Jika mendengar suara yang sejak tadi memprovokasinya, Anna yakin seratus persen bahwa orang yang menghinanya adalah satu orang! Dan itu adalah orang yang sama! Mengepalkan tangannya, Anna membalikkan badan dan mencari sosok wanita yang terus mengatainya. Wanita itu menyeringai seraya menatap remeh Anna, seolah-olah mengatakan 'Memangnya kau berani?' dengan tatapannya. Dengan napas memburu dan tangan mengepal, Anna berjalan menghampiri wanita itu untuk menuntaskan rasa marahnya. Plak! Tamparan keras mendarat di wajah wanita itu hingga meninggalkan bekas merah dan erangan darinya. "Dasar mulut sampah! Jaga ucapanmu itu! Berani-beraninya kau menghina teman baikku yang sangat aku sayangi! Sekali lagi aku mendengarmu mengatai temanku, akan kupastikan mulutmu robek hingga tak bisa berbicara lagi!" murka Grace.Tampaknya Anna kalah cepat dengan Grace. Tamparan yang tadinya ingin Anna layangkan pada wanita itu sudah diwakilkan oleh Grace yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Anna mengh
Memang benar apa yang dikatakan Edgar, mereka bahkan baru melakukan hubungan intim dua minggu yang lalu, tidak mungkin jika langsung mengandung. Namun, tentu saja pendapat orang lain berbeda! Sebab, yang mereka tahu adalah fakta bahwa Anna dan Edgar telah menikah lebih dari dua bulan! Menghela napas, Anna menyenderkan kepalanya di jendela mobil dan tiba-tiba teringat sesuatu. "Ah benar!" Anna menoleh pada Edgar. "Ed, aku tadi melihat wanita tua yang waktu itu aku bicarakan padamu. Dia berdiri di jendela dengan tatapan aneh, tapi dia langsung lari ketika aku datang." Wanita tua? Ketika Anna menceritakan itu, Edgar mulai berpikir bahwa bayangan hitam yang sempat dia lihat mungkin saja adalah wanita tua itu. Namun, siapa sebenarnya wanita tua itu? Ckiiiit! Sreett! Larut dalam pikirannya, Edgar hingga tak fokus mengemudi dan nyaris menabrak seseorang yang lewat. Untungnya, dia sempat menginjak rem dan membanting stirnya ke arah lain. "Akh!" pekik Anna ketika badannya condong ke
Olivia tertegun ketika mendapat pertanyaan dari Anna mengenai Andy. Dia menggigit bibir bawahnya, ragu untuk menjawab. "Adikmu ...." "Aku di-skors karena memukul seseorang di sekolah," potong Andy yang tiba-tiba datang. "Apa? Kau di-skors karena memukul seseorang?!" Anna berbicara dengan meninggikan suaranya, dia tak habis pikir dengan jawaban menohok yang dikatakan sang adik. Bagaimana bisa adiknya di-skors karena melakukan kekerasan? Andy bukan tipe orang yang suka mencari masalah, namun dia berkata bahwa dirinya memukul seseorang di sekolah dan membuatnya di-skors?! Menggertakkan giginya, Anna menahan diri untuk tidak menarik kerah kemeja Andy dan memarahinya habis-habisan. "Kenapa kau memukulnya?! Tidak ada seorang pun di keluarga ini yang mengajarkanmu menjadi berandalan yang suka mencari masalah di sekolah! Kau hanya membuat Ayah dan Ibu malu! Kau tahu itu?!" Andy mendecih mendengar omelan Anna. "Kau!" geram Anna, "siapa yang kau pukul?! Lebih baik kau segera minta m
"Jangan khawatir ... adikmu sudah dewasa, dia pasti hanya berjalan-jalan sebentar untuk menenangkan diri. Dia pasti akan pulang." "Kuharap juga begitu," lirih Anna dengan wajah murung. Berhubung hari masih siang di mana jam sekolah belum berakhir, Anna dan Edgar bergegas menuju sekolah Andy dengan mobil. Mereka tak ingin membuang-buang waktu dan ingin segera mengetahui permasalahan yang menimpa Andy. Tidak sampai lima belas menit, mereka tiba di sekolah dan Edgar langsung memarkirkan mobilnya di tempat parkir. "Langsung saja ke ruangan kepala sekolah, kita akan menanyakan langsung padanya," ucap Edgar setelah dia dan Anna keluar dari mobil. 'Sepertinya kenalan yang dimaksud Edgar adalah Kepala Sekolah!' pikir Anna. Tidak seperti guru lain dan wali kelas, seorang kepala sekolah biasanya selalu ada di ruangan, sangat jarang di antara mereka yang berada di kelas karena tidak memiliki tugas mengajar. Tepat sekali! Tiba di ruang kepala sekolah, mereka melihat seorang pria paruh b
"Apakah Andy mengatakan alasan mengapa dia memukul temannya?" Anna masih belum puas dengan jawaban dari Sean, Kepala Sekolah. Dia belum mengetahui alasan Andy memukul temannya. "Andy tidak mengatakan apa-apa tentang itu. Dia tidak ingin membicarakannya." "Bolehkah saya tahu siapa anak yang dipukul Andy dan di mana kelasnya?" Anna berniat untuk menanyakan langsung pada yang bersangkutan. Sebab, jawaban dari Kepala Sekolah tidak membuatnya puas. "Farrell, kelas 3-1." "Terima kasih. Kalau begitu ... kami permisi, Pak." Anna menarik tangan Edgar agar berdiri dan memaksanya untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut. Berjalan melewati setiap koridor, Anna melihat setiap papan kelas, mencari letak kelas 3-1. "Bukan ke arah sana, tapi ke arah sebaliknya!" Edgar menghentikan langkahnya karena dia lelah dibawa Anna berkeliling sekolah. Anna bergeming sejenak, lalu memutar balik arahnya seraya menarik kembali tangan Edgar. "Ayo!" ajak Anna, "seharusnya kau memberitahuku dari tadi, Say
Pukulan keras dilancarkan Edgar pada batang pohon besar hingga membuat daun berjatuhan. Dia marah! Dia tak bisa menyembunyikan rasa kesal dan marahnya seperti Anna! "Panggil anak itu sekarang, aku ingin berbicara dengannya!" Edgar sebisa mungkin menahan emosinya agar tidak lepas kendali. Sudah cukup baginya melampiaskan rasa kesalnya dengan memukul pohon. Ya, itu lebih baik daripada dia menghajar habis anak bernama Farrell tersebut dan menimbulkan masalah lain. "Tenangkan dirimu dulu dan jangan sampai kehilangan akal. Kita harus menyelesaikan masalah ini baik-baik, Ed!" Anna menangkupkan kedua tangannya di wajah Edgar. "Ikuti aku. Tarik napas dalam-dalam, lalu buang." Mengikuti perkataan Anna, Edgar merasa lebih baik setelah mengatur napasnya. Amarah dan rasa kesalnya memang belum sepenuhnya hilang, namun setidaknya sedikit mereda daripada sebelumnya. "I-itu Kak Anna ... apa aku harus memanggil Farrell sekarang?" ucap Mey, menyela percakapan Anna dan Edgar. "Iya, tolong panggi
"Wah! Ternyata anak bernama Andy itu sangat ringan tangan," ucap Anna. Sebenarnya Anna ingin merobek mulut Farrell, namun dia tahan sekuat tenaga agar tetap tenang dan melanjutkan sandiwaranya. "Dia memang anak seperti itu, bahkan Andy juga merebut pacarku entah dengan cara apa. Sikapnya tidak beda jauh dengan kakak perempuannya."Grep! Edgar mengepalkan kedua tangannya dan berniat menarik kerah seragam Farrell, namun Anna mencubit tangan Edgar agar menghentikan niatnya sebelum terjadi masalah yang lebih besar. Menghela napas, Edgar mengambil kartu namanya di dalam dompet dan menyerahkan kartu itu pada Farrell. 'Edgar Dominic? Jadi pria ini Edgar Dominic?!' pikir Farrell seraya berkeringat dingin. "Kami sudah mendengar semuanya dari mulutmu dan istriku juga sepertinya kelelahan, jadi kami akan pergi."'Istri? Jadi wanita di sebelahnya adalah Anna Florence? Kakak perempuan Andy?' pikir Farrel lagi. Hatinya bergetar setelah menyadari bahwa dia baru saja melakukan kesalahan fatal!
Bagi Edgar yang notabene lahir dari keluarga Dominic, uang bukanlah masalah, yang terpenting sekarang adalah dia mendapat informasi mengenai keluarga Farrell dan memberi pelajaran pada mereka karena telah berani mengusik istrinya tercinta. Tidak ada kata ampun dalam kamus Edgar. Jika dia sudah bertekad untuk membalas perbuatan mereka maka tidak akan ada yang bisa menghentikannya! "Sebaiknya aku mandi," gumam Edgar seraya melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi. Tubuhnya terasa sangat lengket karena seharian beraktifitas di luar. Berdiri di depan cermin, Edgar melihat wajahnya sendiri dalam diam. Entah apa yang di pikirkannya, namun dia tampak serius. Menyalakan shower, Edgar sontak memejamkan mata ketika air yang jatuh dari shower membasahi rambut dan tubuhnya. Bayang-bayang Anna muncul di saat dirinya tengah memejamkan mata. Dalam bayangannya, Anna sedang tersenyum cantik tanpa sehelai benang pun. Imajinasi liar kemudian mulai menghampiri kepala Edgar, membuat sesuatu mili