Dengan sedikit kesadaran yang masih tersisa, terlihat Alex berjalan mendekat. Ternyata mereka membawaku kembali ke kamar sebelumnya.“Jangan,” lirihku ketika tangan besar itu menarik paksa jilbab yang menutupi kepala. Bahkan, tangan itu kini telah merambat ke arah tubuh bagian atas.“Ayah, Ibu!” Kugenggam erat pecahan beling yang diambil saat terjatuh di samping guci tadi."Argh!"Alex meraung kesakitan ketika bahunya ditusuk dengan pecahan itu. “Wanita sialan!” Dia kembali mendaratkan tamparan di pipi.Dengan langkah terseok, aku kembali mencoba melarikan diri. “Lepaskan aku!” Mencoba berontak ketika Alex memeluk dari belakang.“Sudah kukatakan jika bukan aku yang melaporkan transaksi itu pada polisi.” Sekali lagi mencoba meluruskan kesalahpahaman di antara kami. Namun, Alex tak juga menggubris. Bahkan, bibirnya beberapa kali mencoba menjangkau area leher.“Aku sudah tidak peduli lagi dengan siapa orang yang melaporkan transaksi itu pada polisi. Yang terpenting sekarang, aku mengingi
Meraba dinding, mencari saklar lampu agar mudah melihat sekitar. Begitu lampu menyala, tatapan langsung tertuju pada gadis yang tengah meringkuk di atas tempat tidur dengan selimut yang membungkus tubuh hingga batas leher.“Sri?” Beberapa kali kupanggil nama. Namun, dia tak kunjung membuka mata. Apa Sri pingsan?Entah panggilan keberapa, gadis itu pun perlahan membuka matanya yang terlihat begitu sembab. “Sri?” panggilku, pelan.Sri menoleh dan langsung merapatkan selimut ke tubuhnya. “Rendi? Tolong aku, Ren. Tolong ambilkan sesuatu untuk menutupi tubuhku,” lirihnya, kemudian menunduk.Memilih untuk tidak menanyakan apa yang terjadi dan berjalan ke arah lemari di seberang tempat tidur. Beberapa saat mengobrak-abrik isinya, aku pun mengambil sebuah mantel panjang, celana panjang, serta kaus laki-laki yang entah siapa pemiliknya.“Tolong berbalik, aku akan pergi ke kamar mandi terlebih dahulu untuk mengganti pakaian sebelum menjelaskan semuanya.” Sri bersuara serak, seperti menahan tang
Sri yang kejang karena demam, akhirnya dimasukkan ke ruang ICU. Seorang dokter wanita lalu masuk untuk memeriksa keadaanya.“Sampai lupa mengabari Om Reksa.” Gegas meroboh saku, kemudian mengetik pesan singkat untuk Om Reksa. Memberitahu keberadaan Sri serta keadaannya sekarang.Tak butuh waktu lama bagi Om Reksa membalas pesan. Dia akan sampai di rumah sakit sekitar beberapa menit lagi.Beberapa kali pandangan mengarah ke pintu ruang ICU. Dokter yang menangani Srikandi belum juga keluar. Apa yang harus kulakukan jika kondisi Srikandi lebih parah dari dugaan? Aku pun mengacak rambut karena frustasi.Di tengah lamunan, suara derit pintu mengalihkan pandangan. Aku pun menghampiri dokter yang baru saja selesai memeriksa keadaan Srikandi. “Bagaimana keadaan teman saya, dokter?” tanyaku.Raut wajah sang dokter terlihat tegang, lalu dia pun berkata, “Mari ikut saya ke ruangan, kita akan bahas kondisi pasien di sana,” ajaknya.Aku pun patuh lalu mengikuti langkah dokter bernama Nayla. Setela
Sri POVOm Reksa mengatakan niatannya untuk menuntut Alex atas tuduhan pelecehan terhadapku. Abah setuju dengan usul beliau. Namun, menurutku itu tidak akan mudah. Alex bukan orang sembarangan. Citranya di luaran sana sangat bagus, berbanding terbalik dengan aslinya.Siapa sangka jika dibalik topeng yang selalu ia gunakan di depan media, Alex merupakan ketua pengedar obat-obatan terlarang. Aku sangat yakin, setelah mengetahui kepergianku dari tempatnya, dia tidak akan tinggal diam.“Tapi bagaimana cara kita menjatuhkannya, Om. Alex bukan orang sembarangan, kita tidak memiliki bukti kuat untuk membuatnya membayar apa yang dia lakukan terhadap saya,” lirihku.“Tunggu sebentar.” Om Reksa berjalan ke arah pintu lalu memanggil seseorang. Selang beberapa menit, Rendi mengikuti dari belakang.Om Reksa menyampaikan niatannya pada Rendi dan pemuda itu manggut sebagai tanda bahwa ia paham dengan apa yang disampaikan Om-ku. “Kita hanya perlu mencari bukti untuk memenjarakan pria brengsek itu,” g
“Kita tunggu sampai Nyimas membaik. Baru setelah itu katakan segalanya.”Suara percakapan Abah dengan seseorang di kamar mengurungkan niat untuk turun ke dapur. Sepertinya sesuatu telah terjadi, tapi apa? Kuharap bukan sesuatu yang besar.“Ranti terus mendesak saya agar menyampaikan permohonan maaf pada Sri.” Rupanya Abah tengah berbincang dengan Fakhri. Ada apa dengan Ranti, sampai dia mendesak suaminya untuk menyampaikan permohonan maaf padaku.Benar. Aku sampai lupa menanyakan kabar Ranti karena masalah yang tengah dihadapi. Beberapa waktu lalu, entah kenapa sering sekali memimpikan sepupuku itu. Namun anehnya, Ranti yang ada dalam mimpi terlihat begitu memprihatinkan.Dia berdiri di pintu depan rumah Abah seraya menatap ke arahku yang berada di dalam. Ketika diminta masuk, Ranti menggeleng menolak ajakan. Tubuhnya terlihat begitu kurus kering, seperti hanya tersisa tulang terbungkus kulit, sama persis dengan Mamah sebelum beliau meninggal.Hampir setiap hari mimpi itu terus hadir
“Alex berhasil lolos ketika polisi mendatangi kediamannya,” ujar Rendi ketika kami berkumpul di rumah.“Kemungkinan besar dia melarikan diri ketika polisi menemukan bukti baru keterlibatannya dengan obat-obatan terlarang itu.” Fakhri menimpali.“Tapi, tidak ada jejak yang polisi temukan. Kemana Alex pergi tidak ada yang mengetahuinya. Bahkan, anak buahnya yang tertangkap pun tidak mengatakan di mana bos mereka berada meski pihak polisi telah membuat mereka babak belur,” ujar Rendi lagi.Jika Alex tidak ditemukan di manapun, dan tidak ada catatan meninggalkan negara ini, maka hanya ada satu jawaban. “Sepertinya dia pergi lewat jalur laut.” Aku dan Fakhri saling bertukar pandang ketika kami mengatakan hal yang sama.“Kebanyakan dari mereka yang melarikan diri secara illegal akan memilih jalur laut karena minimnya pemeriksaan di sana,” tutur Fakhri.“Lalu, bagaimana sekarang?” tanya Om Reksa.“Kita semua harus berhati-hati mulai sekarang. Tidak ada yang tahu keberadaan Alex dan tangan ka
“Sri, sebaiknya kamu pulang sekarang, tidak usah ikut ke kantor polisi. Ini biar aku yang urus dan nanti minta bantuan sama Fakhri,” tutur Rendi. Aku pun menurut, lalu keluar dari ruang kerja Rendi untuk kembali ke rumah.Selama beberapa hari ini, tanggung jawab perusahaan dipegang penuh oleh Om Reksa serta Anita. Om-ku itu berubah posesif setelah penculikan tempo hari, hingga melarangku keluyuran sebelum Alex tertangkap. Dan sebaiknya gegas kembali ke rumah, sebelum Abah mengadu pada Om Reksa kalau aku keluar tanpa ditemani siapa pun.“Sri.” Seseorang menepuk bahu setelah aku keluar dari elevator.Saat menoleh, Rasya berdiri dengan senyum merekah di wajah. Kenapa kami harus bertemu lagi di tempat yang sama?Dia akhirnya melepaskan tangan setelah mendapat tatapan tajam. “Kok udah mau pulang aja? Ngomongin apa sih sama Rendi, sampai berduaan di dalam. Ingat loh, kalian ini bukan muhrim,” ucap pria itu seraya menekankan kata terakhirnya hingga beberapa karyawan yang berlalu lalang melir
Aku terbangun dengan keringat dingin dan tubuh menggigil. Ketika diamati, ruanganku berada sekarang adalah kamar tidur. Siapa yang memindahkanku kemari? Bukannya tadi berada di ruang keluarga hendak salat berjamaah?Pintu kamar terbuka, menampakkan sosok tante Rina yang membawa segelas air di tangan. “Minum dulu, Neng.” Beliau segera membantu mengangkat tengkuk dan meminumkan air tadi. Rasanya, semua dahaga menghilang seketika begitu air itu melewati kerongkongan.“Tunggu sebentar, ya. Om Reksa sudah memanggil dokter kemari,” ujar tante Rina. Aku hanya mengangguk. Entah kenapa suara sulit keluar.Beberapa saat kemudian, seorang wanita dengan jas putih datang bersama Om Reksa. Kemudian dia meletakkan alat yang tersambung ke telinganya di atas dada. Beberapa kali aku menarik nafas pelan sesuai arahan dokter.“Sepertinya hanya kelelahan biasa. Sebaiknya banyak istirahat dan minum air putih yang banyak, saya akan resepkan vitamin,” ungkap dokter, segera membubuhkan tinta di atas kertas ke