Alarm berdering dengan nyaring. Suaranya menggema ringan di ruangan. Wanita yang tadinya masih terbungkus dengan selimut tebal itu, kini mulai menggeliat. Ringan gerakkannya lalu mulai menurunkan selimut tebal itu agar tak menutupi pandangan matanya saat ini. Kedua kelopak mata itu mulai terbuka sedikit demi sedikit. Menyesuaikan cahaya yang merambah masuk ke dalam lensanya pagi ini. Alexa menghela napasnya kasar. Malam dilalui dengan sedikit melelahkan. Bukan, ia bukan bercinta dan bercumbu panas dengan sang kekasih. Alexa mau melakukan itu. Bukannya apa, Luis belum bisa menepati janjinya hingga sekarang ini. Alexa masih mendengar kabar simpang siur pasal Mr. Gill dan sang kakak kandung, Alice Lansonia. Pernikahan mereka semakin dekat saja. Banyak yang mendukung, sesekali Alexa membaca sebuah komentar jahat yang meminta dirinya untuk mengakhiri hubungan dengan Luis dan menyetujui pernikahan sang kakak.
Namun, tak sedikit pula orang yang menghakimi wanita
"Jika aku tahu aku tak mendatangi dirimu sekarang ini, Alexa." Harry mulai memandang wajah Alexa dari pantulan cermin yang ada di depannya. Wanita yang baru saja meletakkan sisir di atas meja kaca yang ada di depannya itu, mau tak mau harus dipaksa untuk berbalik badan dan menatap lawan bicara dengan benar. Ini masih pagi, tetapi mood-nya sudah dirusak oleh pria sialan di depannya itu. Alexa tak habis pikir dengan Harry. Bukan salah dirinya Ace jadi seperti itu. Andai saja pria itu mau bekerjasama dengan Alexa dan mengatakan apa tujuan Harry datang sore itu, maka Alexa tak akan kembali melempar tubuh Ace untuk menjadi bulan-bulanan orang yang di dalam klub malam itu. Keadaan Ace sekarang ini adalah pilihan yang diambil oleh pria itu sendiri. Tak ada paksaan. Alexa tak suka memaksa kalau sedang membuat perjanjian. Jika tak mau, maka Alexa akan melepaskan orang itu."Seharusnya Ace juga menjawab hal ini kemarin. Dia bisu dan memilih untuk setia padamu, Harry
Padat merayap. Khas jalanan kota metropolitan yang tak pernah mati. Pandangan wanita cantik itu terus saja tertuju pada lantai yang ada di bawahnya saat ini. Ia melihat keadaan jalanan kota yang mulai terkesan ramai kalau siang datang. Mobil dan beberapa motor berlalu lalang di bawah sana. Memenuhi jalanan kota dengan para pejalan kaki yang menjadi komponen pendukungnya. Xena Alodie Shan, si pemilik gedung entertainment terbesar di Britania Raya tak ingin melakukan apapun untuk saat ini. Ia terus saja diam dan mengurung diri di dalam ruang kantornya. Menunggu berita baik datang padanya mengenai persiapan pembukaan audisi untuk para aktor dan aktris baru yang akan menjadi bagian dari bangunan ini.Tak berselang beberapa lama sebuah suara menyela dirinya. Ketukan pintu dengan nada ringan dan konstan menjadi pengalihan fokus untuk Xena siang ini. Ia memutar tubuhnya lalu mulai meletakkan segelas wine di atas meja dan pergi mengarah ke ambang pintu untuk membuka pintunya. Seseora
"Cari tahu siapa yang mengirim ini dan siapa yang membuat panggilan denganku siang tadi. Pastikan tempat tinggal dan semua hal yang berhubungan dengan si pengirim yang berani-beraninya mengirimkan benda seperti itu padaku di dalam bangunan Shan Entertainment!" Xena mulai naik pitam. Wanita itu meninggikan nada bicaranya untuk membuat semua orang yang ada di sekitarnya tersita fokusnya. Menatap ke arah wanita yang benar-benar kalang kabut dan kebakaran jenggot selepas kotak misterius datang padanya siang tadi. Beberapa jam berlalu. Xena mengatur banyak hal agar berita pengiriman itu tak keluar dari dalam bangunan Shan Entertainment. Tak boleh ada yang tahu kalau CEO utama bangunan ini mendapatkan sebuah teror dari orang yang tak dikenal. Berita buruk tak boleh membuat semua rencana baik Xena pupus begitu saja. Proses audisi untuk kembali membangunkan popularitas Shan Entertainment yang sudah lama terkubur mati di dalam tanah mulai bangkit dan mencuat ke permukaan harus sirna begitu s
Kepulan asap tegas mengudara. Meninggalkan wajah cantik seorang wanita yang kini mulai menyorotkan lensa matanya untuk menatap kolam ikan berukuran besar di depannya itu. Mirip danau, tetapi bukan alam yang membuatnya. Si tuan rumah pemilik bangunan besar nan mewah inilah yang sengaja menempatkan kolam besar di sana. Pemandangan khas alam dengan ribuan rumput hijau saling berjajar menjadi alas pijakannya saat ini sungguh memberi relaksasi tersendiri untuk Xena. Alexa membawa dirinya kemari. Bermodalkan secarik surat berlumuran cairan merah kental mirip darah tetapi tak berbau anyir itu lah, Alexa mengajaknya untuk berbicara di tempat yang lebih pribadi. Jauh dari jangkauan orang-orang yang bekerja di rumahnya saat ini. Tak ada yang boleh datang selain Alexa yang mengijinkan dan memerintahkan juga memanggil mereka. Pintu kaca di sana tertutup rapat dengan kunci kecil yang ada di dalam genggamannya saat ini. Ia benar-benar ingin berbincang bersama Xena secara pribadi.Alasannya
Sepasang blucher berwarna pekat itu tegas menapaki satu persatu petak ubin yang samar memantulkan bayangan tubuh jangkungnya. Pria itu menatap ke segala sudut ruangan untuk mencoba mencari celah terbaik melancarkan aksinya di sini. Senja tiba, langit menggelap setiap detiknya. Awal musim panas yang tak bisa membuatnya sedikit bersantai. Belakangan ini banyak yang harus Harry urus dan harus pria itu selesaikan dengan segera. Ia terus saja disibukkan dengan urusan ini itu yang tak kunjung reda konfliknya. Dengan tekat yang bulat, ia masuki bangunan bar dan diskotek murahan di tepi jalanan kota. Harry mengabaikan sebuah tanda peringatan untuk memberitahu bahwa bar dan diskotek belum buka di jam begini. Hanya orang bodoh yang memaksa masuk ke dalam bangunan bar yang masih kosong. Lampu malam belum berkelap-kelip tanda pesta kecil di mulai.Harry mencari sesuatu. Setiap sudut ruangan berhasil dijamah oleh pandangan mata elangnya itu. Kini ia paham benar, mengapa di tempat ini bisa
Puas! Itulah yang ada di atas wajah Harry Tyler Lim saat ini. Melihat dua orang pria berada kejar dengan rintihan di atas wajahnya juga ekspresi kesakitan yang luar biasa selepas ujung peluru menembus permukaan kakinya itu adalah kepuasan tersendiri untuk Harry. Hatinya perlahan-lahan mulai membaik saat ini. Darah yang mengalir keluar dari sela-sela jari jemari kedua pria itu kini mulai menjadi fokus untuk Harry. Ia berjalan mendekat lalu meraih dua sapu tangan miliknya dan melemparkan benda itu tepat di atas wajah dua orang pria yang masih kesakitan dengan luka tembak di kedua pergelangan kakinya."Bungkus itu dengan sapu tanganku." Harry memerintahkan. Ia berjongkok tepat di depan pria bertato di atas lehernya itu. Wajahnya mulai tak asing untuk Harry. Sampai kapanpun, Harry akan terus mengingat orang-orang seperti ini. Dosa mereka berdua bukan pasal pekerjaannya yang suka menyakiti dan main hakim sendiri. Jujur saja, Harry masa bodoh dengan hal itu. Mau mereka membunuh wan
Keindahan panorama langit malam yang menenangkan jiwa, sebuah jendela besar terbuat dari kaca tebal menjadi pemandangan alami untuk melihat malam yang disuguhkan oleh semesta kali ini. Sebuah ruangan mewah bergaya modern sedikit klasik menjadi pilihan tempat untuk Sherina Alexander Lansonia memenuhi janji makan malamnya bersama seorang pria berbadan gempal yang selalu khas dengan dasi kupu-kupu merah dan kacamata bulat yang bertengger rapi di atas hidung peseknya itu. Jamuan makan malam yang sempurna. Ia tak tahu kalau Alice Palace punya ruangan mewah dan cukup memuaskan seperti ini. Setau Alexa, kakak kandungnya itu lebih memilih mengusung tema klasik dan kuno, tetapi tetap terlihat 'mahal' untuk membangun hotelnya ini ketimbang sebuah kesan suasana yang mahal, mewah, dan elegan seperti layaknya bangunan Joy Holding's Company. Bisa dikatakan kalau seleranya dengan sang kakak berbanding terbalik.Semua yang tertata rapi di depannya adalah makanan mahal dan mewah. Daging-dagin
Suasananya sedang kacau tak terkendali. Semua orang mulai panik dan berdatangan dari segala penjuru arah. Mereka berlarian dengan kecepatan sedang untuk datang mengerumuni seorang wanita malang dengan bagian perut yang tertancap oleh ujung miniatur bangunan Alice Palace di tengah kolam. Darah menetes dan mengalir dari luka tusuk itu, sisi kepalanya juga mengeluarkan darah kental yang tak kalah banyaknya. Kolam ikan di bawahnya yang awalnya indah dengan lampu berwarna emas mirip cahaya bulan di atas sana kini mulai berubah menjadi merah pekat dengan aroma anyir yang mulai datang dan menyebar terbawa oleh embusan angin malam yang datang. Alexa tak kuasa menatap itu. Ia ambruk dan bersimpuh tepat di sisi bangunan kolam. Ingin meraih tubuh sang kakak, tetapi naas ia tak bisa berbuat apapun untuk saat ini. Ia hanya bisa membuka matanya lebar-lebar dengan telapak tangan yang sigap menutup celah bibir merah tuanya yang menganga lebar. Ia tak percaya, malam indah di awal musim panas dengan