Suasana ruang pertemuan mulai sepi, tapi Cyra merasakan kebisingan menghantam seluruh raganya. Kedua mata gadis itu tertuju pada satu sosok pria yang berdiri di samping ketua divisi pengembangan, Cyra tidak tahu mengapa pria itu bisa berada di perusahaan ini."Ra, hei kamu baik-baik saja?" tanya Jena mulai cemas.Cyra menoleh, ia lalu mengangguk ragu. "Aku baik-baik saja, Jen.""Bohong, wajahmu mengatakan hal sebaliknya.""Entahlah, aku tidak menyangka kalau Kaivan ada di perusahaan yang sama denganku." Sahut Cyra tersenyum kecut.Jena mengelus punggung sahabatnya lembut, "Aku juga sama, aku dengar dia baru masuk setelah di pindahkan dari kantor cabang.""Kenapa kamu tidak memberitahu aku?" heran Cyra.Jena menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Maaf, aku takut kamu tidak suka jika aku berbicara tentang bajingan itu."Cyra tidak tahu harus berekspresi seperti apa saat ini, kenyataan bahwa Kaivan berada di sana saja sudah membuat ia tidak bisa berpikir jernih. Meski ia sudah bertekad
Cyra menunggu dengan perasaan cemas, ia takut melakukan kesalahan tanpa sadar dan membuat lelaki di depannya marah. Ia meremas kedua tangan yang sudah berkeringat, Cyra tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia di pecat? sebab hanya perusahaan ini yang berani mengeluarkan gaji besar untuknya, selama ia bergelut di dunia pekerjaan.'Semoga bukan pemecatan mendadak yang akan dia katakan.' Batin Cyra penuh harap.Reizan memperhatikan mimik wajah Cyra, keringat muncul di kening gadis itu hingga membuat Reizan bertanya-tanya sendiri apakah di ruangan itu kurang dingin? padahal ia sudah mengatur suhu ruangan tersebut dengan baik.Tidak ingin menembak hal tidak berguna, Reizan kembali melanjutkan ucapannya."Kamu... terpilih menjadi sekertaris saya! Mulai besok tolong siapkan semua jadwal yang akan saya lakukan, jangan lupa atur semuanya sesuai urutan."Seketika Cyra terdiam, jauh di dalam benak gadis itu ia tidak mempercayai pendengarannya barusan. Cyra memberanikan diri bertanya kembali, i
Kediaman Nevalion nampak sunyi, hanya terdengar bunyi keyboard dari dalam kamar. Nevalion begitu serius mengerjakan tugasnya, ia tidak bisa menunda pekerjaannya setelah kemarin menunda karena melakukan akad nikah. Lama waktu berlalu, Nevalion mulai merasa lapar. Ia menghentikan sejenak pekerjaannya, Nevalion meraih ponsel dari ranjang dan membuka aplikasi yang biasa ia pakai untuk memesan makanan. Ia memesan satu kotak Sandwich dan segelas kopi, setelah selesai ia kembali melanjutkan pekerjaannya sambil menunggu pesanannya datang. "Aku perlu mengirim file ini sekarang." Gumam Nevalion. Ia mulai mengirim file tersebut pada atasannya, meski kondisi saat ini tidak memungkinkan Nevalion untuk bepergian sendiri tapi ia masih mendapat kepercayaan dari perusahaan, hingga ia tidak perlu khawatir tentang uang. Suara bel berbunyi, Nevalion menutup laptop dan segera keluar dari kamar. Untungnya jarak kamar dan pintu utama tidak terlalu jauh, jadi ia tidak merasa kesulitan. Nevalion membuka
Mobil mewah yang di kendarai oleh Nera, mulai memasuki kawasan apartemen milik kekasihnya. Nera begitu antusias ingin memberi tahu pada Kaivan, kalau persiapan pernikahan mereka sudah setengah jalan. Selama ini Nera sendiri yang mengurus semua keperluan pernikahan mereka, Kaivan hanya mendengar setiap detailnya dari Nera itu pun setelah semua deal dan dalam proses pengerjaan.Sesampainya di basemen, Nera memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Akan tetapi ia belum melihat mobil Kaivan ada di sana, Nera mengambil ponsel lalu menghubungi nomor kekasihnya.Akan tetapi nomor itu tidak aktif, Nera kembali mencoba hingga panggilan kelima nomor Kaivan tak kunjung bisa di hubungi.Ia berdecak sebal, "Kaivan kemana sih, kok tumben nomornya tidak aktif terus?"Baru saja ia hendak mengirim pesan, ia melihat mobil Kaivan memasuki area basemen. Nera bergegas keluar dari mobil, dan berlari kecil menuju mobil Kaivan."Kaivan!" pekik Nera begitu Kaivan keluar dari mobil."Kenapa?"Wajah Kaivan nampak b
Malam semakin larut, hawa dingin kian menusuk akan tetapi Cyra masih enggan meninggalkan teras rumahnya. Ia duduk di kursi sambil melamun dan menopang dagu. Entah ia sedang memikirkan hal apa, tapi raut wajahnya nampak sendu. Hingga suara di ponselnya membuat lamunan Cyra buyar, ia membuka pesan yang baru saja ia terima. "Haa... Kenapa mereka selalu menggangguku? apa hidup mereka terlalu sepi." Gerutu gadis itu. Pesan tersebut berasal dari Anton, tidak ada hujan atau pun angin tiba-tiba ayahnya meminta uang padanya. "Tadi mamah, sekarang papah. Apa mereka tidak merasa bersalah karena baru saja membuang ku dari rumah?" Cyra membalas pesan Anton dengan singkat, ia tidak ingin bersedih atau pun meratapi kelakuan kedua orang tuanya seperti dulu. Cyra merasakan lelah yang tidak berujung setiap kali berkomunikasi dengan orang tuanya, tidak ada tempat untuknya berkeluh ia di paksa memahami tanpa ada yang mau memahami bagaimana kondisinya saat ini dan apa yang ia rasakan. "Sebaiknya aku
Pagi harinya, seperti biasa Cyra sedang menyiapkan sarapan untuk ia dan juga sang suami. Gadis itu bangun lebih awal dari biasanya, kali ini Cyra hanya menyiapkan Sandwich dan segelas kopi untuk Nevalion.Namun saat ia membuang bekas sayuran yang tidak terpakai ke tempat sampah, Cyra menemukan masakan yang ia buat kemarin sudah berada di tempat sampah itu."Jadi kamu benar-benar membuangnya, Mas?" Cyra terkekeh miris.Meski itu hanya sebuah masakan sederhana, tapi ia membuatnya dengan susah payah di sela-sela waktu mepet untuk berangkat bekerja.Cyra mengikat plastik sampah itu, lalu melangkah menuju pintu belakang dan membuangnya ke tempat sampah di luar rumah agar nanti bisa di bawa oleh mobil pengangkut sampah.Ia kembali masuk ke dalam rumah, dan melihat Nevalion sudah berada di meja makan sambil menyesap kopi buatan Cyra seraya melihat ponsel."Mas, kemarin masakan aku kamu makan atau tidak?" tanya Cyra, ia ingin mendengar sendiri jawaban suaminya itu.Nevalion menoleh, "Aku buan
Setibanya Cyra di kantor, ia bergegas menuju ruangan Raizan. Keringat sebutir biji jagung, terlihat jelas di kening gadis itu. Ia sudah telat setengah jam dari waktu yang di janjikan oleh Raizan, Cyra jelas panik ia takut di tendang dari perusahaan itu tanpa pesangon. Dalam posisi terengah-engah, Cyra mengetuk pintu ruangan Raizan. Tak berselang lama terdengar suara pria itu yang menyuruhnya masuk. Cyra memegang kenop pintu, lalu mendorongnya ke dalam. Sesaat ia mematung di tempat begitu netranya melihat tatapan dingin dari Raizan, Cyra menelan salivanya kasar ia mulai melangkah sedikit demi sedikit menuju meja Raizan. "Selamat pagi, Pak. Maaf saya telat." Sapa Cyra gugup. "Pagi, kamu sudah mendapat jadwal yang di kirim oleh Beni semalam?" Cyra mengangguk, "Sudah, Pak. Saya juga sudah merapikan ulang jadwal itu sesuai kemauan anda." Tanpa menatap wajah Cyra, Raizan mengangguk ia menutup map yang tadi sudah ia baca. "Apa jadwal pertama saya?" "Mengunjungi perusahaan LM Group,
Suasana mendadak hening setelah Dori memberi saran pada Anton, melihat keadaan tidak enak Raizan berusaha mencairkan suasana dengan cara ia menunda usulan dari Dori. "Ah, tentang itu biar nanti Pak Anton sendiri yang membicarakannya dengan saya. Itu pun kalau beliau menginginkan." Cetus Raizan seramah mungkin. Ia tidak ingin membuat suasana semakin buruk, setelah perbincangan mereka usai. Raizan meminta Cyra keluar lebih dulu, sebab ada hal pribadi yang mau ia bicarakan dengan kliennya itu. Cyra patuh, ia melenggang menuju pintu keluar. Ia berniat pergi ke lift namun secara tiba-tiba Anton menarik pergelangan tangannya, dan membawanya menuju tangga darurat. "Cyra, sejak kapan kamu menjadi sekertaris pak Raizan?" cecar Anton. "Baru hari ini, Papah kenapa mau menjual saham perusahaan nenek?" "Papah butuh uang, adikmu juga perlu uang banyak! Kalo kamu tidak mau saham itu di jual, kamu harus memberikan Papah uang!" Tegas Anton. Cyra mengernyitkan kedua alisnya, ia melepas paksa cek