37 kali total Anna memberikan sebuah ciuman pada Edgar hingga dia bisa merasakan rasa mashed potato yang dia buat sendiri di bibir sang suami. Seperti yang Edgar katakan sebelumnya bahwa rasanya terlalu asin dan kentangnya belum matang sempurna. Padahal Anna hanya tak sengaja mencicipinya, namun rasanya benar-benar parah. Bagaimana bisa Edgar sanggup menghabiskannya sendiri? "Apa kau sudah puas sekarang? Aku mencium bibirmu hingga 37 kali karena kau sengaja memakan masakanku sedikit demi sedikit!" Edgar terkekeh kecil, dia berpikir kalau sikap merajuk Anna sangat lucu. "Kau menghitungnya? Wah! Aku tidak tahu kalau ciumannya akan sebanyak itu!" "Cih! Dasar pria licik!" "Kalau kau tidak ikhlas menciumku, akan kukembalikan semuanya padamu." Dikembalikan? Itu artinya Edgar akan mencium Anna sebanyak 37 kali juga! Melihat seringai jahil Edgar, tampaknya pria itu belum cukup puas setelah mempermainkan Anna sebanyak itu! *** Hari telah berganti, tibalah saatnya Anna dan Edgar untu
Anna dan Edgar mengikuti langkah Dokter Bryan dari belakang hingga tiba di sebuah ruangan dengan pintu berwarna coklat. Ruangan tersebut sangat rapi dan terdapat satu ranjang pasien di dalamnya. Biasanya, orang yang pertama kali datang menemui psikiater akan diminta untuk bercerita mengenai gangguan yang mereka alami. Namun, karena Dokter Bryan sudah mengetahui semuanya tentang Edgar, jadi dia tidak perlu meminta pemuda itu untuk bercerita. "Duduklah!" ucap Dokter Bryan. Anna dan Edgar duduk di kursi yang berhadapan dengan meja kerja Dokter Bryan. Meskipun mereka sudah mengenal sang dokter, konsultasi tetaplah konsultasi. Ada aturan untuk itu! Tidak ada yang namanya konsultasi seperti duduk-duduk di sofa empuk dan memakan cemilan. Dokter Bryan memakai kacamata dan jas putih miliknya, layaknya seorang dokter pada umumnya. "Sadisme seksual tidak bisa disembuhkan!" Membelalakkan mata, Anna dengan cepat menjawab, "Tapi, Dokter, bukankah Anda bilang jika Edgar bisa sembuh?!" "Pern
"Ehem ... aku akan menjelaskan cara yang bisa digunakan untuk menyembuhkan kelainan Edgar," ucap Dokter Bryan setelah berdeham kecil. Anna menggenggam tangan Edgar lebih erat dan kembali fokus pada pembicaraan mereka bertiga. "Ada dua cara yang bisa digunakan, yaitu dengan pemberian obat atau hipnotis. Obat yang diberikan berupa obat yang menekan hormon testosteron dan ada efek samping jika digunakan dalam jangka panjang." Setiap obat memang selalu memiliki efek samping, namun untuk obat yang dimaksud Dokter Bryan, Anna penasaran dengan efek sampingnya terhadap Edgar. "Efek samping seperti apa yang Anda maksud?" ucap Anna memastikan. "Impoten." "Impoten?!" kaget Anna dan Edgar secara serempak. Tujuan mereka datang berkonsultasi adalah untuk menyembuhkan kelainan Edgar agar mereka bisa berhubungan intim tanpa khawatir saling menyakiti. Namun, jika Edgar sembuh dengan pemberian obat yang membuatnya impoten, maka itu akan menjadi masalah besar. Kelainan seksualnya sembuh, namu
Meskipun Edgar berhasil memanipulasi ingatannya sendiri, namun dia belum tahu hasilnya jika belum berhubungan intim dengan Anna. Dia berharap jika terapi hipnotis itu berhasil dan dirinya tidak lagi akan menyakiti wanita yang dicintainya saat berhubungan. Dokter Bryan tersenyum seraya menepuk bahu lebar Edgar. "Tidak ada usaha yang sia-sia, Ed." Glup! Anna meneguk ludahnya dengan susah payah, saat ini dia tengah bersama Edgar di kamar apartemen mereka. Ya, mereka berencana melakukan praktik untuk mengetahui hasil dari terapi hipnotis Edgar siang tadi. Beberapa hari lalu, sebelum kejadian Edgar mabuk yang berujung malam panas, Anna menggebu-gebu karena ingin melakukan hubungan suami-istri dengan Edgar dan melakukan segala cara demi keinginannya itu. Namun, ketika mereka hendak melakukannya untuk kedua kali, entah mengapa baik Anna maupun Edgar merasa gugup dan kikuk secara bersamaan. Seperti yang orang-orang katakan bahwa sesuatu yang direncanakan selalu tidak berhasil. Oleh se
Anna menghela napas panjang, dia duduk di bangku taman belakang kampus seraya melihat hiruk pikuk para mahasiswa. Wajahnya yang kecil terlihat sangat pucat di mana lingkaran hitam mengelilingi mata. "Akhir-akhir ini ... kau terlihat sangat lelah. Ada apa?" tanya Grace yang duduk di samping Anna. "Aku hanya kurang tidur dan kedua pahaku terasa sakit."Meskipun Anna tidak memberitahukan masalahnya secara rinci, namun Grace paham dengan pernyataan yang baru saja dilontarkan temannya. "Memangnya kalian melakukannya berapa kali dalam seminggu?""Setiap hari," lirih Anna. Dia tidak ingin jika seseorang mendengar pembicaraan pribadinya. Namun ... "Apa?! Se-setiap hari?!" teriak Grace hingga refleks berdiri. Tampaknya dia sangat terkejut dengan pengakuan Anna. "Ssssttt!" Anna menutup mulut Grace dengan tangannya. "Edgar meminta jatahnya setiap hari dan aku tidak bisa menolaknya. Ini sudah genap dua minggu kami melakukannya tanpa henti."Ya. Sejak mengetahui dirinya sudah sembuh dari kela
"Idemu terdengar gila, tapi aku akan mencobanya!" Grace menyetujui ide gila dan tak masuk akal yang Anna ucapkan. Padahal Anna hanya bercanda, namun tampaknya Grace menganggapnya serius. "Grace, kau tidak akan benar-benar melakukannya, bukan?" "Kenapa tidak?" Grace bangkit dari kursi taman dan berlari kecil menuju Kevin, dia tak memedulikan Anna yang terus memanggilnya. "Professor Kevin!" Grace mengatur napasnya yang sedikit terengah-engah agar menjadi normal. "Ada yang mau saya tanyakan tentang pelajaran kemarin." Bohong! Sebenarnya Grace mengatakan itu agar para mahasiswi yang berkumpul di sekitar Kevin pergi menjauh. Hanya itu satu-satunya alasan yang bisa dia gunakan saat ini. "Maaf semuanya, mungkin kita bisa melanjutkan obrolannya lain kali." Kevin menyuruh para mahasiswi yang mengerumuninya agar membubarkan diri. Setelah semuanya pergi dan hanya ada dirinya dengan Grace, Kevin sontak bertanya tanpa melakukan basa-basi. "Apa yang akan kau tanyakan, Grace?" "Tidak ad
Grace berlari seraya melambaikan tangannya pada Kevin. Karena maksudnya sudah tersampaikan, dia hendak memberitahu Anna mengenai hal itu. "Aku berhasil!" ucap Grace setibanya di hadapan Anna. Selama beberapa detik, Anna tampak bingung dengan perkataan Grace, lalu dia tiba-tiba membelalakkan mata. "Maksudmu ... kau berhasil mengajaknya berkencan? Tapi, bagaimana bisa?!"Grace tersenyum mendengar respon Anna yang terlihat terkejut. Dia berpikir untuk tidak memberitahu Anna tentang bagaimana dia bisa mengajak Kevin berkencan. Lagi pula, kencan tersebut hanya sebuah percobaan dan ada kesepakatan di dalamnya. "I-itu terjadi begitu saja!" Grace berbicara sedikit terbata-bata. "Oh iya, kami akan berkencan sabtu ini. Apa kau mau ikut? Maksudku kita bisa kencan ganda. Aku dengan Profesor Kevin, sedangkan kau dengan Profesor Edgar!""Aku akan menanyakan pendapat Edgar mengenai hal ini."Sejujurnya Anna tidak keberatan dengan ajakan Grace, namun tetap saja dia harus menanyakan pendapat Edgar
Jika mendengar suara yang sejak tadi memprovokasinya, Anna yakin seratus persen bahwa orang yang menghinanya adalah satu orang! Dan itu adalah orang yang sama! Mengepalkan tangannya, Anna membalikkan badan dan mencari sosok wanita yang terus mengatainya. Wanita itu menyeringai seraya menatap remeh Anna, seolah-olah mengatakan 'Memangnya kau berani?' dengan tatapannya. Dengan napas memburu dan tangan mengepal, Anna berjalan menghampiri wanita itu untuk menuntaskan rasa marahnya. Plak! Tamparan keras mendarat di wajah wanita itu hingga meninggalkan bekas merah dan erangan darinya. "Dasar mulut sampah! Jaga ucapanmu itu! Berani-beraninya kau menghina teman baikku yang sangat aku sayangi! Sekali lagi aku mendengarmu mengatai temanku, akan kupastikan mulutmu robek hingga tak bisa berbicara lagi!" murka Grace.Tampaknya Anna kalah cepat dengan Grace. Tamparan yang tadinya ingin Anna layangkan pada wanita itu sudah diwakilkan oleh Grace yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Anna mengh