pula, upaya yang dilakukan olehnya, tidak juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Terpaksa, di usianya yang kian sepuh, Bi Enok harus berjibaku sendiri mengurus keperluan Bunga dan Syaiful di pulau pengasingan.“Jadi kondisi Ayah sekarang belum menunjukkan tanda
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 94Episode : Pertarungan Berdarah“Hebat … hebaattt … hebaaattt …,” seru Juragan Mahmud sambil bertepuk tangan sendiri. “Lihatlah, langit! Lihatlah, pohon-pohon! Lihat pada mereka, betapa harmonis sekali hubungan kedua manusia berhati ular itu. Hi-hi. Tidak perlu aku bertanya secara satu per satu dan menuntut kejujuran, nyatanya … sikap kalian itu sudah cukup memberiku bukti … bahwa sesama binatang memang hanya akan berkumpul dengan jenis dari mereka masing-masing. Hi-hi.”Abah Targa—terpaksa—melepaskan cekalannya pada tubuh Dillah dan membiarkan lelaki tersebut duduk sambil meringis-ringis di tanah jejalanan. Sejenak sosok Tetua Adat itu melirik pada Juragan Mahmud, lantas berucap pelan, “Tenanglah. Kamu diam di sini. Saya akan mencoba menghadapi manusia sombong yang satu itu.”Dillah mengangguk di antara ringis kesakitan yang tergambar di wajah. Kemudian bersusah payah berpindah tempat dengan cara menggeser badan, menggusur kedua ka
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 93Episode : Aroma KebusukanKrosak!Juragan Mahmud menghentikan langkah, lantas bergeming di tempat untuk beberapa saat. Tatap matanya lurus tertuju ke depan, sementara telinga dipasang sedemikian ketat.“Hhmmm …,” deham lelaki tua berikat kepala putih tersebut. “Keluarlah dari tempat persembunyianmu itu!” serunya kemudian dengan suara lantang.Ditunggu beberapa waktu, tidak ada sahutan maupun sesosok manusia yang muncul mendekat.“Keluar dari tempat persembunyianmu, kataku juga!” Kembali pesohor Kampung Sarawu tersebut bersuara nyaring. “Kau pikir aku tidak tahu, siapa yang ada di belakangku sekarang, hah?! Keluar!”Masih seperti tadi, suasana jalanan tetap sunyi.‘Jahanam! Ternyata dia manusia yang sangat pengecut! Tidak berani menampakkan diri dan lebih betah menguntit di belakangku sejak tadi!’ gumam Juragan Mahmud di dalam hati. ‘Baiklah ….’Karena tidak ada yang menyahut, lelaki tua itu pun memutuskan diri untuk melanjutkan lan
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 92Episode : Pertarungan Dua Lelaki Pesohor Kampung“Ada apa ini?” Syaiful memandang ke arah perginya Bi Enok dan Dirga.Bunga turut bangkit sambil mengusap-usap perut buncitnya. Jawab perempuan cantik itu kemudian, “Entahlah, Kang. Sepertinya ada sesuatu yang penting dari Kang Amrul.”“Iya, aku juga berpikir seperti itu, Néng. Tapi mengapa aku tidak diperbolehkan untuk turut ke sana? Setidaknya untuk mengetahui, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bi Enok juga ‘kan, sudah menjadi bagian dari keluarga ayahmu. Berarti keluarga kita juga, ‘kan?”Bunga tidak membalas. Perhatiannya tetap tertuju ke depan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak nyaman di hati. Apakah kedatangan Amrul tadi berkaitan dengan ayahnya pula? Bukan apa-apa, hal itu didasari oleh sikap Juragan Mahmud sebelumnya yang telah berselisih paham dengan Abah Targa.‘Yaa Allah … ada apa ini sebenarnya?’ Bertanya sosok anak perempuan Juragan Mahmud itu disertai dera kekhawatiran
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 91Episode : Aroma Membusuk Dari Masa Silam“Pada dasarnya … kamu sudah banyak berjasa pada hidup saya, yaitu menjadi pintu gerbang bagi Ki Jambrong untuk menemui saya, anak dari sahabat lama beliau,” pungkas Juragan Mahmud usai menuturkan sebuah kisah, sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Ki Jambrong beberapa waktu lalu padanya. “Melalui kamu pula, beliau telah membuka hampir semua tabir kegelapan yang sejak lama membutakan pikiran saya, Bi.”“Tabir kegelapan? Mohon maaf, yang Juragan maksudkan itu … apa, ya?” tanya Bi Enok langsung timbul dugaan-dugaan lain di hatinya. “S-saya belum paham, Juragan.”Sosok pembantu tersebut mengira bahwa—tentulah—Ki Jambrong telah banyak bercerita tentang masalah lalu orang-orang tertentu yang berada di Kampung Sarawu. Terutama yang terlibat pada masa-masa kelam Ki Darsan dan Abah Langga masih hidup.Sa
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 90Episode : Prahara TerorLekas Bi Enok memburu tubuh cucunya tersebut. Memeriksa sejenak untuk memastikan kondisi Dirga yang sebenarnya. ‘Dia masih hidup …,’ membatin wanita tua itu usai merasakan denyut nadi di pergelangan tangan, lantas menepuk-nepuk wajah. “Dirga! Bangun, Dirga!”Tidak ada reaksi apa pun. Kedua mata sang cucu masih mengatup rapat seperti tengah tertidur pulas. Kemudian Bi Enok mencoba kembali untuk membangunkan, tapi tidak kunjung berhasil.‘Yaa Allah … apa yang terjadi dengan anak ini?’ tanyanya bingung bercampur kekhawatiran. Masih merasa penasaran, lantas diperiksa sekali lagi badan Dirga, tidak ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan. Semuanya tampak normal dan baik-baik saja. Terkecuali, belum mengetahui pasti penyebab cucunya tersebut dalam kondisi seperti itu.Tidak habis akal, Bi Enok segera bangkit terhuyung. Ber
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 89Episode : Rahasia Yang Belum Terungkap“Maaf … saya terlalu terbawa perasaan saya sendiri,” ujar Juragan Mahmud tiba-tiba menghentikan tangis, lantas pura-pura mengalihkan pandangan ke arah lain sambil mengusap air mata. Sementara Bi Enok sendiri tetap menunduk dalam-dalam, tidak ingin beradu tatap ataupun memerhatikan sosok di dekatnya. Bukan apa-apa, tersebab wanita tersebut bermaksud menjaga muruah sang majikan atas luapan emosi sesaat tadi. “Baik … sampai mana saya tadi, Bi?” tanya lelaki itu masih dengan nada suara bergetar.“Guna-guna saya terhadap Juragan sebelum menikah dengan Neng Juragan perempuan,” jawab Bi Enok ikut lirih.Juragan Mahmud terbatuk-batuk sejenak, dilanjut dengan membersihkan aliran ingus yang masih terasa di lobang hidung. Setelah itu, mendeham beberapa kali dan lanjut berkata. “O, iya … masalah itu. Ehem … uhuk! Uhuk!”